Bagi J Trust Bank, status PKPU Sementara telah membawa kerugian bagi para kreditur, termasuk juga pihak PPRO sendiri.
Jadi Kreditur, J Trust Bank (BCIC) Anggap Status PKPU Justru Rugikan PP Property (PPRO) (foto: MNC media)
IDXChannel - PT Bank JTrust Indonesia Tbk (BCIC), atau J Trust Bank, mengonfirmasi posisinya sebagai salah satu kreditur yang turut mengucurkan pembiayaan bagi PT PP Property Tbk (PPRO).
Atas posisi tersebut, pihak J Trust Bank pun turut angkat bicara terkait status Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang (PKPU) Sementara yang kini telah disematkan pada anak usaha PT PP Tbk (PTPP) tersebut.
Bagi J Trust Bank, status PKPU Sementara telah membawa kerugian bagi para kreditur, termasuk juga pihak PPRO sendiri.
"Jumlah yang diajukan penggugat (vendor proyek/supplier) sejumlah kurang lebih Rp900,000,000,- sangat tidak material jika dibandingkan dengan total aset PPRO sebesar hampir Rp19 triliun. Termasuk jika dibandingkan dengan total utang bank sebesar Rp1,77 triliun," tulis J Trust Bank, dalam pernyataan resminya, yang dirilis, pekan lalu.
Dalam hal ini, pihak J Trust Bank juga mempertanyakan teknis pengelolaan PPPRO sebagai salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), hingga tidak mampu membayar utang serta bertanggung jawab pada mitra usaha, seperti supplier dan kreditur, bahkan kepada masyarakat Indonesia.
Kondisi PKPU sementara, lanjut J Trust Bank, juga dapat berdampak buruk pada keberlangsungan usaha dan reputasi PPRO sendiri, termasuk menurunkan kepercayaan investor, kreditur, konsumen, vendor proyek/supplier, serta para pemangku kepentingan lainnya.
"Kejadian ini menjadi preseden buruk karena perusahaan dengan mudahnya dapat digugat dan/atau mungkin dipailitkan oleh pihak-pihak tertentu," tulis J Trust Bank.
Pihak J Trust Bank pun khawatir bila PKPU tidak difungsikan dengan sebenarnya, maka akan menjadi sesuatu hal yang sangat merugikan, seperti rusaknya kepercayaan pemangku kepentingan kepada pihak-pihak yang terlibat pada proses PKPU itu sendiri.
Pada 7 Oktober 2024, Majelis Hakim Pengadilan Niaga pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat telah menetapkan PPRO dalam keadaan PKPU Sementara selama 45 hari.
Sebelumnya, Direktur Utama PPRO, Andek Prabowo, telah menyatakan bahwa selama status PKPU Sementara, PPRO tidak boleh membayar utang dan tidak dapat dipaksa untuk membayar utang kepada kreditur.
"Kecuali, pembayaran utang tersebut dilakukan ke seluruh kreditur," ujar Andek, dalam keterangan resminya.
Sebagai informasi, PPRO sendiri diketahui memulai bisnis di bidang properti sejak 1991 silam. Perusahaan ini masih berstatus sebagai salah satu unit bisnis non-konstruksi di bawah naungan induk usahanya, yaitu PTPP.
Pada 2013, PTPP mengeluarkan kebijakan pemisahan divisi properti menjadi perusahaan berbadan hukum perseroan terbatas dengan nama PT PP Properti, dan dicatatkan pada Bursa Efek Indonesia pada 2015.
Portofolio bisnis PPRO meliputi residential, hotel, mal, hingga edutainment. Total lebih dari 30 aset tersebar di seluruh Indonesia.
Sebagai pemegang saham pengendali, PTPP diketahui menguasai kepemilikan sebesar 64,96 persen atas saham PPRO. Sementara, pemegang saham lainnya, meliputi PT Asuransi Jiwa IFG sebesar 7,88 persen, PT Asabri (Persero) sebesar 5,33 persen, dan masyarakat sebesar 21,53 persen.
Berdasarkan laporan keuangan Juni 2024, PPRO memiliki aset sebesar Rp18.993.542.718.625, liabilitas sebesar Rp16.169.058.350.606, dan ekuitas sebesar Rp2.824.484.368.018. Tercatat rugi bersih tahun berjalan sebesar Rp462.279.227.836.
(taufan sukma)