REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bayangkan harus memulai hari dengan melihat langit yang kelabu dan menghirup udara yang membuat napas terasa berat. Inilah kenyataan yang dihadapi banyak warga Jakarta setiap harinya, di balik gemerlap kehidupan ibu kota. Udara bersih, yang seharusnya menjadi hak dasar, justru menjadi barang mewah.
Kondisi udara Jakarta seringkali mencapai tingkat yang mengkhawatirkan. Data menunjukkan bahwa konsentrasi PM2.5, partikel halus yang sangat berbahaya, kerap melonjak jauh di atas ambang batas aman yang ditetapkan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO). Partikel jahat ini dengan mudah memasuki paru-paru dan aliran darah, menjadi pemicu silent killer yang mengintai.
Dampaknya terhadap kesehatan tidak main-main. Mulai dari iritasi mata dan batuk-batuk, hingga penyakit pernapasan akut seperti asma dan ISPA. Dalam jangka panjang, paparan terus-menerus meningkatkan risiko stroke, penyakit jantung, dan kanker paru-paru. Setiap tarikan napas di Jakarta, sayangnya, bisa membawa konsekuensi serius.
Menyadari daruratnya situasi ini, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta akhirnya mengambil langkah tegas. Sebuah terobosan kebijakan disusun untuk mengatasi masalah udara dan iklim secara bersamaan, karena kedua hal ini ibarat dua sisi dari koin yang sama.
Jakarta kini sedang menyusun Rancangan Peraturan Daerah tentang Rencana Perlindungan dan Pengelolaan Mutu Udara (RPPMU). Kebijakan ini istimewa karena untuk pertama kalinya, pengendalian pencemaran udara disatukan dengan strategi mitigasi perubahan iklim dalam satu payung hukum yang komprehensif.
"Melalui RPPMU, Jakarta menegaskan komitmen untuk menghadirkan udara bersih sekaligus menurunkan emisi," tegas Kepala Dinas Lingkungan Hidup DKI Jakarta, Asep Kuswanto. Visinya jelas: menjadikan kota ini lebih sehat, tangguh, dan berkelanjutan bagi generasi mendatang.
Inisiatif progresif ini bukanlah wacana semata, melainkan sebuah mandat dari Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021. Artinya, ada landasan hukum yang kuat yang memaksa adanya aksi nyata, bukan sekadar rencana yang tersimpan rapi di dalam laci.
Pendekatannya pun dirancang ilmiah dan terukur. Asep Kuswanto menekankan bahwa fondasi ini penting untuk memastikan pengelolaan kualitas udara dilakukan secara terintegrasi dengan agenda iklim jangka panjang. Tujuannya satu: manfaat langsung bagi warga, yaitu udara yang lebih bersih dan pengurangan risiko kesehatan.
Sebenarnya, Jakarta tidak mulai dari nol. Ibu kota sudah menyiapkan landasan teknis berupa "Jakarta Climate Action Plan" yang menargetkan visi hingga tahun 2050. Rencana ini tidak lagi sekadar konsep, tetapi telah mengintegrasikan data emisi Gas Rumah Kaca (GRK) dan polutan PM2.5 yang selama ini mencekik.
Selain itu, disusun pula Dokumen Rencana Aksi Mitigasi (DRAM) yang melibatkan banyak lembaga lintas sektor. Kolaborasi ini menunjukkan bahwa masalah polusi udara adalah tanggung jawab bersama yang tidak bisa diselesaikan oleh satu instansi saja.
Semua upaya ini diarahkan untuk mencapai target yang ambisius namun mendesak: mengurangi emisi GRK sebesar 30% pada tahun 2030. Target ini berjalan beriringan dengan tujuan utama, yaitu memperbaiki kualitas udara yang setiap hari dinikmati atau lebih tepatnya, "diderita" oleh warga.
sumber : Antara
.png)
1 hour ago
1















































