Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (28/2/2025).
Dibayangi Perang Dagang, Rupiah Melemah di Rp16.595 per USD. Foto: MNC Media.
IDXChannel - Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (USD) melemah pada perdagangan hari ini, Jumat (28/2/2025). Mengutip Bloomberg, rupiah ditutup di level Rp16.595 per USD, turun 141,5 poin atau 0,86 persen dari penutupan hari sebelumnya.
Pengamat pasar uang, Ibrahim Assuaibi, menilai pelemahan rupiah hari ini dipicu sentimen global dan domestik. Bahkan, dia memproyeksi rupiah bisa tertekan hingga Rp17 ribu per USD.
"Rupiah luar biasa, saya kan (prediksi) cuma Rp16.500 ya, kenyataannya ini sudah mencapai Rp16.588 per USD. Hampir mau Rp17.000 di depan mata. Ini penyebabnya perang dagang," ujar Ibrahim saat dihubungi, Jumat (28/2/2025).
Kebijakan tarif impor yang direncanakan AS untuk Kanada, Meksiko, dan China, serta ancaman tarif untuk Uni Eropa, memicu kekhawatiran pasar.
"Pelaku pasar berjuang mengukur dampak dari banjir pengumuman kebijakan terkait energi yang dibuat oleh pemerintahan Trump bulan ini," kata Ibrahim.
Selain itu, data klaim pengangguran AS yang melonjak dan perlambatan pertumbuhan ekonomi AS pada kuartal IV-2024 juga membebani sentimen investor.
Kini, Pasar menantikan data indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) AS untuk memprediksi kebijakan suku bunga The Fed.
Dari dalam negeri, gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur akibat penutupan pabrik dan hengkangnya investor asing menjadi faktor utama pelemahan rupiah.
"Pasar merespons negatif terhadap badai pemutusan hubungan kerja (PHK) di industri manufaktur masih terus berlanjut imbas banyaknya pabrik yang menutup operasinya, baik karena kebangkrutan maupun hengkangnya investor asing dari Indonesia," kata Ibrahim.
Penyusutan jumlah kelas menengah juga menjadi perhatian. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat 9,4 juta penduduk kelas menengah turun kasta menjadi calon kelas menengah bawah antara 2019-2024.
"Hal ini akan berdampak terhadap menurunnya kelas menengah yang merupakan tulang punggung pertumbuhan ekonomi. Hanya saja, pakar khawatir jumlah kelas menengah akan terus menyusut apabila tidak ada aksi perkuat sektor industri," tuturnya.