RI Mau Tambah Impor LPG-Minyak dari AS Rp 168 T

17 hours ago 2

Jakarta -

Menteri ESDM Bahlil Lahadalia mengungkapkan rencana Pemerintah Indonesia untuk menyeimbangkan surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap Amerika Serikat (AS) dengan menambah jumlah impor produk liquefied petroleum gas (LPG) dan minyak dari AS dengan nilai kurang lebih di atas US$ 10 miliar atau Rp 168 triliun (kurs Rp 16.810).


Bahlil mengatakan, rencana penambahan jumlah impor lpg dan minyak dari AS merupakan respon dari kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump mengenakan tarif impor ke Indonesia sebesar 32%. Pasalnya berdasarkan data BPS, surplus neraca perdagangan Indonesia terhadap AS yang mencapai US$ 14-15 miliar.

"Kalau tidak seimbang, atas Arahan Bapak Presiden Prabowo kepada kami, coba periksa komoditas apalagi yang bisa kita beli di Amerika. Kami merekomendasikan dari ESDM adalah yang pertama, kami mengimpor sebagian minyak dari Amerika dengan menambah kuota impor LPG kami. Yang angkanya kurang di atas 10 miliar US$," kata Bahlil di JCC, Jakarta Pusat, Selasa (15/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau ini aja kita menggeser, maka mengalihkan neraca perdagangan kita dengan Amerika tidak akan terjadi lagi. Neraca kita balance, ini yang akan kita lakukan," tambah Bahlil.

Sebelumnya, Bahlil mengungkapkan jumlah impor produk LPG dari Amerika Serikat (AS) sebanyak 54% dari total pengadaan impor dalam negeri. Sisanya LPG diimpor dari Singapura, Afrika, Amerika Latin dan kawasan Timur Tengah.

"Nah, khususnya di sektor ESDM, memang 54 persen impor kita LPG itu dari Amerika," kata Bahlil di Kantor Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, dikutip Kamis (10/4/2025).

Bahlil mengatakan, penambahan jumlah impor LPG dari AS tidak akan menyetop pasokan impor dari Singapura, Afrika, dan Amerika Latin.

"(Impor) dari negara lain tidak distop juga, volumenya yang mungkin dikurangi," katanya.

Ia mengatakan, dalam perhitungan ulang tersebut juga bakal menghitung nilai ekonominya. "Jadi saya pikir semua ada cara untuk kita menghitung, dalam bisnis kan yang penting adalah produk yang diterima di negara kita adalah dengan harga yang kompetitif," tambahnya.

Ia pun menjelaskan, saat ini, penghitungan impor di sektor energi dari AS masih difokuskan pada LPG dan minyak. Untuk minyak, porsi impor dari AS sebanyak 4%. Sementara untuk komoditas lain seperti LNG dan sektor BBM belum masuk perhitungan. Hal ini lantaran belum adanya kebutuhan yang mendesak.

"Sampai dengan hari ini yang kami hitung adalah LPG dan minyak sementara komoditas lainnya di sektor BBM itu belum kami menghitung karena belum ada kebutuhan juga," katanya.

(rrd/rrd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |