Prabowo Teken UU Minerba Terbaru, Ini Pasal yang Diubah

1 day ago 5

Presiden Prabowo Subianto menerbitkan perubahan keempat atas Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara menjadi Undang-Undang Minerba (UU Minerba). Aturan ini ditujukan agar mineral dan batu bara yang berada di dalam wilayah Indonesia untuk meningkatkan nilai tambah bagi perekonomian nasional dalam mewujudkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat secara berkeadilan.

Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 tentang Perubahan Keempat Atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara. Aturan ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan 19 Maret 2025.

Berdasarkan salinan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2025 yang diterima detikcom djielaskan bahwa, keberadaan Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu bara perlu dilakukan perbaikan sebagai pelaksanaan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 64/PUU-XVIII/2020 dan Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 37/PUU-XIX/2021 serta penyesuaian dengan kebutuhan hukum masyarakat.

1. Ketentuan Pasal 5 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 5
(1) Untuk kepentingan nasional, Pemerintah Pusat setelah berkonsultasi dengan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia menetapkan kebijakan nasional pengutamaan Mineral dan/atau Batubara untuk kepentingan dalam negeri.

(2) Untuk melaksanakan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat mempunyai kewenangan untuk menetapkan jumlah produksi, Penjualan, dan harga Mineral logam, Mineral bukan logam jenis tertentu, atau Batubara.

(3) Untuk melaksanakan kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), pemegang IUP atau IUPK pada tahap kegiatan Operasi Produksi wajib memenuhi kebutuhan dalam negeri sebelum ekspor dan mengutamakan pemenuhan kebutuhan badan usaha milik negara yang menguasai hajat hidup orang banyak.

(4) Ketentuan lebih lanjut mengenai pengutamaan Mineral dan/atau Batubara untuk kepentingan nasional sebagaimana dimaksud pada ayat (1), ayat (2), dan ayat (3) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

2. Ketentuan Pasal 17 disisipkan 1 ayat, yakni ayat (1a) sehingga Pasal 17 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17
(1) Luas dan batas WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara ditetapkan oleh Menteri.
(1a) Menteri dalam melakukan penetapan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berkoordinasi dengan Pemerintah Daerah.

3. Ketentuan Pasal 17A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 17A
(1) Dalam hal belum terdapat penetapan tata ruang dan/atau kawasan, penetapan WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara sebagaimana dimaksud dalam Pasal 17 menjadi dasar bagi penetapan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan.

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(3) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan, WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan Mineral logam dan Batubara.

(4) Dalam rangka peningkatan nilai tambah/hilirisasi Mineral logam dan Batubara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan.

(5) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUP Mineral logam dan WIUP Batubara yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

4. Ketentuan Pasal 22A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 22A
(1) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WPR yang telah ditetapkan, WPR tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan rakyat.

5. Ketentuan Pasal 31A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 31A
(1) Penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 31 dilakukan setelah memenuhi kriteria:
a. pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan;
b. ketahanan cadangan;
c. kemampuan produksi nasional; dan/atau
d. pemenuhan kebutuhan dalam negeri.

(2) Dalam hal belum terdapat penetapan tata ruang dan/atau kawasan, penetapan WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) menjadi dasar bagi penetapan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan.

(3) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Dalam hal terdapat perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan, WIUPK tetap berlaku dan tetap dapat dilakukan kegiatan Usaha Pertambangan.

(5) Dalam rangka peningkatan nilai tambah/hilirisasi Mineral dan Batubara, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah dapat melakukan perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan pada WIUPK yang telah ditetapkan.

(6) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin penerbitan perizinan lain yang diperlukan dalam rangka pelaksanaan kegiatan Usaha Pertambangan pada WIUPK yang telah ditetapkan sepanjang telah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

6. Setelah ayat (4) Pasal 35 ditambahkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (5) sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 35
(1) Usaha Pertambangan dilaksanakan berdasarkan Perizinan Berusaha dari Pemerintah Pusat.
(2) Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui pemberian:
a. nomor induk berusaha;
b. sertifikat standar; dan/atau
c. izin.
(3) Izin sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf c terdiri atas:
a. IUP;
b. IUPK;
c. JUPK sebagai Kontrak/Perjanjian; Kelanjutan Operasi
d. IPR;
e. SIPB;
f. izin penugasan;
g. Izin Pengangkutan dan Penjualan;
h. IUJP; dan
i. IUP untuk Penjualan.

(4) Pemerintah Pusat dapat mendelegasikan kewenangan pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) kepada Pemerintah Daerah provinsi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemberian Perizinan Berusaha sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dan ayat (3) mengikuti sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

7. Ketentuan Pasal 51 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51
(1) WIUP Mineral logam diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

(2) Lelang WIUP Mineral logam sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam;
b. kemampuan administratif/manajemen;
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
d. kemampuan finansial.

(3) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam;
b. pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah;
c. penguatan fungsi ekonomi organisasi kemasyarakatan keagamaan; dan
d. peningkatan perekonomian daerah.

(4) Mekanisme pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemberian dengan cara prioritas melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diverifikasi oleh:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi terhadap koperasi; dan
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang usaha kecil dan menengah terhadap badan usaha kecil dan menengah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara lelang atau dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

8. Di antara Pasal 51 dan Pasal 52 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 51A dan Pasal 51B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 51A
(1) Dalam rangka meningkatkan kemandirian dan keunggulan perguruan tinggi, Pemerintah Pusat memberikan WIUP Mineral logam dengan cara prioritas untuk kepentingan perguruan tinggi kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.

(2) Pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam;
b. status perguruan tinggi terakreditasi; dan
c. peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

(3) BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta yang mendapatkan WIUP Mineral logam dengan cara prioritas untuk kepentingan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan sebagian keuntungan kepada perguruan tinggi sesuai dengan perjanjian kerja sama.

(4) Dalam rangka akuntabilitas keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan keuangan terhadap BUMN, badan usaha milik daerah, Badan Usaha swasta, dan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara berkala.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta dan pemberian sebagian keuntungan kepada perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 51B

(1) WIUP Mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada BUMN dan Badan Usaha swasta dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Mineral logam;
b. peningkatan tenaga kerja di dalam negeri;
c. jumlah investasi; dan/atau
d. peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri dan/atau global.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Mineral logam dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

9. Ketentuan Pasal 60 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60

(1) WIUP Batubara diberikan kepada Badan Usaha, koperasi, perusahaan perseorangan, badan usaha kecil dan menengah, atau badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan dengan cara lelang atau dengan cara pemberian prioritas.

(2) Lelang WIUP Batubara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Batubara;
b. kemampuan administratif/manajemen;
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan;
d. kemampuan finansial.

(3) Pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Batubara;
b. pemberdayaan koperasi dan usaha kecil dan menengah;
c. penguatan fungsi ekonomi kemasyarakatan keagamaan; dan organisasi
d. peningkatan perekonomian daerah.

(4) Mekanisme pemberian dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik yang dikelola oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemberian dengan cara prioritas melalui sistem Perizinan Berusaha terintegrasi secara elektronik sebagaimana dimaksud pada ayat (4) diverifikasi oleh:
a. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang koperasi terhadap koperasi;
b. menteri yang menyelenggarakan urusan pemerintahan di bidang usaha kecil dan menengah terhadap badan usaha kecil dan menengah.

(6) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Batubara dengan cara lelang atau dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

10. Di antara Pasal 60 dan Pasal 61 disisipkan 2 (dua) pasal, yakni Pasal 60A dan Pasal 60B sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 60A

(1) Dalam rangka meningkatkan kemandirian dan keunggulan perguruan tinggi, Pemerintah Pusat memberikan WIUP Batubara dengan cara prioritas untuk kepentingan perguruan tinggi kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta.

(2) Pemberian WIUP Batubara dengan cara prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Batubara;
b. status perguruan tinggi terakreditasi; dan
c. peningkatan akses dan layanan pendidikan bagi masyarakat.

(3) BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta yang mendapatkan WIUP Batubara dengan cara prioritas untuk kepentingan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) memberikan sebagian keuntungan kepada perguruan tinggi sesuai dengan perjanjian kerja sama.

(4) Dalam rangka akuntabilitas keuangan, Badan Pemeriksa Keuangan melakukan pemeriksaan keuangan terhadap BUMN, badan usaha milik daerah, Badan Usaha swasta, dan perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (3) secara berkala.

