REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Komite Nasional Ekonomi dan Keuangan Syariah (KNEKS) bekerjasama dengan Islamic Development Bank (IsDB) menggelar workhsop bertaraf internasional. Mengusung judul Islamic Microfinance Development and Economic Empowerment Workshop "Beyond Murabaha - Fulfilling the potential of Islamic Finance through promoting Economic Empowerment in Indonesia, workshop ini digelar selama lima hari di Jakarta, tanggal 20–24 Oktober 2025.
Workshop ini diharapkan bisa menjawab mengenai kritik lembaga keuangan syariah (LKS). Banyak kritik yang menyebut LKS mahal dan penggunaan akad bagi hasil untuk penyaluran pembiayaan masih sangat sedikit.
Saat ini, akad pembiayaan di LKS didominasi oleh murabahah yang berbasis jual beli. Kritikan lainnya, LKS masih sedikit menyalurkan pembiayaannya untuk sektor pertanian.
Direktur Eksekutif KNEKS, K.H. Sholahudin Al Aiyub menegaskan keuangan syariah perlu lebih banyak menyalurkan pembiayaanya kepada sektor pertanian. Sektor pertanian adalah sektor yang yang paling banyak menyerap tenaga kerja, mencapai 28,54% pada bulan Februari 2025, merujuk data dari BPS.
“Sayangnya, dari data Juni 2025, kredit dan pembiayaan perbankan untuk pertanian hanya 13,61%. Bahkan bank umum syariah (BUS) dan unit usaha syariah (UUS) menyalurkan pembiayaan ke sektor pertanian hanya sebesar 5,6%, sedangkan untuk Bank Perekonomian Rakyat Syariah (BPRS) hanya sebesar 3%.”Ujar Sholahudin.
Narasumber utama workshop berasal dari kantor pusat IsDB Jeddah dipimpin oleh Syed Hassan Alsagoff. Dia ditemani tim pelatih IsDB lainnya yakni Khalid Jawahir, Ahmad Khalid dan Loyan Abdulle.
Selain dari IsDB ada juga sesi yang diisi oleh KNEKS dan Kementerian Pertanian. Peserta workshop terdiri dari perwakilan asosiasi institusi keuangan mikro syariah (IKMS), kementerian-kementerian terkait, dan lembaga pembiayaan pemerintah.
Dua Kelompok IKMS
Deputi Direktur Lembaga Keuangan Mikro Syariah Model (LKMS) KNEKS Bagus Aryo memberikan materi tentang gambaran dan perkembangan institusi keuangan mikro syariah (IKMS) di Indonesia. Bagus menyampaikan bahwa IKMS adalah LKS yang mendedikasikan layanannya untuk pengusaha mikro.
Di Indonesia, IKMS secara umum terbagi dua kelompok. Pertama adalah koperasi simpan pinjam dan pembiayaan syariah yang diawasi oleh Kementerian Koperasi, yang kedua adalah lembaga keuangan mikro syariah (LKMS) yang diawasi oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Pada workshop ini, kelembagaan LKS yang menjadi fokus pembahasan adalah IKMS.
Tim pelatih dari IsDB memberikan materi pada workshop ini, agar peserta mampu mendesain pembiayaan yang cocok untuk sektor pertanian (petani skala mikro) dengan akad-akad bagi hasil dan salam, selain murabahah.
Desain proses bisnis IKMS yang dilatihkan, mampu menghasilkan produk pembiayaan yang murah bagi nasabah dan memberikan keuntungan yang optimal bagi IKMS. Selain itu, bisnis proses yang dihasilkan akan memberdayakan karena disertai dengan penguatan kapasitas nasabah dan akses pasar.
“Umumnya, proses pembiayaan pada IKMS mengikuti proses kredit lembaga keuangan konvensional. Setelah calon nasabah mengajukan pembiayaan, lalu akan diseleksi melalui analisis kelayakan usaha, survey dan lain-lain. Namun pada workshop ini peserta akan diberi konsep bisnis proses IKMS yang baru,” ujar Ahmad Khalid pada salah satu sesi di workshop ini.
Khalid menambahkan, proses bisnis yang dilatihkan tim IsDB tidak seperti yang lazim dilakukan oleh LKS dan LKK saat ini. Proses bisnisnya justru diawali dengan memilih usaha yang layak, lalu melakukan perbaikan model bisnis pada usaha yang dipilih.
Selanjutnya, usaha yang dipilih dibangun pada suatu skala ekonomi yang layak sehingga bisa berkeuntungan berkelanjutan. Setelah itu, barulah merekrut calon-calon nasabah untuk terlibat pada bisnis yang dibangun tersebut.
Dengan demikian, bisnis prosesnya adalah membangun usaha yang layak untuk pengusaha mikro, bukan menyeleksi pengusaha mikro. Usaha yang dikembangkan adalah usaha berskala ekonomi (besar) dan memotong mata rantai tata niaga atau value chain sehingga terjadi efisiensi. Dengan efisiensi tersebut, maka margin atau bagi hasil nasabah pada IKMS akan menjadi lebih murah dibandingkan kredit ke institusi keuangan mikro konvensional (IKMK).
Perubahan Mindset IKMS
Pada sesi berikutnya, narsumber menambahkan perlu ada perubahan mindset pada IKMS. Mind set IKMS harus diubah yang semula adalah “makelar uang” beralih sebagai pebisnis pemberdaya. Dengan mindset baru tersebut maka LKS akan benar-benar menguasai bisnis, sehingga LKS tidak memerlukan jaminan.
Workshop ini tidak hanya pemberian materi namun praktek latihan, peserta diminta untuk melakukan pemilihan usaha unggulan, analisis value chain dan desain produk pembiayaan.
Dukungan IsDB untuk pengembangan model bisnis pembiayaan syariah yang murah dan memberdayakan bagi sektor pertanian, tidak berhenti pada workshop ini saja. Dukungan akan dilanjutkan dengan pilot project untuk mengimplementasikan hasil workshop ini. Untuk pilot project tersebut, IsDB akan memberikan grant untuk technical assistance dan pembiayaan untuk dana bergulirnya.
Adanya workshop diharapkan menjadi pemantik untuk mewujudkan adanya IKMS yang murah dan memberdayakan. Dengan IKMS seperti itu, maka tidak perlu lagi repot-repot mengkampanyekan haramnya Institusi keuangan mikro konvensional (IKMK).
Masyarakat akan berbondong-bondong ke IKMS karena harga yang murah dan mendapatkan pelayanan non keuangan seperti pembinaan dan akses pasar. Selain itu, dengan penerapan model bisnis baru hasil workshop ini, maka akan banyak IKMS yang terjun ke sektor pertanian sehingga berkontribusi positif untuk mewujudkan swasembada pangan.
.png)
12 hours ago
2













































