Harga minyak mentah dunia menguat pada Senin (21/10/2024) setelah China menurunkan suku bunga guna merangsang ekonominya yang melemah.
Harga Minyak Dunia Rebound Didorong Pemangkasan Suku Bunga China. (Foto: Reuters)
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia menguat pada Senin (21/10/2024) setelah China menurunkan suku bunga guna merangsang ekonominya yang melemah.
Data pasar menunjukkan, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent ditutup naik 1,23 persen secara harian ke level USD74,07 per barel, sedangkan minyak jenis WTI terapresiasi 0,40 persen ke posisi USD69,68 per barel pada Senin.
Kedua kontrak minyak tersebut kembali meningkat usai melemah 6 hari beruntun.
Dalam khasanah analisis teknikal, kenaikan ini kerap disebut technical rebound seiring harga minyak menyentuh level support terdekat.
Technical rebound didorong aksi beli yang dilakukan para investor atau trader yang menganggap harga sudah terlalu rendah, sehingga mendorong harga naik untuk sementara waktu.
Setelah rebound, harga aset bisa kembali turun atau bahkan melanjutkan tren kenaikannya, tergantung kondisi pasar lebih lanjut.
Kenaikan ini terjadi setelah Bank Sentral China (PBOC) pada Senin menurunkan suku bunga acuan menjadi 3,1 persen dari sebelumnya 3,35 persen, sebagai upaya untuk mencapai target pertumbuhan PDB 5 persen tahun ini setelah pekan lalu melaporkan pertumbuhan 4,6 persen di kuartal III-2024.
Pemotongan suku bunga ini adalah langkah terbaru China untuk mendongkrak ekonominya yang tertekan oleh krisis utang di sektor real estat, lemahnya konsumsi, dan meningkatnya pengangguran.
Permintaan minyak negara tersebut, yang naik satu juta barel per hari pada 2023, diperkirakan hanya akan naik 0,1 juta barel per hari tahun ini dan 0,3 juta barel per hari pada 2025, menurut Administrasi Informasi Energi (EIA) AS, seiring pelemahan ekonomi dan transisi ke energi terbarukan.
"Meski para pengamat minyak yang masih optimis merasa senang melihat munculnya harapan perubahan di China akibat stimulus, ada peringatan akan penurunan harga Minyak Pemanas, Gasoil, dan Diesel," kata PVM Oil Associates, dikutip MT Newswires, Senin (21/10).
Namun, langkah-langkah China memberikan dukungan bagi harga minyak setelah harga WTI turun 8 persen pekan lalu.
Hal tersebut di tengah meredanya kekhawatiran bahwa Israel akan menyerang infrastruktur energi Iran, sambil menimbang respons terhadap serangan rudal negara tersebut pada 1 Oktober.
Permintaan tetap rendah di tengah OPEC+ siap menambah 180.000 barel per hari ke pasar mulai Desember, saat mereka mulai mengakhiri pemotongan produksi sukarela sebesar 2,2 juta barel per hari.
Pasar memperkirakan peluang sebesar 89,3 persen untuk penurunan suku bunga sebesar 25 basis poin pada pertemuan Bank Sentral AS Federal Reserve (The Fed) November, dengan peluang 10,7 persen bahwa bank sentral akan mempertahankan suku bunga, menurut alat FedWatch dari CME.
Imbal hasil obligasi AS bertenor 10 tahun naik 11,9 basis poin menjadi 4,194 persen.
Pekan lalu, reli harga minyak kembali berbalik turun akibat laporan ekonomi yang pesimis dari China.
Data inflasi China untuk September menunjukkan harga konsumen hanya naik 0,4 persen, di bawah ekspektasi para ekonom yang memperkirakan kenaikan 0,6 persen.
Ini merupakan peningkatan harga paling lambat dalam tiga bulan.
Meskipun harga konsumen yang lebih rendah biasanya dianggap positif bagi harga minyak, para ahli menafsirkan perlambatan inflasi China sebagai cerminan dari melemahnya permintaan yang diperkirakan akan terus melemah seiring perlambatan inflasi.
"China menghadapi tekanan deflasi yang terus-menerus akibat lemahnya permintaan domestik. Perubahan kebijakan fiskal seperti yang disampaikan dalam konferensi pers kemarin (Sabtu) dapat membantu mengatasi masalah ini," kata Pinpoint Asset Management yang berbasis di Hong Kong. (Aldo Fernando)