(5) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Batubara dengan cara prioritas kepada BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta dan pemberian sebagian keuntungan kepada perguruan tinggi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sampai dengan ayat (4) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

Pasal 60B

(1) WIUP Batubara dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada BUMN dan Badan Usaha swasta dengan cara prioritas.

(2) Pemberian dengan caга prioritas sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan dengan mempertimbangkan:
a. luas WIUP Batubara;
b. peningkatan tenaga kerja di dalam negeri;
c. jumlah investasi; dan/atau
d. peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri dan/atau global.

(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUP Batubara dengan cara prioritas dalam rangka hilirisasi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

11. Ketentuan Pasal 75 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 75

(1) Pemberian IUPK sebagaimana dimaksud dalam Pasal 74 ayat (1) dilakukan berdasarkan pertimbangan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28.

(2) IUPK sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat diberikan kepada:
a. BUMN;
b. badan usaha milik daerah;
c. koperasi;
d. badan usaha kecil dan menengah;
e. badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan; atau
f. Badan Usaha swasta.

(3) BUMN, badan usaha milik daerah, koperasi, badan usaha kecil dan menengah, dan badan usaha yang dimiliki oleh organisasi kemasyarakatan keagamaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf a sampai dengan huruf e mendapatkan IUPK. mendapat prioritas dalam

(4) Badan Usaha swasta sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf f untuk mendapatkan IUPK dilaksanakan dengan cara lelang WIUPK.

(5) Pemberian WIUPK dengan cara prioritas atau lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (3) dan ayat (4) dilaksanakan oleh Pemerintah Pusat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(6) Pemberian WIUPK sebagaimana dimaksud pada ayat 5 mempertimbangkan:
a. luas WIUPK;
b. kemampuan administratif/manajemen;
c. kemampuan teknis dan pengelolaan lingkungan; dan
d. kemampuan finansial.

(7) Ketentuan lebih lanjut mengenai pemberian WIUPK dengan cara prioritas dan lelang sebagaimana dimaksud pada ayat (5) diatur dengan atau berdasarkan Peraturan Pemerintah.

12. Ketentuan Pasal 100 diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 100

(1) Pemegang IUP atau IUPK wajib menyediakan dan menempatkan dana jaminan Reklamasi dan/atau dana jaminan Pascatambang yang besaran nilainya ditetapkan oleh Menteri.

(2) Dalam rangka memastikan pelaksanaan Reklamasi dan pelindungan dampak Pascatambang bagi masyarakat dan daerah, Menteri melibatkan Pemerintah Daerah.

(3) Menteri dapat menetapkan pihak ketiga untuk melakukan Reklamasi dan/atau Pascatambang dengan dana jaminan sebagaimana dimaksud pada ayat (1).

(4) Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (3) diberlakukan apabila pemegang IUP atau IUPK tidak melaksanakan Reklamasi dan/atau Pascatambang sesuai dengan rencana yang telah disetujui.

13. Ketentuan Pasal 104A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 104A

(1) Dalam rangka peningkatan nilai tambah Mineral dan/atau Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara, Pemerintah Pusat dapat memberikan penugasan kepada lembaga riset negara, lembaga riset daerah, BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta untuk melakukan Penyelidikan dan Penelitian dan/atau kegiatan pengembangan proyek pada wilayah penugasan.

(2) BUMN, badan usaha milik daerah, atau Badan Usaha swasta yang telah melakukan Penyelidikan dan Penelitian dan/atau kegiatan dalam rangka pengembangan proyek pada wilayah penugasan mendapatkan hak menyamai penawaran dalam lelang WIUP atau WIUPK Mineral dan/atau WIUP atau WIUPK Batubara.

14. Ketentuan ayat (1) dan ayat (3) Pasal 108 diubah sehingga Pasal 108 berbunyi sebagai berikut:

Pasal 108

(1) Pemegang IUP dan IUPK wajib menyusun program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat yang terdiri atas:
a. program tanggung jawab sosial dan lingkungan;
b. pelibatan masyarakat lokal dan masyarakat adat yang berada di WP dalam kegiatan Pertambangan; dan
c. program kemitraan usaha dan pemberdayaan ekonomi berbasis komunitas.

(2) Pemegang IUP dan IUPK wajib mengalokasikan dana untuk pelaksanaan program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang besaran minimumnya ditetapkan oleh Menteri.

