Pelonggaran TKDN Bisa Jadi 'Misi Bunuh Diri', Pengamat Ingatkan Hal Ini

16 hours ago 2

Jakarta -

Rencana pemerintah melonggarkan kebijakan Tingkat Komponen Dalam Negeri (TKDN) mencuat beberapa waktu terakhir. Usulan pelonggaran TKDN muncul sebagai respons atas kebijakan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang mengenakan tarif resiprokal 32% atas Indonesia, meski penerapannya masih ditunda.

Terkait ini pemerintah diminta berhati-hati sebelum memutuskan kebijakan apa yang akan diambil. Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (Celios), Bhima Yudhistira mengingatkan adanya potensi penurunan investasi jika pemerintah kurang matang mengambil kebijakan.

"Pemerintah jangan asal relaksasi TKDN, investasi bukannya masuk justru banyak yang turun," ujarnya saat dihubungi detikcom, Selasa (15/4/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Bhima menjelaskan, ada tiga hal yang perlu diperhatikan dalam mengambil keputusan soal TKDN. Pertama, di era perang dagang yang tengah terjadi banyak negara meningkatkan perlindungannya terhadap barang impor. Dalam hal ini jika pemerintah terburu-buru merelaksasi TKDN maka pasar dalam negeri rawan kebanjiran produk impor.

"Konteksnya kan ada tiga hal yang harus jadi pertimbangan. Pertama, ini era perang dagang, masing-masing negara sedang meningkatkan perlindungan terhadap barang impor. Kalau Indonesia buru-buru relaksasi TKDN bisa blunder ke banjir barang-barang impor. Itu bisa suicide mission," tegas Bhima.

Kedua, relaksasi impor bakal menambah depresiasi nilai tukar rupiah. Artinya, semakin banyak impor maka kebutuhan terhadap dolar juga akan meningkat. Apalagi impor bahan baku atau barang penolong tanpa relaksasi sudah tembus US$ 169 miliar setara Rp 2.839 triliun sepanjang 2024.

Lalu angka impor bahan baku naik 8,84% year on year, sementara impor barang modal yang mencakup mesin industri dan teknologi melonjak signifikan 19,6% yoy.

Ketiga, banyak perusahaan asing sudah terlanjur investasi puluhan bahkan komitmen ratusan triliun untuk membangun industri domestik. Begitu ada ketidakpastian TKDN, banyak perusahaan yang menurunkan produksi dan rencana ekspansinya.

"Bagaimana nasib kawasan industri yang baru dibangun? Bisa tidak laku," tuturnya.

Sementara itu, Pengamat otomotif dari Institut Teknologi Bandung (ITB) Yannes Martinus Pasaribu menilai rencana melonggarkan TKDN memberikan dampak positif dan negatif. Secara umum, kata dia, rencana itu berpotensi menjadi langkah pragmatis untuk menghindari dampak negatif tarif 32%.

Yannes menilai implementasi TKDN sering mendorong penggunaan komponen lokal yang belum tentu tersedia secara efisien atau kompetitif secara harga dan kualitas. Hal ini berisiko pada membengkaknya biaya produksi dan menurunkan efisiensi rantai pasok industri nasional.

"TKDN sangat rumit, melibatnya terlalu banyak pihak di beberapa kementerian yang kurang terkoordinasi dengan efektif, berbiaya tinggi dan tidak bisa direalisasikan dalam waktu yang singkat. Dampaknya, hanya beberapa merek kuat saja yang mampu atau mau memenuhi persyaratan TKDN," sebut Yannes.

"Dengan menurunkan hambatan investasi melalui pelonggaran TKDN, Indonesia dapat menarik lebih banyak modal asing, khususnya dari AS yang selama ini menilai TKDN sebagai hambatan investasi, yang pada gilirannya dapat menciptakan lapangan kerja baru dan mendorong pertumbuhan ekonomi kita," tambah dia.

Lalu industri yang selama ini kesulitan memenuhi target TKDN dapat bernapas lega dan fokus pada peningkatan efisiensi dan daya saingnya dengan mengimpor part berteknologi tinggi yang belum dibuat industri komponen lokal. Dengan menurunkan beban regulatif, industri-industri yang berinvestasi di Indonesia bisa meningkatkan daya saing regionalnya melawan Vietnam atau Thailand yang lebih ramah investor.

"Sisi minusnya adalah terletak pada industri dalam negeri yang selama ini sudah terlanjur mengandalkan kebijakan TKDN dan berinvestasi sangat besar demi mendapatkan akses pasar lokal pasar bisa terpukul," imbuhnya.

Artinya, perusahaan-perusahaan yang telah berinvestasi dalam pengembangan komponen lokal mungkin akan menghadapi persaingan yang lebih ketat dari produk impor dengan harga parts yang lebih murah.

"Jika ternyata memang terbukti bahwa industri komponen Indonesia selama ini tumbuh berkembang secara nyaman di bawah proteksi kebijakan TKDN tersebut, maka mereka bisa kehilangan pasar domestiknya," tambah Yannes.

Selain itu jika kebijakan TKDN terlalu dibebaskan, risiko banjir impor produk yang lebih murah menjadi sangat nyata dan dapat mengganggu keberlangsungan industri parts dalam negeri secara serius. Tanpa perlindungan yang memadai, perusahaan-perusahaan yang bergantung pada pasar dalam negeri akan menghadapi tekanan besar.

"Dalam jangka pendek, ini bisa memicu penurunan produksi, efisiensi tenaga kerja, hingga penutupan usaha, yang berujung pada gelombang PHK tentunya," tutup dia.

Simak juga Video: Saran Pengamat Ekonomi Untuk Pemerintah soal Kelonggaran TKDN

(ara/ara)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |