Harga minyak sawit mentah (CPO) naik untuk sesi kedua berturut-turut pada Selasa (20/5/2025), didorong oleh penguatan harga palm olein.
Harga CPO Naik Lagi, Didorong Stimulus China dan Palm Olein Dalian. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak sawit mentah (CPO) naik untuk sesi kedua berturut-turut pada Selasa (20/5/2025), didorong oleh penguatan harga palm olein di Dalian setelah pemerintah China mengumumkan sejumlah langkah stimulus.
Kontrak (futures) acuan CPO untuk pengiriman Agustus di Bursa Malaysia Derivatives Exchange tercatat naik 0,85 persen ke level MYR3.917 per ton pada pukul 16.21 WIB.
Menurut trader di perusahaan perdagangan Iceberg X Sdn Bhd yang berbasis di Kuala Lumpur, David Ng, harga minyak sawit mentah terdorong sentimen positif di pasar palm olein Dalian serta penguatan harga minyak kedelai di Chicago semalam.
“Harga palm olein di Dalian menguat terutama karena serangkaian stimulus yang diumumkan pemerintah China, yang mendongkrak sentimen pasar,” ujarnya, dikutip Reuters, Selasa (20/5).
Kontrak minyak kedelai paling aktif di Dalian naik 0,46 persen, sementara kontrak minyak sawitnya menanjak 1,42 persen. Di Chicago Board of Trade (CBoT), harga minyak kedelai turun 0,47 persen.
Harga minyak sawit kerap mengikuti pergerakan harga minyak nabati saingan, karena bersaing dalam pangsa pasar global.
Ringgit Malaysia, mata uang perdagangan minyak sawit, menguat 0,07 persen terhadap dolar AS, sehingga membuat komoditas ini sedikit lebih mahal bagi pembeli luar negeri.
Di sisi lain, harga minyak dunia nyaris tak bergerak karena pelaku pasar mempertimbangkan dampak dari kemungkinan kegagalan perundingan nuklir AS-Iran, permintaan fisik kuat di Asia untuk kontrak bulan depan, dan prospek makroekonomi China yang masih hati-hati.
Sementara itu, lembaga survei kargo Intertek Testing Services dan AmSpec Agri Malaysia diperkirakan merilis estimasi ekspor Malaysia untuk periode 1–20 Mei pada hari yang sama.
Malaysia juga menurunkan harga referensi minyak sawit mentah untuk Juni ke tingkat yang menempatkannya dalam kisaran bea ekspor sebesar 9,5 persen, sebagaimana tercantum dalam surat edaran di situs resmi Malaysian Palm Oil Board.
Menambah sentimen positif, Malaysia memperkuat hubungan dagang dengan China melalui misi resmi yang bertujuan membuka pasar baru dan mendorong inovasi di sektor hilir.
China merupakan pembeli minyak sawit terbesar ketiga dari Malaysia, menyumbang sekitar 10 persen dari total nilai ekspor pada 2024.
Sementara itu, di India—konsumen minyak sawit terbesar di dunia—impor tercatat di bawah rata-rata sejak Desember, namun diperkirakan mulai pulih mulai Mei.
Menahan potensi penguatan lebih lanjut, Malaysia menurunkan harga referensi minyak sawit untuk Juni sehingga masuk dalam kisaran bea ekspor 9,5 persen, yang dapat memberikan tekanan tambahan pada harga.
Di Indonesia, produsen minyak sawit terbesar dunia, sebuah asosiasi industri mendesak pemerintah menunda rencana kenaikan pungutan ekspor, dengan alasan kebijakan tersebut bisa melemahkan daya saing di tengah risiko perdagangan global dan ketegangan geopolitik. (Aldo Fernando)