Harga minyak mentah Brent naik 2,3 persen menjadi USD64,7 per barel, sementara WTI menguat 2,4 persen menjadi USD61,50 per barel pada Jumat (13/4/2025).
Harga Minyak Terus Tertekan, Melemah Dua Pekan Berturut. (Foto: Freepik)
IDXChannel – Harga minyak mentah Brent naik 2,3 persen menjadi USD64,7 per barel, sementara WTI menguat 2,4 persen menjadi USD61,50 per barel pada Jumat (13/4/2025).
Meski ada kenaikan di akhir pekan, harga minyak Brent tercatat turun 1 persen sepanjang pekan ini, melanjutkan pelemahan selama dua pekan berturut-turut. Sebelumnya, harga Brent anjlok 9,9 persen pada pekan lalu, sementara WTI juga turun 1,26 persen pekan ini setelah penurunan 10,6 persen pada pekan sebelumnya.
Kenaikan pada Jumat terjadi setelah Menteri Energi AS, Chris Wright, mengisyaratkan bahwa Washington mungkin akan mengambil langkah untuk memblokir ekspor minyak Iran guna menekan Teheran terkait program nuklirnya.
Namun, kekhawatiran atas sengketa dagang antara AS dan China terus membebani prospek permintaan. China menaikkan tarif impor barang AS menjadi 125 persen, sementara Gedung Putih mengonfirmasi bahwa total tarif AS atas produk China kini mencapai 145 persen.
Menurut Reuters, pernyataan Wright muncul di tengah upaya AS untuk menghentikan program nuklir Iran. Negara tersebut tercatat mengekspor 1,6 juta barel per hari pada 2024.
Sengketa dagang yang terus memburuk terjadi setelah Presiden AS Donald Trump pada Rabu sempat mengumumkan penundaan tarif balasan terhadap sebagian besar negara, yang sempat memicu euforia singkat di pasar saham. Namun, investor segera menyadari bahwa tarif tinggi terhadap negara mitra utama seperti China, Meksiko, dan Kanada masih tetap berlaku.
“Meski tarif tertinggi ditunda selama 90 hari, tarif menyeluruh 10 persen serta bea 25 persen atas sebagian besar impor dari Meksiko dan Kanada, termasuk mobil, baja, dan aluminium, masih tetap diterapkan. Ditambah lagi dengan terus meningkatnya tarif impor China, dan sebaliknya, maka situasi ini jauh dari menggembirakan,” demikian mengutip analisis PVM Oil Associates.
Perang tarif yang berkepanjangan berpotensi memperlambat pertumbuhan ekonomi global, memicu inflasi, dan menurunkan permintaan minyak. Badan Informasi Energi AS (EIA) memangkas proyeksi pertumbuhan permintaan minyak global pada 2025 menjadi 0,9 juta barel per hari, dari sebelumnya 1,3 juta.
“Kami menilai pertumbuhan permintaan minyak akan melambat, dan karena itu kami menurunkan proyeksi konsumsi global. Kami kini memperkirakan konsumsi minyak dunia meningkat 0,9 juta barel per hari pada 2025 dan 1,0 juta barel per hari pada 2026, masing-masing turun 0,4 juta dan 0,1 juta dibandingkan proyeksi sebelumnya,” kata EIA.
Namun lembaga ini juga mencatat bahwa ketidakpastian masih tinggi karena perubahan kebijakan dagang dapat memengaruhi berbagai skenario pertumbuhan ekonomi.
Sementara itu, dari sisi pasokan, OPEC+ justru mengejutkan pasar dengan mempercepat rencana peningkatan produksi. Kartel tersebut berencana menambah pasokan sebesar 411.000 barel per hari pada Mei sebagai bagian dari pengembalian produksi 2,2 juta barel per hari yang sempat dipangkas. Di sisi lain, pasokan dari produsen di luar OPEC+ juga terus meningkat.
EIA memperkirakan bahwa persediaan minyak global bertambah 0,6 juta barel per hari pada kuartal II 2025 dan rata-rata 0,7 juta barel per hari pada paruh kedua 2025. Tren akumulasi ini diperkirakan akan berlanjut hingga 2026.
Dengan risiko dari sisi permintaan maupun pasokan yang terus berkembang, harga minyak masih berada di bawah tekanan. (Aldo Fernando)