Menguak Kisah Sukses Henny Christiningsih, Pemilik Rolupat yang Bawa UMKM Lokal Tembus Pasar Internasional

1 month ago 27

Tuty Ocktaviany , Jurnalis-Sabtu, 30 November 2024 |17:58 WIB

Menguak Kisah Sukses Henny Christiningsih, Pemilik Rolupat yang Bawa UMKM Lokal Tembus Pasar Internasional

Menguak kisah sukses Henny Christiningsih, pemilik Rolupat yang bawa UMKM lokal tembus pasar internasional berkat BRI. (Foto: Tuty Ocktaviany/Okezone.com)

KECINTAAN Henny Christiningsih dengan batik sejak usia belia, rupanya berbuah manis. Pemilik Rolupat Batik & Butik di Rawamangun, Jakarta Timur ini, sukses membantu para Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM) di seluruh Indonesia hingga menembus pasar international berkat dukungan dan pemberdayaan dari Bank Rakyat Indonesia (BRI).

Kesuksesan Henny Christiningsih membangun bisnis fashion, khususnya batik, memang tidak dilakukan secara instan. Dia menjalani proses yang panjang dan bekerja sama dengan para UMKM. Kebetulan juga dia lahir dari keluarga pembatik.
 
“Dulu, awal mulanya karena kecintaan saya pada kebudayaan melestarikan batik, bagaimana mengembangkannya agar tidak musnah,” tutur Henny ditemui Okezone.com di butiknya, kawasan Rawamangun, Jakarta Timur, belum lama ini.

Sukses dengan bisnis batik, Henny juga mengembangkan usahanya ke kuliner. Ide itu muncul karena kecintaannya dengan kuliner di berbagai daerah, lalu dia mencetuskan membuat kafe yang satu tempat dengan usaha batiknya.

Saat mengikuti ajang pameran-pameran, Henny sering mengamati ketika ada kebudayaan batik, pasti sukses. Di situlah dia melihat adanya peluang hingga berinisiasi membuat tempat khusus yang bisa mewadahi karya para UMKM. Tempatnya itu diberi nama Rolupat Batik & Butik.

“Tidak perlu menunggu event. Makanya saya kasih tempat khusus untuk mewadahi kebudayaan canting, tenun, dan lainnya. Sekarang lagi kita naikkin proses canting yang lebih modern dan cepat. Cap lalu dilorot, terus kita masukin canting. Supaya waktu dan teknik pembuatannya tidak terlalu lama. Kalau batik tulis, waktunya lama,” ucapnya.

Menurut Henny, tradisi lama tidak lepas dari canting. Batik akan indah ketika ada proses dicanting.

Momen Henny mendirikan Rolupat Batik & Butik pada 2017, memang tepat. Sebelum adanya Covid-19, mereka bahkan sudah menjalankan bisnis online. Sehingga ketika ada wabah itu, mereka tidak terkena dampaknya. Penjualan mereka malah tinggi.

“Jadi lebih ramai penjualan online. Orang sering beli lewat media sosial. Orang tidak perlu beli di tempat, tapi via online,” ucapnya yang mendapatkan dukungan dari BRI lewat Kredit Usaha Rakyat (KUR).

Bahkan saat kondisi Covid-19, Henny melakukan kegiatan untuk membantu menghidupkan perekonomian yang saat itu lesu dan stagnan.

“Waktu Covid pun, kita bikin program untuk meningkatkan pemberdayaan kuliner dan pelestarian budaya. Kita langsung mengadakan acara mencanting bersama Wali Kota dan ASN pada 2019, jumlahnya mencapai 1.000. Kegiatan itu memecahkan rekor MURI. Jumlahnya beberapa saja di tempat Wali Kota dengan prosedur berjarak, sementara peserta lainnya live streaming. Jadi masing-masing di kelurahan, kecamatan, mencanting dan mereka sangat antusia. Batik dengan menncanting sudah dikenalkan di Wali Kota Jakarta Timur. Akhirnya kalau ada kegiatan tentang mencanting, kegiatan Abang None, kita selalu men-support,” kata Henny.

Saat itu, Henny memberikan kegiatan pelestarian budaya lewat mencanting.

“Saya mengajak mereka lewat mencanting, dampaknya perekonomian kembali berjalan. Setelah kegiatan itu, akhirnya pegiat batik di Jakarta Timur tumbuh kembali, mulai bergerak,” ujarnya.

Pegiat batik di Jakarta Timur kala itu memang sudah ada, hanya tidak terorganisir dengan baik. Sehingga Henny membantu para UMKM dengan membawa produk mereka yang sudah dikurasi ke pameran-pameran hingga tingkat internasional. 

Henny juga menyiapkan tempat untuk memajang karya mereka di Rolupat. “Karya pengrajin UMKM saya bawa ke pameran internasional seperti Turki, Insyaallah ke Jepang. Semua berjalan dengan kemandirian,” katanya.

Henny yang lahir dari keluarga pembatik, terketuk hatinya ingin ikut melestarikannya. Namun, dia mengembangkannya di Jakarta. Dia pun membeli batik secara putus ke pengrajin atau UMKM dan memajangnya di Rolupat.

“Kebanyakan saya kurasi yang bagus. Sekarang mungkin 50 lebih UMKM yang ada di kita. Itu mencakup seluruh wilayah di Indonesia,” katanya. 
Upaya yang dilakukan Henny itu untuk membantu UMKM agar bisa menjalankan roda perekonomian dengan lancar. “Jika ada produk tidak punya nilai jual, tidak laku, maka akan stagnan. Sehingga itu akan berpengaruh. Untuk itu, saya beli putus produk mereka,” katanya.

Kontribusi Henny tidak sebatas beli putus, sehingga membantu perekonomian para UMKM. Namun, Henny juga tidak putus semangat memberikan masukan kepada mereka terkait selera pasar internasional.

“Dengan ide-ide dari mereka, kita kasih sentuhan yang menyesuaikan dengan selera pasar internasional. Itu setelah mengikuti pameran, misalnya dari Korea, Hong Kong, Turki. Sehingga produk mereka tidak melulu yang seperti itu, tetapi disesuaikan dengan minat pembeli. Kita senang juga jika UMKM berkembang,” katanya.

UMKM yang digandeng oleh Rolupat, kata Henny, saat ini sudah luas tidak hanya dari kawasan Rawamangun, Jakarta Timur. Tetapi juga menyasar ke Jawa, ada Pekalongan. Lalu Madura dan Pamekasan.

“Terus menyasar ke kuliner, lebih ke kopi-kopi. Itu ada di Papua. Kita ada punya kerja sama dengan UMKM petani kopi di Papua. Kita beli putus juga,” katanya.

Menurut Henny, sebanyak 50 UMKM yang digandeng, 60 persennya lebih ke fashion. Ini tantangan di kawasan Rawamangun, karena jumlah pegiat batik sedikit dan lebih banyak kuliner. Pasalnya, Jakarta tidak boleh ada limbah batik. 

“Banyaknya dikembangkan ke eco print dan batik Betawi. Fashion batik lebih dominan Pekalongan, Jawa Tengah dan Madura, Pasuruan. Ciri khas batik Betawi, ada motif ondel-ondel, ada pagarnya Betawi. Tidak hanya becak, tanjidor. Sekarang dimasukkan burung, tanaman-tanaman. Saya pikir lebih berkembang ke arah sana. Tren sekarang warna-warnanya lebih keluar. Sekarang modelnya cap sama lorot, hampir konsep warnanya biru, pink. Pesisir lah,” katanya. 

Menurut Henny, pasar di luar negeri lebih suka warna-warna pesisir, Jawa Tengah. “Warna cokelat, Pekalongan, Semarangan,” ujarnya.

Henny mengatakan, kalau ikut pameran ke Eropa dan Turki, pembeli lebih suka warna klasik Jawa Tengah. Warna yang simpel. Mereka mencintai budaya batik tidak untuk dipotong. Buat syal, diikat, dililit. Tidak ingin merusak batik, tidak ingin dicutting.

“Sementara pasar Jepang dan Korea, suka warna-warna abstrak, 3D. Disebut 3D karena pembuatan pewarnaannya tiga kali. Untuk pasar Australia suka untuk hiasan meja, taplak,” katanya. 

Henny mengatakan, BRI banyak membantunya dan memberikan peluang. “Kalau BRI ada kegiatan atau ulang tahun, kita dilibatkan ikut pameran dan gratis. Saya ajak UMKM. Tapi kalau ikut pameran mandiri, saya yang membayar sendiri,” kata Henny. 

Terkait harga produk batik di Rolupat, apakah mahal? 

“Kalau boleh dibilang, relatif. Rolupat punya pasar sendiri, tidak bisa disamakan dengan lainnya. Rolupat tidak ada matinya untuk konsumennya,” kata Henny.

Selain itu, sambung Henny, kualitas batik di Rolupat juga berbeda. Termasuk juga desain, tren model dan produksinya. 

“Kita punya konsumen sendiri. Kita tidak boleh membandingkan. Pasar kita selalu meningkat,” ucanya.

Dapatkan berita up to date dengan semua berita terkini dari Okezone hanya dengan satu akun di ORION, daftar sekarang dengan klik disini dan nantikan kejutan menarik lainnya

Follow WhatsApp Channel Okezone untuk update berita terbaru setiap hari

Follow

Berita Terkait

Telusuri berita lifestyle lainnya

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |