INCO berhasil meraup pendapatan sebesar USD950,4 juta dengan laba bersih sebesar USD57,8 juta.
Ditopang Prospek Hilirisasi Nikel Kinerja Vale Indonesia (INCO) Dinilai Menjanjikan (foto: iNews Media Group)
IDXChannel - Kinerja PT Vale Indonesia Tbk (INCO) dinilai bakal cukup terpengaruh oleh perkembangan program proyek hilirisasi nikel yang terus digenjot oleh pemerintah.
Sebagai salah satu pelaku utama di industri tersebut, INCO diharapkan dapat memainkan peran strategis dalam mendukung terwujudnya target hilirisasi nikel tersebut.
"Kami yakin Vale (Indonesia) yang selama ini cukup efisien dalam kegiatannya, ke depan akan semakin berkembang, apalagi jika didukung dengan regulasi yang memperhatikan aspek keberlanjutan dunia usaha," ujar Executive Director Indonesian Mining Association (IMA), Hendra Sinadia, dalam keterangan resminya, Sabtu (17/05/2025).
Optimisme tersebut, menurut Hendra, telah tercermin melalui Laporan Keuangan (LK) Tahunan INCO per 31 Desember 2024, yang dirilis bersamaan dengan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST), pada Jumat (16/5/2025) lalu.
Sebagaimana tercatat dalam LK tersebut, INCO berhasil meraup pendapatan sebesar USD950,4 juta dengan laba bersih sebesar USD57,8 juta. Solidnya pendapatan tersebut ditopang oleh kinerja utama dari produksi bijih nikel sebesar 14,6 juta ton. Sementara produksi nikel dalam matte sebesar 71,3 ribu ton dan pengiriman nikel matte sebesar 72,6 ribu ton.
"Dari data tersebut, kami optimistis tren kinerja bakal terus membaik, apalagi jika rencana investasi besar proyek hilirisasi dapat terwujud," ujar Hendra.
Sebagaimana diketahui, INCO saat ini sedang membangun proyek besar terkait hilirisasi yang ditarget tuntas pengerjaannya pada 2025-2026. Proyek tersebut merupakan pembangunan smelter HPAL di Pomalaa (Sulawesi Tenggara) dan Morowali (Sulawesi Tengah), serta smelter RKEF di Sorowako (Sulawesi Selatan).
Namun demikian, Hendra juga menyatakan bahwa program hilirisasi ini bakal dapat berjalan optimal jika didukung dengan beragam kebijakan dari pemerintah, yang diharapkan dapat membantu pelaku industri dalam meminimalkan beban biaya operasional.
Sebagai pelaku usaha, Hendra mengatakan, pihaknya dan perusahaan pertambangan lain telah memenuhi kewajiban Peningkatan Nilai Tambah (PNT) melalui pengolahan dan pemurnian di dalam negeri. Hal ini, juga sudah sesuai dengan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan.
"Namun kalau kita berbicara mengenai hilirisasi secara umum, maka masih terdapat rantai pasok industri nikel yang belum tersedia. Oleh karena itu sebagian besar produk hasil pengolahan pemurnian dalam negeri di ekspor. Ini yang harus diatasi," ujar Hendra..
Karenanya, Hendra mengingatkan bahwa masih terdapat beberapa tantangan hilirisasi pertambangan. Salah satunya, diperlukannya modal besar dan bersifat jangka panjang.
Para investor akan mempertimbangkan sejauh mana regulasi dan kebijakan pemerintah mampu memberikan kepastian terhadap rencana investasi mereka dalam jangka panjang.
"Agar bisa lebih sustain, dukungan kebijakan pemerintah yang dapat membantu industri meminimalkan beban biaya operasional sangat diharapkan. Dengan begitu, perusahaan bisa melanjutkan dan menambah investasinya. Demikian pula dengan potential investor akan semakin tertarik," ujar Hendra.
Tak hanya kitu, Hendra pun mengapresiasi kontribusi Perseroan, yang dinilainya telah menjadi pelopor dalam pengolahan dan pemurnian nikel di dalam negeri. Sejak awal, INCO diketahui telah menghasilkan produk berupa nikel matte melalui proses tersebut.
"Divestasi ini juga telah memberikan dampak positif bagi pengembangan perusahaan ke depan, terutama karena salah satu prioritas pemerintah adalah pengembangan hilirisasi dan industrialisasi," ujar Hendra.
(taufan sukma)