Jakarta -
Menteri BUMN Erick Thohir buka suara terkait PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk yang dikabarkan telah menghentikan operasional sementara 15 pesawatnya. Hal ini dilakukan lantaran kesulitan membayar biaya perawatan.
Erick mengakui bahwa ia belum mengetahui terkait kabar maskapai pelat merah tersebut yang menghentikan 15 pesawatnya.
"Belum, saya belum tau," kata Erick saat ditemui di Kantor Kementerian BUMN, Jakarta Pusat, Senin (5/5/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Erick berencana akan meminta penjelasan kepada Direksi Garuda Indonesia terkait kondisi yang dialami oleh Garuda sehingga menghentikan 15 pesawat tersebut.
"Saya nanti tanya Pak Dirut ya seperti apa kondisinya," katanya.
Sebelumnya, berdasarkan laporan Bloomberg, diikutip, Senin (5/5/2025), PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk dikabarkan telah menghentikan operasional sementara 15 pesawatnya. Hal ini dilakukan lantaran kesulitan membayar biaya perawatan.
Berdasarkan sumber Bloomberg, penghentian operasional ini menjadi tanda bahwa rencana kebangkitan maskapai itu mungkin sedang gagal.
Beberapa pemasok maskapai penerbangan nasional Indonesia juga meminta pembayaran di muka untuk suku cadang dan tenaga kerja karena khawatir dengan situasi keuangan Garuda.
Adapun sebagian besar pesawat yang dihentikan operasionalnya sebagai besar yakni milik PT Citilink Indonesia.
Sementara itu, berdasarkan data terbaru perusahaan yang melacak armada maskapai yakni Cirium, maskapai Garuda diketahui memiliki 66 pesawat yang beroperasi dan 14 pesawat yang disimpan.
Untuk diketahui, Garuda akhir tahun lalu mengangkat CEO baru Wamildan Tsani Panjaitan dan memulai misi untuk memperbaiki neraca keuangannya dan memperluas jaringan internasionalnya. Bahkan Presiden Indonesia Prabowo Subianto dilaporkan telah menyampaikan bahwa ia ingin membuat Garuda, yang telah lama berjuang secara finansial dan memiliki catatan keselamatan yang buruk, lebih menguntungkan dan memperdalam kehadiran internasionalnya.
Namun, dalam beberapa waktu lalu, maskapai penerbangan di negara Asia Tenggara tersebut dibatasi oleh kebijakan pembatasan harga tiket pesawat domestik pemerintah, yang dirancang untuk mengatur dan mengendalikan biaya tiket kelas ekonomi dan memastikan keterjangkauan bagi penumpang.
Hal itu membuat mereka lebih sulit untuk menaikkan tarif guna meningkatkan pendapatan. Nilai tukar rupiah yang lemah juga tidak membantu, mengingat banyak biaya operasional dalam dolar AS.
"Akibatnya, Garuda bukan satu-satunya maskapai dengan lebih banyak pesawat yang tidak beroperasi karena kesulitan pembayaran perawatan," kata sumber Bloomberg
(kil/kil)