(3) Penyusunan program sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dikonsultasikan kepada Menteri, Pemerintah Daerah, dan masyarakat lokal dan/atau masyarakat adat.

15. Di antara Pasal 141A dan Pasal 142 disisipkan I (satu) pasal, yakni Pasal 141El sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 1418

Dalam rangka pelaksanaan pembinaan dan pengawasan, sebagian penerimaan negara bukan pajak yang diperoleh dalam pelaksanaan kegiatan usaha Pertambangan Mineral dan Batu bara dikelola oleh Menteri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

16. Ketentuan ayat (1) Pasal 169A diubah dan di antara ayat (1) dan ayat (2) disisipkan 1 (satu) ayat, yakni ayat (la) sehingga Pasal 169A berbunyi sebagai berikut:

Pasal 169A

(1) KK dan PKP2B sebagaimana dimaksud dalam Pasal 169 dapat diberikan perpanjangan menjadi IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian setelah memenuhi persyaratan dengan ketentuan:
a. kontrak/perjanjian yang belum memperoleh perpanjangan dapat mendapatkan 2 (dua) kali perpanjangan dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian masing-masing untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya peningkatan penerimaan negara.
b. kontrak/perjanjian yang telah memperoleh perpanjangan pertama dapat diberikan perpanjangan kedua dalam bentuk IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk jangka waktu paling lama 10 (sepuluh) tahun sebagai kelanjutan operasi setelah berakhirnya perpanjangan pertama KK atau PKP2B dengan mempertimbangkan upaya penerimaan upaya negara.

(1a) Perpanjangan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilaksanakan setelah dilakukan audit lingkungan.

(2) Upaya peningkatan penerimaan negara sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a dan huruf b dilakukan melalui:
a. pengaturan kembali pengenaan penerimaan pajak dan penerimaan negara bukan pajak; dan/atau
b. luas wilayah IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sesuai dengan rencana pengembangan seluruh wilayah kontrak atau perjanjian yang disetujui Menteri.

(3) Dalam pelaksanaan perpanjangan IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian, seluruh barang yang diperoleh selama masa pelaksanaan PKP2B yang ditetapkan menjadi barang milik negara tetap dapat dimanfaatkan dalam kegiatan pengusahaan Pertambangan Batubara sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(4) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian sebagaimana dimaksud pada ayat (l) untuk komoditas tambang Batubara wajib melaksanakan kegiatan Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara di dalam negeri sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(5) Pemegang IUPK sebagai Kelanjutan Operasi Kontrak/Perjanjian untuk komoditas tambang Batubara yang telah melaksanakan kewajiban Pengembangan dan/atau Pemanfaatan Batubara secara terintegrasi di dalam negeri sesuai dengan rencana pengembangan seluruh wilayah perjanjian yang disetujui Menteri diberikan perpanjangan selama 10 (sepuluh) tahun setiap kali perpanjangan setelah memenuhi persyaratan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

17. Ketentuan Pasal 172B diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:
Pasal 172B

(1) WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izin dalam bentuk IUP, IUPK, atau IPR wajib didelineasi sesuai dengan pemanfaatan ruang dan kawasan untuk kegiatan Usaha Pertambangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

(2) Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah menjamin tidak ada perubahan pemanfaatan ruang dan kawasan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) pada WIUP, WIUPK, atau WPR yang telah diberikan izin sepanjang tidak bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

18. Ketentuan Pasal 173A diubah sehingga berbunyi sebagai berikut:

Pasal 173A

Ketentuan dalam Undang-Undang ini berlaku bagi seluruh provinsi di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia sepanjang tidak diatur secara khusus dalam Undang-Undang yang mengatur keistimewaan dan kekhususan daerah tersebut.

19. Ketentuan Pasal 174 diubah sehingga berbunyi sebagai:

Pasal 174

(1) Peraturan pelaksanaan Undang-Undang ini harus telah ditetapkan dalam waktu paling lambat 6 (enam) bulan sejak Undang-Undang ini mulai berlaku.

(2) Pemerintah Pusat, Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia melalui alat kelengkapan yang menangani bidang legislasi, dan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia melalui alat kelengkapan yang menangani bidang perancangan undang-undang wajib melakukan pemantauan dan peninjauan terhadap pelaksanaan Undang-Undang ini 2 (dua) tahun setelah Undang-Undang ini berlaku sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |