Geliat Percuanan di Balik Barang Rongsokan Ala Nasabah BRI

2 days ago 7

Jakarta -

Di tangan yang tepat, sampah dan barang bekas yang sudah rusak sekalipun bisa jadi cuan. Tinggal pintar-pintarnya pengepul seperti Runendi untuk memilah demi mendapat nilai tambah.

Meneruskan usaha orang tua yang berjalan sejak 2007, Runendi mengelola pengepulan di kawasan Plumpang, Jakarta Utara. Sudah dua tahun dia bekerja sendiri sejak orang tuanya pulang kampung pada 2023.

"Ambilnya dari mana aja, kadang ada yang nimbang di sini, kadang saya yang ambil ke Cilincing, Warakas, tergantung kita punya langganan aja," terang Runendi ditemui detikcom, Sabtu (8/3) lalu.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Runendi mengolah barang-barang rongsokan di rumahnya sendiri, berukuran total 10x10 meter. Kapasitas penuhnya bisa mencapai 3 ton. Pengeluaran Runendi untuk mendapatkan barang-barang itu pun tidak sedikit.

Jika ramai, Runendi harus merogoh kocek Rp 2 juta sehari. Namun, pengepul kecil sepertinya bisa bertahan karena cepat memutar barang. Barang-barang rongsokan yang didapat langsung dipilah-pilah. Setelah dipilah-pilah, baru terlihat keuntungannya per kilogram.

Salah satu barang yang paling menguntungkan adalah botol plastik. Bahkan tutupnya pun bernilai. Beda dengan botol kaca yang justru tidak begitu laku. Meski demikian, Runendi tetap menerima botol kaca bekas.

"Botol kaca lebih murah dari botol plastik, selisihnya bisa Rp 500 per kilo. Lebih murah karena kebutuhan botol kaca lebih lambat perputarannya dibanding botol plastik. Pabrik-pabrik lebih cari yang botol plastik," cerita pria asal Indramayu ini.

Runendi sebetulnya tak membatasi barang yang masuk ke pengepulannya. Namun, dia juga harus pintar-pintar melihat peluang keuntungan dari tumpukan rongsokan yang ditimbang orang-orang. Tidak semua barang bisa diolah meskipun secara tampilan masih bagus.

"Mau barang rusak, mau hancur, yang penting mah laku. Kalau masih utuh nggak laku ya ngapain? Piring melamin itu kadang ada aja yang layak pakai tapi ditimbang orang, cuma nggak laku karena nggak bisa diolah," tuturnya.

Terbantu Pinjaman KUR BRI

Butuh modal besar supaya pengepul bisa menjaga dapurnya tetap mengepul. Mau tak mau Runendi harus meminjam. Ada skema pinjaman yang biasa diambil pengepul sepertinya, yakni meminjam ke pengepul yang lebih besar. Syaratnya, mereka harus mengirim barang lebih rutin ke pengepul besar tersebut. Pembayaran pinjaman dipotong dari hasil menimbang barang.

Namun, untuk pengepul skala kecil superti Runendi, jumlahnya tak bisa terlalu besar. Hanya berkisar Rp 10 juta sekali pinjam. Mau tak mau Runendi harus mencari sumber pinjaman lain.

Itulah alasannya mengajukan pinjaman KUR ke BRI. Saat ini, dia meminjam sejumlah Rp 50 juta dengan tenor 2 tahun dan sudah berjalan kurang lebih 10 bulan.

Runendi mengaku sejak orang tuanya masih menjalankan usaha pun mereka sudah meminjam dana untuk usaha ke BRI. Dia pun merasakan keuntungan dari pinjaman itu ketika menghadapi pandemi Covid-19.

"Zamannya Corona dua tahun itu, bank-bank lain pinjamannya disetop. Kalau BRI tetap dikasih, bahkan untuk tagihan beberapa bulan disetop dulu. Ekonominya lagi sulit kan, boro-boro buat bayar bank, buat nutup sehari aja udah bersyukur," kenang Runendi sambil tertawa.

Ke depannya, Runendi berencana membuka cabang pengepulan di kampungnya, Indramayu. Menurutnya rencana ini cukup menantang karena perbedaan kondisi antara di Jakarta dan Indramayu.

Di Jakarta, dia bisa dengan mudah mendapatkan barang bekas layak jual, sementara pasar barang bekas di Indramayu tak seramai di kota besar. Proses pengepulan juga bisa jadi lebih lama di Indramayu.

"Cuma kan enak kala di sini ada, di sana juga ada. Kalau pandangan saya, paling modal awal di angka Rp 50 juta," katanya menerawang.

Terbantu Agen BRILink

Untuk transaksi, Runendi mengaku masih mengandalkan uang tunai. Baik itu ketika membeli barang dari penimbang maupun mengirim barang ke pengepul besar.

"Sekarang sih banyakan pada transfer, tapi kadang lebih ribet karena transfer kadang pada akhirnya lupa atau nggak masuk," katanya.

Meski begitu, Runendi menyadari perkembangan teknologi tak bisa dihindari, termasuk dalam urusan perbankan. Karena itu, untuk pengiriman maupun penarikan uang, Runendi mengandalkan agen BRILink di sekitar tempat usahanya.

"Kadang setelah selesai ngirim barang (dapat uang), langsung disetor lewat agen BRILink. Agennya pindah-pindah, nggak pasti di satu agen itu," katanya.

Sosrowandi, agen BRILink di Plumpang, Jakarta Utara.Sosrowandi, agen BRILink di Plumpang, Jakarta Utara. Foto: (Sosrowandi, agen BRILink di Plumpang, Jakarta Utara. Foto: Debora Danisa Sitanggang/detikcom)

Salah satu agen BRILink yang beroperasi di Plumpang Adalah Sosrowandi. Berlokasi di Jalan Tanah Merah Bawah, Plumpang, Wawan -sapaan akrabnya- mengaku sangat sering melayani transaksi para pengepul.

"Di sini memang banyak tukang-tukang rongsokan gitu karena dekat pengepul besar, sekitar 50 meter dari sini," kata Wawan ditemui Selasa (25/3) lalu.

Wawan menuturkan, umumnya para pengepul kecil tersebut bertransaksi untuk pembelian token listrik, pembayaran sewa kontrakan, hingga transfer uang ke kampung.

"Ada juga cicilan KUR, jadi mereka yang punya pinjaman di BRI, bayarnya lewat kami tiap bulan," pungkasnya.

(des/rrd)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |