Para debitur ini mulanya hanya mengajukan pinjaman dengan nilai kecil, namun berkembang menjadi puluhan juta seiring waktu berjalan.
Kisah Gali Lubang Tutup Lubang Bayar Pinjol, dari Rp600.000 ke Rp40 Juta. (Foto: Freepik)
IDXChannel—Banyak kisah gali lubang tutup lubang bayar pinjol yang menjerat debitur. Para debitur ini mulanya hanya mengajukan pinjaman dengan nilai kecil, namun berkembang menjadi puluhan juta seiring waktu berjalan.
Cerita ini dikisahkan oleh narasumber wanita dalam kanal YouTube Gritte Agatha. Tanpa menyebutkan nama dan wajah yang disamarkan, dia bercerita nilai utangnya yang pertama hanya berjumlah Rp600.000 saja.
Namun karena gali lubang tutup lubang, nilai utang itu berkembang menjadi Rp40 juta dari 21 aplikasi pinjol. Baik aplikasi legal maupun yang ilegal. Masa gali lubang tutup lubang ini terjadi selama 10-11 bulan.
Awalnya, narasumber mengaku pinjaman online menjadi satu-satunya alternatif sumber pinjaman yang paling mudah diakses dan cepat prosesnya. Secara bersamaan, dia tengah membutuhkan pinjaman cepat.
“Awalnya untuk kebutuhan sekolah adik. Dari Rp600.000, saya harus bayar Rp800.000, tapi saat itu gaji pas-pasan. Ada banyak kebutuhan. Akhirnya dalam jangka 14 hari itu saya masih belum bisa bayar pelunasan,” tuturnya.
Dari situlah, demi melunasi utang pada aplikasi pertama, narasumber terpaksa membuka pinjaman di aplikasi lain demi menutup utang tersebut. Keadaan diperparah karena sebagai debitur baru, dia hanya bisa mendapatkan limit yang rendah.
Sehingga agar bisa melunasi Rp800.000, dia harus membuka pinjaman di dua aplikasi. Seperti diketahui, debitur baru biasanya hanya boleh meminjam dengan nilai Rp500.000, angka ini pun tidak 100 persen masuk ke kantong debitur karena ada potongan biaya.
Narasumber akhirnya terjebak lingkaran setan dan sulit keluar. Dari satu pinjaman, dia membuka pinjaman baru di aplikasi yang berbeda demi menutup utang lama yang tenornya terbilang cukup singkat.
“Kurang lebih sekitar 21 aplikasi. Itu mutar, dari yang enggak ada di Play Store, sampai ada yang di Play Store,” lanjutnya.
Narasumber pun mulanya merasa optimistis mampu membayar utangnya, dia juga mengaku tidak begitu mengerti apa risiko pinjaman online. Sampai akhirnya utang-utang itu tidak lagi dapat dikendalikan.
Inilah salah satu kesalahan fatal yang diakuinya sendiri. Dia tidak melakukan riset mendalam untuk mencari tahu risiko dan besaran bunga, yang dia tahu, pinjaman online prosesnya cepat karena hanya membutuhkan KTP.
Dia bahkan sempat menjalan usaha kecil-kecilan untuk mempercepat pelunasan utang. Namun tetap saja tidak cukup. Pemasukan dari bisnis, dari gaji, semuanya habis untuk membayar utang-utang pinjol.
“Saya pikir harus buka usaha buat mempercepat pelunasan. Modalnya pun saya ambil dari situ (pinjaman online). Ini terjadi di bulan ketiga, tapi ternyata enggak ada sisanya. Menghasilkan, tapi semuanya habis buat bayar utang,” kata dia.
Setiap kali dia mendapatkan keuntungan, selalu ada jatuh tempo yang harus diurus. Apalagi tenor-tenor pinjaman online dulu masih cukup singkat, hanya 7-14 hari.
Nilai pinjamannya pun sebenarnya tidak terlalu besar. Pinjaman terbesarnya dari satu aplikasi adalah Rp2,5 juta. Namun karena gali lubang tutup lubang, nilai utang membengkak hingga Rp40 juta.
Ironisnya, narasumber membuka banyak pinjaman di aplikasi pinjol karena takut bermasalah dengan debt collector dan berniat untuk melunasi utang lamanya. Namun pada akhirnya, ketakutan itu malah menjebaknya pada skema gali lubang tutup lubang.
Dia sempat diteror debt collector. Semua teman dan kenalannya di kontak dihubungi, foto KTP-nya disebar, bahkan bosnya pun ikut menerima teror dari debt collector. Untungnya, bosnya cukup pengertian untuk tidak memecatnya.
Sebagian besar utang narasumber kini telah berhasil dilunasi dengan bantuan orang tuanya, tersisa sekitar Rp11 juta. Namun narasumber kini tidak lagi membuka pinjaman-pinjaman baru untuk melunasi utang dan berhenti total memakai pinjol.
Itulah kisah gali lubang tutup lubang bayar pinjol yang dapat dijadikan pelajaran.
(Nadya Kurnia)