Cagub Jawa Barat Dedi Mulyadi (Foto : Okezone)
BANDUNG - Calon Gubernur (Cagub) Jabar nomor urut 4 Dedi Mulyadi hadir sebagai keynote speaker dalam acara diskusi Kongres Muda Edisi Jawa Barat Istimewa di Armor Genuine Forest Caffe, Jalan Leuwipanjang, Kota Bandung. Kegiatan yang digelar Partai Perindo bersama Menata Indonesia dan PoliticsReborn itu, berlangsung seru, dihadiri ratusan anak muda Kota Bandung dan Jawa Barat, dari kalangan mahasiswa, pegiat komunitas, lembaga swadaya masyarakat (LSM), hingga pelajar SMA.
Kepada anak muda yang hadir, Kang Dedi, sapaan akrab Dedi Mulyadi, berpesan agar berjuang mewujudkan cita-cita, pantang menyerah, dan kuat menghadapi tekanan. Dalam kesempatan itu, Kang Dedi menceritakan latar belakang keluarganya. Kang Dedi lahir dari keluarga sangat sederhana. Ayah pensiunan TNI berpangkat Prajurit Kepala (Praka) dan ibu hanya mengurus rumah tangga yang memiliki sembilan anak.
"Saya membeli domba dari menjual cincin yang diperoleh saat dikhitan umur 5 tahun. Waktu itu, ibu saya bertahan membeli cincin daripada menuruti kemauan saya membeli sepeda. Kalau ibu saya mengalah, tentu saya tidak akan menjadi seperti saat ini," kata Kang Dedi.
Dari cincin itu, akhirnya membeli domba. Karena memelihara domba, setiap hari Dedi pergi ke sawah mencari belalang. Kemudian mencari rumput dan kayu bakar untuk memasak di rumah.
Saat sekolah dasar (SD), Kang Dedi tidak pakai sepatu dan seragam. Baju SD yang dikenakan pun belel. Kalau kancingnya terlepas, Kang Dedi menggantinya dengan kancing yang didapar dari mana saja. Sehingga, kancing baju seragam Kang Dedi warna warni.
"Sambil sekolah, saya jualan es yang diambil dari tetangga. Hasilnya dikumpulkan untuk biaya sekolah," ujarnya.
Masuk SMP, jarak dari rumah 10 kilometer (km), Kang Dedi membbeli sepeda untuk ke sekolah dengan menjual domba. "Jadi strugle. Apakah saya minder? Tidak. Mereka pinter matematika, saya pinter ngomong. Temen saya pinter bahasa Inggris, saya pinter bahasa Sunda. Kalau ulangan bahasa Sunda saya bisa, mereka enggak bisa," tutur Kang Dedi.
Namun kondisi sederhana tidak membuat Kang Dedi rendah diri. Kesederhanaan membuat Kang Dedi lebih menggali potensi yang dimiliki, salah satunya pidato. "Dari semua murid, yang bisa naik mimbar di sekolah ya saya. Maka saya jadi idola di sekolah. Kemampuan berbicara. Tidak pernah rendah diri," ucapnya.
Saat SMA, Kang Dedi bersekolah di SMA Purwadadi, bukan sekolah favorit. Jarak SMA dari rumah 20 km. Maka, ibu menyuruh Kang Dedi tinggal di tempat kos. Namun Kang Dedi terpikir biaya untuk menyewa tempat kos setiap bulan.
Di tempat kos, Kang Dedi bangun dini hari sekitar pukul 03.00 WIB. Kang Dedi membantu pemilik tempat kos mengisi bak mandi dengan air, menyapu halaman, mengepel, dan menyiram bunga.
Akhirnya, pemilik kos menggratiskan sewa kamar kos karena Kang Dedi meringankan bebannya tidak perlu lagi mengisi bak mandi, menyiram bunga, menyapu halaman, dan mengepel. Bahkan ibu kos memberi makanan untuk sarapan Kang Dedi.
Kang Dedi sukses menjadi politisi tidak secara tiba-tiba. Kang Dedi merintis dari bawah, menjadi aktivis. Saat mahasiswa, Kang Dedi menjadi Ketua PC HMI Persiapan Purwakarta. Beberapa kali menggelar acara dibubarkan aparat karena dinilai ekstrem, melawan pemerintah Orde Baru (Orba).