Jakarta -
Produsen wadah penyimpanan makanan asal Amerika Serikat (AS), Tupperware resmi menutup bisnisnya di Indonesia usai 33 tahun beroperasi. Keputusan itu berlaku per 31 Januari 2025.
Melalui pengumuman resminya, Tupperware Brands Corporation memutuskan untuk menghentikan aktivitasnya di sebagian besar negara, termasuk Indonesia. Keputusan ini merupakan bagian dari langkah global perusahaan.
"Dengan berat hati, kami mengumumkan bahwa Tupperware Indonesia secara resmi telah menghentikan operasional bisnisnya sejak 31 Januari 2025. Keputusan ini adalah bagian dari langkah global perusahaan," tulis pengumuman di Instagram resmi @tupperwareid, dikutip Minggu (13/4/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Perusahaan menyebut sepanjang 33 tahun beroperasi di Indonesia bukanlah waktu yang singkat. Dalam kurun waktu itu, Tupperware telah menjadi bagian dari dapur, meja makan dan momen berharga keluarga Indonesia.
"Dari bekal si kecil hingga hantaran penuh cinta, kami bangga telah menemani perjalanan Anda dengan produk yang dirancang untuk menginspirasi gaya hidup sehat, praktis dan modern," ujar Tupperware Indonesia.
Tupperware Indonesia juga menyampaikan rasa terima kasih atas kepercayaan dan dukungan yang telah diberikan selama ini kepada perusahaan.
"Setiap perjalanan pasti memiliki akhir. Perjalanan luar biasa kami bersama keluarga Indonesia kini tiba di penghujung jalan," imbuhnya.
Berdasarkan catatan detikcom, Tupperware sedang bertahan di tengah pelemahan permintaan selama bertahun-tahun. Merek ternama ini sempat dikabarkan bangkrut.
Seiring berjalannya proses bisnis, Tupperware Brands tidak jadi bangkrut karena menempuh opsi menjual bisnisnya kepada kreditur senilai US$ 23,5 juta atau setara Rp 369,68 miliar (kurs Rp15.731). Perusahaan juga melepas bisnisnya kepada kreditur dalam bentuk keringanan utang senilai US$ 63 juta atau setara Rp 990,73 miliar.
Adapun kreditur utama Tupperware itu ialah Alden Global Capital, Stonehill Institutional Partners dan Bank of America. Mereka akan mendapatkan nama merek Tupperware dan asetnya di pasar inti termasuk AS, Kanada, Meksiko, Brasil, Tiongkok, Korea, India dan Malaysia.
"Perusahaan berencana untuk menghentikan operasinya di pasar tertentu dan beralih ke model bisnis yang mengedepankan teknologi serta tidak terlalu bergantung pada aset," kata CEO Tupperware Laurie Ann Goldman dikutip dari Reuters, Sabtu (2/11/2024).
Belum Ada Laporan PHK
Kementerian Ketenagakerjaan (Kemnaker) mengaku belum menerima aduan terkait adanya pemutusan hubungan kerja (PHK) yang dilakukan Tupperware Indonesia.
"Nggak ada laporan (PHK Tupperware Indonesia)," kata Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan Kemnaker, Indah Anggoro Putri kepada detikcom.
Indah menyebut tidak semua PHK harus dilaporkan ke Kemnaker, sepanjang hal itu disepakati kedua belah pihak yakni perusahaan dan pegawai.
"Mungkin sepakat PHK-nya. Tidak semua harus ngadu ke Kemnaker kalau PHK disepakati kedua belah pihak (pekerja dan pengusaha)," ucap Indah.
Dihubungi terpisah, Presiden Partai Buruh sekaligus Presiden Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) Said Iqbal menyebut model bisnis yang digunakan perusahaan mengacu pada sistem Multi Level Marketing (MLM). Alhasil, ia tidak mendapatkan informasi terkait buruh yang terdampak atas penghentian operasional Tupperware Indonesia.
"Tidak ada infonya (jumlah buruh yang terdampak penghentian operasi Tupperware Indonesia) karena penjualannya sistem MLM," kata Said.
(aid/rrd)