Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan generasi Z atau Gen-Z
Gen-Z Perlu Perkuat Literasi Keuangan, Budgeting, Dana Darurat, dan Tidak FOMO
IDXChannel - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dan Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan bahwa indeks literasi keuangan dan inklusi keuangan generasi Z atau Gen-Z menjadi yang terendah dalam skala nasional.
Bahkan Kepala Eksekutif Pengawas Perilaku Pelaku Usaha Jasa Keuangan, Edukasi, dan Perlindungan Konsumen OJK, Frederica Widyasari Dewi, Agustus lalu mengungkapkan bahwa kelompok usia 15-17 tahun memiliki tingkat literasi dan inklusi keuangan yang paling rendah.
Hal ini senada dengan hasil riset kredit Karma pada 2018 lalu dimana ditemukan bahwa sebanyak 39 persen Gen-Z memiliki utang untuk mengikuti tren dalam komunitasnya.
Sedangkan berdasarkan riset IDN yang bernama Research Institute pada 2019, alokasi tabungan dari pendapatan pada Gen-Z hanya 10,17 persen.
Ini menekankan bahwa mereka juga minim investasi, meski secara umum mereka dianggap mengerti tentang pengetahuan menabung.
Di tengah pesatnya perkembangan teknologi dan dinamika ekonomi global yang semakin kompleks, Gen-Z, juga tumbuh dengan internet dan kecenderungan mencari solusi finansial yang cepat dan efisien, sehingga menghadapi tantangan besar dalam mengelola keuangan secara bijak.
Mencermati hal tersebut, platform literasi investasi Tumbuh Makna bekerja sama dengan Universitas Serang Raya mengadakan webinar bersama puluhan mahasiswa dengan tema “Financial Cerdas Gen-Z: Strategi Kelola Dana dan melek Digital Menuju Masa Depan Sejahtera”.
Benny Sufami, Co-Founder Tumbuh Makna, memberikan sejumlah tips penting agar Gen-Z dapat mengelola keuangan dengan benar, yakni melalui membangun kebiasaan finansial yang sehat, dan menghindari risiko kerugian di masa depan.
“Keberhasilan finansial tidak datang dalam semalam, melainkan melalui kebiasaan yang dibentuk secara konsisten, seperti menabung, mengelola pengeluaran, dan merencanakan keuangan dengan disiplin. Kebiasaan yang sehat akan menjadi fondasi kuat bagi kestabilan keuangan di masa mendatang,” ujarnya.
Benny menekankan bahwa memiliki anggaran atau budgeting yang jelas adalah kunci menuju kebebasan finansial, sekaligus pentingnya pemahaman terhadap investasi.
Ia mencatat banyak investor muda yang sering kali mengalami kerugian karena terjebak dalam tren investasi tanpa mempertimbangkan profil risiko pribadi.
“Banyak yang ikut-ikutan membeli saham hanya karena melihat orang lain melakukannya,” ungkapnya.
Benny mengingatkan bahwa setiap individu memiliki toleransi risiko yang berbeda, sehingga penting untuk menyesuaikan jenis investasi dengan profil risiko masing-masing agar terhindar dari kerugian besar.
Menurutnya, pemahaman risiko sebelum berinvestasi adalah hal krusial agar keputusan yang diambil lebih cerdas dan minim risiko. “Pastikan kamu memahami dengan jelas apa saja risiko yang terlibat,” jelas Benny.
Selain itu, ia mengimbau agar setiap keputusan keuangan selalu didasarkan pada prinsip-prinsip yang legal dan logis.
“Mindset yang perlu ditanamkan bukan hanya tentang bagaimana menghasilkan uang, tetapi juga bagaimana mengelolanya dengan tepat dan bijaksana. Pastikan setiap langkah finansial yang diambil mematuhi aturan yang berlaku dan tidak tergoda oleh iming-iming keuntungan instan,” pungkasnya.
Pembicara lainnya yang mengambil sudut pandang manajemen keuangan, Arham S. Torik, Direktur Utama PT. Persero Batam, mengingatkan bahwa salah satu prinsip dasar dalam pengelolaan keuangan adalah menjaga pengeluaran agar tidak melebihi pemasukan.
"Mereka harus membuat anggaran yang sesuai dengan gaya hidup. Perencanaan ini penting, khususnya untuk Gen-Z, karena hari ini kamu kerjakan, itu akan menentukan masa depan. Karena tantangan ke depan akan lebih dinamis," ujarnya.
Ia menekankan perlunya kesadaran diri dalam membatasi pengeluaran agar sesuai dengan anggaran yang ada.
Arham juga menggarisbawahi pentingnya bagi Gen-Z untuk menetapkan anggaran yang realistis, yang mencerminkan kebutuhan mereka secara jujur tanpa mengikuti gengsi atau keinginan semata.
"Banyak dari Gen-Z mungkin belum memiliki perencanaan yang matang, biasa disebut besar pasak daripada tiang. Untuk itu, kawan-kawan harus tahu pendapatan bersih, kemudian ukur pendapatan dan menyesuaikan pengeluaran. Jangan terlalu banyak keinginan. Prioritaskan kebutuhan, bukan keinginan," tegasnya.
Menurutnya, strategi perencanaan keuangan adalah upaya untuk melakukan perencanaan masa depan, termasuk membangun dana darurat secara terukur dan realistis.
“Dana darurat ini penting sebagai perlindungan dari risiko tak terduga. Buat rekening terpisah untuk dana darurat, agar dana ini tidak tercampur dan sulit nantinya diakses, sehingga bisa dicairkan dengan segera. Lalu buat otomatis transfer untuk dana darurat,” ujarnya.
Ia mengatakan bahwa perencanaan adalah kunci dari semuanya sehingga harus dibuat dengan baik dan benar sesuai kebutuhan.
Endang Tri Santi, Dosen Ilmu Komunikasi di Universitas Serang Raya, menekankan pentingnya literasi bagi Gen Z yang tumbuh di era digital.
Menurutnya, kemampuan berpikir kritis sangat dibutuhkan untuk memilah informasi yang valid dari yang menyesatkan, terutama agar generasi ini terhindar dari keputusan finansial yang berisiko.
“Di tengah tsunami informasi saat ini, sikap kritis sangat diperlukan. Kita harus selalu cek data dan verifikasi sumber dengan teliti, karena hal ini akan membantu kita terhindar dari keputusan finansial yang merugikan,” tegasnya.
Santi juga mengingatkan bahaya Fear of Missing Out (FOMO) yang sering kali memicu kebiasaan buruk dalam pengelolaan keuangan.
“FOMO sering mendorong keputusan impulsif yang justru merugikan, seperti membeli barang-barang viral tanpa pertimbangan matang. Kebiasaan ini bisa jadi bumerang karena menumbuhkan dorongan untuk selalu mengikuti arus,” ujarnya.
Ia menasihati agar Gen-Z tidak mudah terpengaruh tren tanpa memahami risikonya dan lebih selektif dalam membuat keputusan keuangan.
Lebih jauh, Santi mengajak generasi muda untuk memanfaatkan teknologi secara produktif dan positif.
Menurutnya, era digital harus dimanfaatkan dengan literasi yang baik, bukan hanya sebagai konsumen, tetapi juga sebagai kreator yang dapat menghasilkan produk sendiri.
“Mari manfaatkan era digital untuk menjadi lebih kreatif dan produktif,” tambahnya, menggarisbawahi bahwa literasi yang baik bisa membuka banyak peluang bagi Gen-Z untuk berkarya.
(Dian Kusumo Hapsari)