Harga minyak mentah ditutup menguat pada Rabu (12/3/2025), melanjutkan pemulihan dari level terendah enam bulan yang tercapai pada Senin.
Harga Minyak Menguat saat Stok AS Bertambah di Bawah Perkiraan. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak mentah ditutup menguat pada Rabu (12/3/2025), melanjutkan pemulihan dari level terendah enam bulan yang tercapai pada Senin. Kenaikan ini terjadi setelah laporan menunjukkan stok minyak AS naik di bawah perkiraan pekan lalu.
Berdasarkan data pasar, kontrak berjangka (futures) minyak WTI naik 1,64 persen dan ditutup di USD67,70 per barel, sementara Brent menguat 1,42 persen menjadi USD70,91 per barel.
Kenaikan harga ini terjadi setelah Badan Informasi Energi AS (EIA) pada Selasa memperkirakan pasar tetap kekurangan pasokan hingga kuartal ketiga. Bulan lalu, lembaga ini memproyeksikan stok minyak mulai meningkat pada akhir Juni.
Mengutip MT Newswires, dalam laporan mingguan yang dirilis Rabu, EIA mencatat stok minyak Amerika Serikat (AS) bertambah 1,4 juta barel pekan lalu, lebih rendah dari perkiraan analis di Oilprice.com yang memproyeksikan kenaikan 2,1 juta barel.
Pelemahan dolar AS juga turut mendukung harga minyak, karena mata uang tersebut tertekan oleh kebijakan perdagangan AS yang tidak menentu. Dolar pada Rabu menyentuh level terendah sejak 5 November, yang menguntungkan komoditas yang dihargakan dalam mata uang ini.
"Kurangnya kebijakan yang koheren menjadi pemicu utama pelemahan dolar saat ini. Situasi masih penuh ketidakpastian. Apakah akan memburuk atau membaik hingga pelemahan dolar berbalik arah? Kepastian mengenai kebijakan ekonomi AS dapat menstabilkan dolar," kata PVM Oil Associates.
Namun, tanda-tanda perlambatan inflasi memberikan sedikit kelegaan bagi investor setelah data menunjukkan kenaikan harga konsumen AS pada Februari lebih rendah dari perkiraan.
Meski demikian, tarif impor agresif yang diterapkan Presiden Donald Trump diperkirakan menaikkan biaya sebagian besar barang dalam beberapa bulan mendatang. Beberapa tarif sudah berlaku, sementara lainnya masih ditunda atau akan segera diberlakukan.
Pasar khawatir bahwa kebijakan tarif dapat meningkatkan biaya bisnis, mendorong inflasi, dan melemahkan kepercayaan konsumen, yang pada akhirnya dapat menghambat pertumbuhan ekonomi.
"Ketakutan terhadap resesi di AS, pelemahan pasar saham, serta kekhawatiran bahwa tarif akan berdampak pada negara-negara besar pengimpor minyak seperti China menambah ketidakpastian pasar. Faktor-faktor ini dapat terus memicu sentimen bearish dan menahan kenaikan harga minyak," ujar chairman dan founder broker GivTrade, Hassan Fawaz.
Di sisi lain, Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) pada Rabu mempertahankan proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global yang relatif kuat pada 2025, dengan menyebutkan bahwa perjalanan udara dan darat akan mendukung konsumsi.
"Ketidakpastian perdagangan diperkirakan menambah volatilitas, seiring kebijakan perdagangan yang terus berkembang. Namun, ekonomi global diharapkan dapat menyesuaikan diri," kata OPEC dalam laporannya.
OPEC juga melaporkan bahwa produksi kelompok OPEC+ meningkat 363.000 barel per hari pada Februari, terutama didorong oleh kenaikan produksi Kazakhstan yang masih tertinggal dalam kepatuhannya terhadap kuota produksi OPEC+. (Aldo Fernando)