perkembangan keuangan digital juga menghadirkan beragam tantangan baru yang harus segera disikapi dan dicarikan solusinya scara tepat dan komprehensif.
Bahas Keuangan Digital hingga Potensi Pencucian Uang, OJK Tegaskan Soal Perlindungan Konsumen (foto: MNC media)
IDXChannel - Perkembangan industri keuangan digital di Indonesia dalam beberapa waktu terakhir terbukti telah mengalami kemajuan begitu pesat. Kondisi tersebut harus diakui seolah menjadi pisau bermata dua bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.
Di satu sisi, hadirnya industri keuangan digital dapat dimaknai sebagai salah satu pengubah arah (game changer) yang mendorong industri keuangan dalam negeri untuk berkembang lebih maksimal lagi.
Namun, di sisi lain, perkembangan keuangan digital juga menghadirkan beragam tantangan baru yang harus segera disikapi dan dicarikan solusinya scara tepat dan komprehensif.
Misalnya saja dengan munculnya praktik-praktik tidak bertanggung jawab dan meresahkan, seperti layanan pinjaman online (pinjol) ilegal hingga pemanfaatan aset kripto sebagai kedok praktik tindak pidana pencucian uang.
"Memang (aset kripto) ini sangat rentan untuk praktik pencucian uang, ini confirm, bahwa memang seperti itu keadaannya. Artinya Saya tidak perlu tutup-tutupi lagi. Sekarang (aset kripto) mungkin jadi salah satu aset yang berpotensi dimanfaatkan untuk kegiatan-kegiatan (ilegal) yang selama ini mulai sulit dilakukan dengan memanfaatkan aset kelas yang lain," ujar Kepala Eksekutif Pengawas Inovasi Teknologi Sektor Keuangan, Aset Keuangan Digital dan Aset Kripto (ITSK) Hasan Fawzi di Jakarta, Jumat (15/11/2024).
Kondisi tersebut, menurut Hasan, harus diakui sebagai tantangan besar yang harus dicarikan solusinya. Misalnya saja, yang telah dilakukan OJK saat ini, dengan menggandeng Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) guna meningkatkan kemampuan deteksi demi memaksimalkan kinerja pencegahan.
Langkah pencegahan tersebut, dinilai Hasan sangat krusial untuk dijadikan prioritas, sehingga dengan data transaksi aset kripto yang terus melonjak signifikan, hingga mencapai Rp33,67 triliun per September 2024 lalu.
Nilai tersebut melonjak hingga 332 persen dibanding catatan nilai transaksi pada periode sama tahun sebelumnya, yang masih sebesar Rp7,96 triliun.
Sementara, terkait industri keuangan digital secara keseluruhan, Hasan menyebut persoalan terkait perlindungan konsumen sebagai poin utama yang perlu ditekankan dalam memastikan keberlanjutan industri ke depan.
"Soal kebermanfaatan tidak hanya bagi para pelaku bisnis dan kegiatan di industrinya saja, tapi juga harus berdampak pada peningkatan dan manfaat kegiatan di sistem keuangan dan tentu mendukung perekonomian nasional," ujar Hasan.
Karenanya, Hasan menjelaskan, OJK senantiasa mendorong seluruh bagian dari ekosistem keuangan digital di Indonesia untuk tidak semata-mata mengejar pertumbuhan yang cepat, namun juga mempertimbangkan azas kebermanfaatan bagi masyarakat dan perekonomian secara keseluruhan.
Dalam memprioritaskan perlindungan konsumen, salah satu upaya yang dilakukan OJK adalah dengan meningkatkan pengawasan market conduct di industri jasa keuangan.
"Melalui (pengawasan market conduct) ini diharapkan dapat menjaga dan meningkatkan kepercayaan konsumen kepada kinerja LJK (lembaga jasa keuangan), sekaligus tetap memberikan peluang pertumbuhan bagi LJK secara adil, efisien, dan transparan," ujar Hasan.
(taufan sukma)