REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Jarum jam sudah menunjukkan pukul 06.00. Ketika jalanan Jakarta mulai ramai, Riyadi (36), driver ojok online (daring) sudah siap dengan jaket kerja dan helm di tangannya.
Ia tak tahu jam berapa pulang, tergantung seberapa lelah berkendara dan pendapatan yang diperoleh. “Biasanya saya mulai jam enam. Pulangnya? Ya, secapeknya aja. Kadang jam 9 atau 10 malam,” ceritanya kepada Republika, Selasa (6/8/2025).
Selama empat tahun bergabung menjadi ojek online, pendapatan Riyadi tidak menentu. Dalam sehari, Riyadi bisa membawa pulang Rp150-250 ribu. Kalau sedang ramai dan banyak perjalanan jarak jauh, pendapatannya bisa tembus Rp350 ribu.
“Gak nentu sih, kadang ramai, kadang sepi, apalagi kalau hujan,” katanya.
Untuk menjaga penghasilannya tetap stabil, Riyadi mengandalkan strategi pemilihan lokasi dan waktu ngetem. “Harus pintar-pintar baca situasi. Kalau salah lokasi, bisa nunggu orderan sampai sejam lebih,” ujarnya.
Bukan perkara mudah menjaga ritme kerja agar tetap produktif di tengah persaingan ribuan pengemudi lainnya.
Robbi (28), driver yang baru dua tahun bergabung sebagai mitra juga mengatakan bahwa kuncinya ada pada lokasi dan waktu.
“Kalau siang saya ngetem di sekitar rumah makan, kampus, atau perkantoran. Soalnya jam makan siang pasti rame. Malamnya pindah ke stasiun atau mal, banyak yang pulang kerja atau mau jalan,” ujar Robbi.
Selain memilih lokasi strategis, Robbi juga rutin mengejar bonus harian yang disediakan aplikasi. “Kalau kejar bonus, saya bisa dapet tambahan Rp50–70 ribu. Tapi capeknya ya dua kali lipat,” katanya sambil tertawa kecil.
Jerat Judol
Di sela menunggu order, banyak ojek online mengisi waktu dengan ngobrol, ngopi, atau sekadar bermain ponsel. Namun, tak jarang pula, aktivitas itu berubah menjadi kebiasaan yang lebih berisiko, judi online.
“Awalnya iseng liat temen main slot. Katanya gampang dapet duit, cuma putar-putar doang,” cerita Robbi.
Ia mengaku pernah hampir ikut-ikutan karena sering melihat teman satu komunitas menunjukkan tangkapan layar saldo kemenangan ratusan ribu bahkan jutaan rupiah.
“Udah sempet buka website-nya, mau coba. Tapi istri saya tau. Langsung dimarahin. Katanya, ‘Capek-capek narik masa mau dihabisin buat main begituan?’ Akhirnya saya gak jadi,” ceritanya.
Menurut Robbi, godaan judi online begitu mudah masuk karena top up bisa dilakukan lewat dompet digital yang mereka gunakan untuk transaksi sehari-hari. “Praktis banget, itu yang bahaya,” ujarnya.
Budi (41), seorang driver senior yang sudah narik sejak era ojek online baru mulai populer di Jakarta, membenarkan bahwa judi online cukup marak di kalangan driver.
“Awalnya keliatan gampang dapet uang. Tapi saya lihat kayaknya yang kalah lebih banyak,” kata Budi. Ia sendiri memilih tidak terlibat.
“Saya mikir, saya kerja buat anak istri. Kalau uangnya malah ilang buat begituan, ya rugi.”
Menurut Budi, godaan judi online sangat mungkin terjadi karena sifat kerja driver yang fleksibel, sering menunggu, dan punya akses digital yang tinggi. “Waktu luang banyak. Kalau kita nggak kuat iman, ya bisa kebawa arus,” katanya.