BI Pangkas Suku Bunga, Cermati Dampaknya ke Ekonomi dan IHSG

7 hours ago 3

Bank Indonesia (BI) akhirnya memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) pada 20–21 Mei 2025.

 Freepik)

BI Pangkas Suku Bunga, Cermati Dampaknya ke Ekonomi dan IHSG. (Foto: Freepik)

IDXChannel - Bank Indonesia (BI) akhirnya memangkas suku bunga acuan sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) yang berlangsung pada 20–21 Mei 2025.

"Rapat Dewan Gubernur BI pada 20-21 Mei 2025 memutuskan untuk menurunkan BI Rate sebesar 25 basis poin menjadi 5,50 persen," ujar Gubernur BI Perry Warjiyo dalam konferensi pers pengumuman hasil RDG BI Bulan Mei 2025 dengan Cakupan Triwulanan di Jakarta, Rabu (21/5/2025).

Demikian juga dengan suku bunga deposit facility turun 25 basis poin menjadi 4,75 persen dan suku bunga lending facility turun 25 basis poin menjadi 6,25 persen.

Perry menerangkan, keputusan untuk menurunkan BI Rate ini konsisten dengan perkiraan inflasi 2025 dan 2026 yang rendah dan terkendali dalam sasaran 2,5 plus minus 1 persen, upaya mempertahankan stabilitas nilai tukar rupiah sesuai dengan fundamentalnya, serta untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

"Ke depan, BI akan terus mengarahkan kebijakan moneter untuk menjaga inflasi dalam sasarannya dan stabilitas nilai tukar rupiah yang sesuai fundamental dengan tetap mencermati ruang untuk turut mendorong pertumbuhan ekonomi sesuai dinamika yang terjadi pada perekonomian global dan domestik," katanya.

Sesuai Ekspektasi

Keputusan pemangkasan suku bunga BI sejalan dengan ekspektasi pelaku pasar. Dalam survei Reuters yang dilakukan pada 14–19 Mei terhadap 32 ekonom, sebanyak 20 responden atau lebih dari 60 persen memperkirakan BI akan menurunkan suku bunga reverse repo 7 hari dari 5,75 persen menjadi 5,50 persen.

Sementara itu, 12 ekonom lainnya memperkirakan suku bunga akan tetap dipertahankan.

Dari 27 ekonom yang memberikan proyeksi jangka menengah, sebanyak 15 memperkirakan suku bunga acuan akan berada di level 5,25 persen pada akhir kuartal III-2025. Namun, untuk proyeksi tahun depan, belum ada konsensus yang jelas.

Sebagian memperkirakan penurunan sebesar 25 basis poin, sementara yang lain memprediksi pemangkasan hingga 100 basis poin.

Meski begitu, median proyeksi menunjukkan suku bunga acuan diperkirakan berada di level 5,25 persen pada akhir tahun ini, atau turun 50 basis poin dari posisi saat ini. Para ekonom masih mempertimbangkan dampak volatilitas nilai tukar rupiah dalam menetapkan prediksi mereka.

Dampak ke Ekonomi dan Pasar Saham

Pengamat pasar modal Michael Yeoh menilai, pemangkasan suku bunga oleh BI membuka peluang perbaikan bagi perekonomian nasional.

“Pemangkasan suku bunga memberikan potensi bahwa pertumbuhan ekonomi akan membaik,” ujar Michael, Rabu (21/5).

Menurut dia, pelonggaran kebijakan moneter ini akan berdampak pada likuiditas. “Dengan pemangkasan suku bunga ini, jumlah uang yang beredar di masyarakat akan lebih banyak,” katanya.

Selain mendorong konsumsi rumah tangga, lanjut Michael, kebijakan ini juga mendukung pelaku usaha. “Pemangkasan suku bunga akan membantu masyarakat dalam menurunkan bunga pinjaman,” katanya.

Lebih lanjut, kata Michael, cost of fund (biaya dana) dari pengusaha-pengusaha dalam mengajukan pinjaman untuk bisnisnya juga akan lebih rendah.

Namun ia menambahkan, efek jangka pendeknya ke pasar saham—Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)—mungkin belum terasa besar. “Jika kita lihat secara singkat, mungkin tidak terlalu signifikan,” tuturnya.

Ia menjelaskan bahwa pelemahan ekonomi lebih disebabkan oleh tekanan di sisi konsumsi. “Kondisi perekonomian kita yang terjadi deflasi dan kontraksi PMI [Purchasing Managers Index] selama enam bulan berturut-turut terjadi karena lemahnya konsumsi domestik,” imbuhnya.

Solusi untuk kondisi ini, menurutnya, sudah cukup jelas.

“Memang, solusi dari melemahnya konsumsi adalah menaikkan bargaining power masyarakat kita. Mulai dari subsidi dan pemangkasan suku bunga,” katanya.

Namun, menurut Michael, kebijakan tersebut baru bisa dilakukan setelah tekanan terhadap rupiah mulai mereda.

“Hanya saja, selama ini tidak bisa dilakukan karena kondisi rupiah yang sedang dalam tekanan pada awal tahun hingga April,” demikian Michael menutup penjelasannya. (Aldo Fernando)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |