Dari Sawah ke Sosmed, Kisah KWT Seruni Menyapa Era Digital

2 hours ago 1

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Di sebuah rumah sederhana di Pakansari, ada pemandangan yang bikin hati hangat pada Sabtu (20/9/2025) pagi. Bukan acara arisan, bukan juga kumpul pengajian, tapi 16 ibu-ibu anggota Kelompok Wanita Tani (KWT) Seruni lagi serius duduk di depan laptop dan smartphone.

Alih-alih membicarakan harga cabai di pasar, mereka sibuk belajar bikin konten Instagram dan TikTok untuk mempromosikan hasil panen.

Iya, betul. Dunia memang sudah berubah. Dari sawah, mereka sekarang melangkah ke sosmed. Dari tanah basah yang ditanami singkong, cabai, atau bayam, mereka mulai menguasai dunia digital yang kadang lebih ribet daripada urusan hama padi.

Acara ini bagian dari Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) Universitas Bina Sarana Informatika (UBSI). Temanya “Pelatihan Digitalisasi Pemasaran dan Sosialisasi Aplikasi Seruni Smart Fin sebagai Media Promosi Hasil Panen dan Manajemen Penjualan.”

Panjang judulnya, tapi intinya bikin para petani perempuan ini makin melek digital, biar panennya nggak cuma berhenti di tengkulak.

Lurah Raden Ade Zuwira Rasidinata, hadir dengan sambutan khas pejabat yang bikin suasana adem. Ia bilang pemberdayaan perempuan lewat digitalisasi pertanian itu penting.

Disusul oleh Theresia Sugik Hartini, Ketua KWT Seruni, yang menegaskan, tanpa keterampilan digital, hasil panen bisa saja bagus tapi tetap kalah di pasar. Dan terakhir, Kusmayati Solecha, ketua pelaksana PKM dari UBSI, menyampaikan harapannya biar pelatihan ini bikin produk lokal Karawang makin punya daya saing.

Lalu masuklah sesi materi. Duwi Cahya Putri Buani ngasih jurus promosi lewat Instagram dan TikTok.

Mulai dari cara bikin konten yang nggak garing, trik foto produk biar cabai kelihatan lebih seksi (dengan cahaya natural, bukan filter berlebihan), sampai fitur promosi berbayar yang bisa bikin produk sayuran nyasar ke feed anak-anak kota.

Setelah itu, Yoseph Tajul Arifin mengenalkan Seruni Smart Fin. Aplikasi sederhana tapi cerdas, yang bisa dipakai mencatat transaksi, mengatur stok, sampai bantu para ibu bikin strategi jualan. Jadi, nggak ada lagi cerita catatan utang hanya di kertas sobekan kalender.

Yang bikin terharu, ibu-ibu KWT Seruni ini bener-bener antusias. Ada yang bilang baru pertama kali pegang aplikasi pencatatan digital, ada yang sumringah karena tahu hasil panen bisa dipromosikan lewat TikTok, bukan cuma lewat teriakan di pasar.

Di akhir acara, mereka foto bersama. Senyumnya lebar, matanya berbinar. Seolah-olah mereka bukan hanya baru saja ikut pelatihan, tapi juga baru saja membuka pintu ke masa depan.

“Karena faktanya, pertanian kita nggak akan bisa lepas dari teknologi. Hasil panen yang segar saja nggak cukup, kalau tidak dipasarkan dengan cara yang segar pula. Tengkulak mungkin masih ada, tapi dengan digitalisasi, posisi tawar petani perempuan bisa naik kelas,” ungkap Kusumayati Solecha dikutip Senin (6/10/2025).

Dan mungkin, di satu titik nanti, kita bisa belanja cabai atau sayur langsung lewat akun TikTok ibu-ibu KWT Seruni. Dari sawah ke sosmed, dari tanah ke timeline. Karena di era sekarang, panen bukan hanya soal bercocok tanam, tapi juga bercocok konten.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |