Meskipun SLIK OJK bersifat pribadi, jika debitur adalah pasangan yang sudah menikah, status kolektibillitasnya bisa saling memengaruhi.
Apakah BI Checking Berdampak pada Satu Kartu Keluarga? Begini Penjelasannya. (Foto: SLIK OJK)
IDXChannel—Apakah BI Checking berdampak pada satu kartu keluarga? Pada dasarnya, status kolektibilitas yang tercatat di SLIK OJK bersifat pribadi, menunjukkan kualitas kredit debitur yang bersangkutan.
Skor BI Checking, atau yang kini telah berganti menjadi SLIK OJK, adalah catatan kualitas kredit yang dimiliki seorang debitur pada lembaga jasa keuangan berdasarkan riwayat kepatuhan pembayarannya.
Setiap lembaga jasa keuangan harus melaporkan status kolektibilitas debiturnya ke SLIK yang kini dikelola oleh OJK, setiap bulan paling lambat pada tanggal 12. Status lancar diberikan kepada debitur yang membayar tagihan tepat waktu sesuai jatuh temponya.
Sementara jika debitur tercatat memiliki tunggakan, maka status kolektibilitasnya akan mengikuti lama tunggakan yang tercatat. Semakin lama tunggakan didiamkan, semakin turun pula kualitas kreditnya.
Berikut ini adalah status kolektibilitas yang ditampilkan pada iDebku SLIK OJK:
Lancar (Kode 1): pembayaran tepat waktu
Dalam Perhatian Khusus (Kode 2): tunggakan selama 1-90 hari
Kurang Lancar (Kode 3): tunggakan selama 91-120 hari
Diragukan (Kode 4): tunggakan selama 121-180 hari
Macet (Kode 5): tunggakan lebih dari 180 hari
Salah satu dampak negatif dari status kolektibilitas adalah kesulitan mengajukan kredit baru. Bank lebih menyukai status kolektibilitas lancar. Sementara kolektibilitas 2 masih mungkin diterima permohonan kreditnya, namun bisa juga ditolak.
Sedangkan permohonan kredit untuk debitur dengan kolektibilitas 3 ke atas sudah pasti ditolak, karena bank tidak mau mengambil risiko menyalurkan kredit pada debitur yang tercatat masih memiliki utang yang menunggak.
Nah, apakah status kolektibilitas pada SLIK OJK ini dapat berpengaruh pada status kolektibilitas anggota keluarga dalam satu Kartu Keluarga? IDXChannel mengonfirmasi melalui saluran resmi OJK, Kontak OJK, tentang hal ini.
“Skor kredit bersifat pribadi, jika konsumen memiliki tunggakan pembayaran maka status kolektibilitasnya ditanggung oleh pemilik kredit, tidak berpengaruh pada kolektibillitas orang lain,” demikian konfirmasi yang diberikan.
Namun demikian, debitur tetap harus mewaspadai dan mempertimbangkan kebijakan penyaluran kredit yang berlaku di tiap bank. Karena persetujuan permohonan kredit ditentukan oleh kewenangan dan kebijakan bank masing-masing.
Sehingga, bisa saja bank memutuskan untuk tidak menyalurkan kredit karena calon debitur memiliki hubungan dengan debitur lain yang memiliki status kolektibilitas buruk. Terutama jika bentuk hubungannya adalah pernikahan atau suami-istri.
Seperti diketahui, beberapa pengajuan kredit—misalnya Kredit Pemilikan Rumah (KPR)—mensyaratkan data suami dan istri. Selain KPR, pengajuan kredit dengan agunan oleh suami atau istri juga mensyaratkan persetujuan pasangan.
Melansir OCBC NISP (22/10), ini terjadi karena suami istri terikat dalam hubungan pernikahan secara hukum dan dalam pernikahan terhadi pencampuran harta, sehingga status kolektibilitasnya dapat saling memengaruhi.
Sesuai UU No. 1/1974 tentang Perkawinan Pasal 35 Ayat (1), yang menyebutkan di mana ada perkawinan, maka akan terjadi suatu pencampuran harta, kecuali ada perjanjian kawin yaitu perjanjian pisah harta.
Sehingga meskipun status kolektibilitas istri baik, tetapi kolektibilitas suaminya buruk dan tercatat dalam daftar hitam, maka kemungkinan besar pengajuan kredit oleh sang istri di bank maupun leasing tidak akan disetujui.
Kondisi saling memengaruhi ini tidak terjadi bila suami dan istri memiliki perjanjian pisah harta, yang artinya status kolektibilitas suami dan istri akan terpisah. Perjanjian pisah harta ini dapat dibuat di notaris sebelum atau selama ikatan pernikahan.
Itulah penjelasan tentang apakah bi checking berdampak pada satu kartu keluarga.
(Nadya Kurnia)