Pertamina Siap Pacu Produksi Gas di Indonesia Timur, Ini Strateginya

5 hours ago 1

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus memacu produksi minyak dan gas (migas).

 Dok. Pertamina)

PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus memacu produksi minyak dan gas (migas). (Foto: Dok. Pertamina)

IDXChannel - PT Pertamina Hulu Energi (PHE) sebagai Subholding Upstream Pertamina terus memacu produksi minyak dan gas (migas) guna mendorong kemandirian bangsa melalui swasembada energi. Salah satu sumber energi primer yang akan terus dipacu produksinya adalah gas bumi.

Direktur Perencanaan Strategis & Pengembangan Bisnis PHE, Rachmat Hidajat menuturkan, Subholding Upstream saat ini tengah fokus pada pengembangan dan monetisasi dengan melakukan akselerasi resources to reserves. Langkah ini dilakukan sejalan dengan posisi PHE yang saat ini berkontribusi terhadap 69 persen terhadap produksi minyak nasional dan 37 persen terhadap produksi gas dalam negeri. 

"Pertamina aktif melakukan pengeboran dan mencari proyek-proyek baru untuk mendorong produksi dan mempertahankan performance," ujar Rachmat dalam sebuah diskusi Jakarta, Jumat (16/5/2025).

Untuk mendorong pertumbuhan energi nasional, PHE menyiapkan tiga strategi pengembangan gas berdasarkan prioritas terhadap pembangunan nasional, yakni memprioritaskan pemenuhan pasar domestik, optimalisasi proyek-proyek besar, serta pengembangan potensi lapangan stranded dan marginal melalui sinergi, infrastruktur terintegrasi, dan pemanfaatan teknologi maju.

Rachmat mengakui, potensi besar gas bumi umumnya berada di wilayah terpencil, khususnya di kawasan timur Indonesia. 

"Pekerjaan rumah kita saat ini adalah pasar domestik gas belum terbentuk di wilayah Indonesia bagian timur," ucapnya.
'
Kondisi tersebut, ucap Rachmat, memerlukan skema komersialisasi gas bumi yang lebih atraktif melalui dukungan kebijakan fiskal di Lapangan Stranded/Marginal, kemudahan perizinan dan regulasi, dukungan infrastruktur dan pasar. Selain itu, perlu dukungan pengembangan skema komersialisasi yang fleksibel agar eksplorasi dan produksi gas nasional bisa dipacu. 

Sementara itu, Direktur Eksekutif Reforminer Institute Komaidi Notonegoro mengatakan, dari berbagai data yang diperolehnya, memang sekitar 80 persen cadangan gas berada di Indonesia timur, sementara konsumen justru berada di bagian barat yakni Jawa dan Sumatera. 

Sehingga, ujar Komaidi, kunci agar bisa mengurangi potensi kekurangan pasokan gas adalah dengan terus menggenjot jaringan penyediaan infrastruktur gas seperti pipa meskipun ada risiko investasi yang mahal. 

"Kalau bangun pipa, investor tanya berapa lama cadangan lewat. Kalau 5-10 tahun bangun pipa kemudian kalau balik modal 15 tahun, enggak akan dipilih. Kemudian opsi paling logis mengubah gas bumi jadi LNG (liquefied natural gas) dengan skala kecil tapi lebih mahal. Sementara konsumen di bagian barat sudah terbiasa dengan harga gas murah. Ini yang perlu diluruskan," ucap Komaidi.

Dia menambahkan, salah satu tools yang bisa dimanfaatkan adalah keterlibatan badan usaha baik milik pemerintah maupun swasta yang memiliki modal kuat untuk bisa mendorong pemanfaatan gas domestik.  

"Badan usaha ini berperan penting dan utama serta menjadi mitra strategis pemerintah dalam penyiapan infrastruktur gas bumi dalam mendukung hilirisasi gas bumi," kata Komaidi.

(Rahmat Fiansyah)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |