Analis dari BRI Danareksa Sekuritas menyoroti dampak spin-off ini terhadap valuasi ADRO dan AADI.
Menimbang Peluang Untung-Rugi Saham ADRO dan AADI. (Foto: Freepik)
IDXChannel – PT Adaro Energy Indonesia Tbk (ADRO) segera melakukan pemisahan (spin-off) terhadap unit bisnis utamanya, PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI), seiring penawaran saham perdana (IPO) yang akan menjadi salah satu aksi korporasi paling signifikan di 2024.
Langkah ini dirancang untuk memisahkan fokus bisnis antara batu bara termal dan energi hijau, memberikan peluang strategis baru bagi investor ADRO.
Analis dari BRI Danareksa Sekuritas menyoroti dampak spin-off ini terhadap valuasi kedua perusahaan.
Berdasarkan proyeksi, AADI memiliki valuasi ekuitas sekitar USD6,1 miliar, yang menjanjikan potensi kenaikan valuasi hingga lebih dari 100 persen bagi pemegang saham AADI setelah IPO.
Di sisi lain, saham ADRO diperkirakan mengalami koreksi nilai pasar sebesar 9–31 persen akibat berkurangnya kontribusi AADI.
IPO AADI akan menawarkan 778,68 juta saham dengan rentang harga Rp4.590–Rp5.900 per saham, memberikan valuasi Price-to-Earnings Ratio (PER) yang sangat kompetitif, yaitu antara 1,23 hingga 1,59 kali.
BRI Danareksa juga mencatat bahwa 45 persen laba bersih AADI kemungkinan akan dialokasikan untuk dividen, sesuai prospektus IPO.
Investor menghadapi dua pilihan strategis menjelang spin-off ini.
Pertama, mengikuti Penawaran Umum Oleh Pemegang Saham (PUPS) untuk membeli saham AADI, yang dinilai lebih menguntungkan berdasarkan skenario valuasi optimistis, misalnya dari riset Stockbit Sekuritas beberapa waktu lalu.
Kedua, tidak berpartisipasi dalam PUPS, yang berpotensi menyebabkan potensi kerugian, mengingat turunnya valuasi ADRO pasca-spin-off.
Langkah strategis ini mencerminkan ambisi jangka panjang ADRO untuk memperluas portofolio energi hijau.
Dengan proyek besar seperti pembangkit listrik tenaga air (PLTA) Mentarang dan pengembangan rantai pasok panel surya, ADRO menargetkan 50 persen pendapatannya berasal dari bisnis non-batu bara termal pada 2030.
Investor dihadapkan pada pertanyaan besar: apakah memanfaatkan peluang dari valuasi menarik AADI, atau tetap berpegang pada ADRO dengan potensi risiko dan peluang diversifikasi di sektor hijau?
Tantangan dan Peluang
BRI Danareksa Sekuritas memproyeksikan ADRO akan menghadapi tantangan valuasi pasca pemisahan unit bisnis AADI.
Meski begitu, riset terbaru, terbit pada 15 November 2024, menyoroti peluang signifikan bagi AADI untuk mencatatkan arus kas bebas (free cash flow) yang kuat mulai 2026.
BRI Danareksa memperkirakan EBITDA AADI pada tahun fiskal 2025 dan 2026 masing-masing sebesar USD1,24 miliar dan USD1,12 miliar, seiring normalisasi harga batu bara Newcastle di kisaran USD120-110 per ton.
Namun, setelah belanja modal (capex) memuncak di 2025 untuk menyelesaikan proyek pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) senilai USD650 juta, AADI diprediksi mampu menghasilkan arus kas bebas yang stabil.
Dengan begitu, AADI berpotensi membagikan dividen lebih besar dari 45 persen, seperti yang tercantum dalam prospektusnya.
Valuasi AADI dan Dampaknya bagi ADRO
Riset BRI Danareksa menunjukkan nilai ekuitas AADI sebesar USD6,1 miliar, mengacu pada operasional batu bara thermal dan PLTU yang dikelola.
Pasca pemisahan, valuasi ADRO diproyeksikan turun menjadi USD5,3-7,0 miliar, mencerminkan potensi penurunan kapitalisasi pasar sebesar 9-31 persen atau USD0,7-2,4 miliar.
Namun, bagi investor ADRO yang berpartisipasi dalam IPO saham AADI, ada potensi keuntungan hingga 112-171 persen atau setara USD3,0-4,5 miliar.
Masa Depan ADRO di Energi Terbarukan
BRI Danareksa menyoroti pentingnya pengembangan proyek energi terbarukan untuk mendukung valuasi ADRO pasca spin-off.
Perusahaan global dengan portofolio energi hijau mencatat median kapitalisasi pasar sebesar USD1,1 juta per gigawatt (GW). Meski demikian, kata analis BRI Danareksa, proyek hydro power plant (PLTA) ADRO baru akan selesai pada 2030, sehingga visibilitas proyek ini masih menjadi tantangan.
Target Harga Baru
BRI Danareksa menurunkan peringkat ADRO menjadi tahan (hold) dengan target harga baru Rp4.100 per saham sebelum spin-off AADI.
Risiko utama bagi ADRO, kata analis BRI Danareksa, mencakup penurunan harga batu bara dan peningkatan diskon perusahaan induk (holdco discount) pasca pemisahan. (Aldo Fernando)
Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.