REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Wärtsilä mendorong percepatan transisi energi di Indonesia melalui pengembangan teknologi mesin fleksibel untuk menjaga keandalan sistem listrik dalam pemanfaatan energi terbarukan. Komitmen tersebut disampaikan dalam Energy Transition Roundtable yang digelar sebagai bagian dari rangkaian Electricity Connect 2025.
Diskusi menghadirkan pemerintah, pelaku utilitas, akademisi, dan industri untuk membahas strategi penguatan ketahanan jaringan listrik seiring meningkatnya penggunaan tenaga surya dan angin serta melonjaknya kebutuhan listrik dari sektor digital, termasuk pusat data berbasis kecerdasan buatan (AI).
Energy Business Director Australasia Wärtsilä Energy, Kari Punnonen, menjelaskan bahwa fleksibilitas menjadi kebutuhan penting di tengah berkembangnya sumber energi intermiten. Ia mengatakan teknologi mesin Wärtsilä dirancang untuk menstabilkan jaringan dengan respons yang cepat saat terjadi penurunan pasokan dari energi terbarukan.
“Fleksibilitas telah menjadi atribut paling krusial dalam sistem tenaga listrik modern,” ujar Punnonen berdasarkan rilis yang diterima Republika.co.id, Jumat (21/11/2025). Ia menyebut mesin Wärtsilä mampu menyala dan mencapai beban penuh dalam waktu kurang dari dua menit, sekaligus siap beroperasi menggunakan bahan bakar berkelanjutan seperti hidrogen.
Salah satu contoh penerapan berada di Pulau Lombok, di mana pembangkit listrik mesin Wärtsilä berkapasitas 135 MW memasok hampir 60 persen kebutuhan listrik setempat. Setengah kapasitas berfungsi sebagai pembangkit beban dasar, sementara sisanya menjadi penyeimbang jaringan untuk mengatasi fluktuasi energi terbarukan.
Sales Director Wärtsilä Energy, Febron Siregar, menyatakan fleksibilitas pembangkit di Lombok memungkinkan Pembangkit Listrik Tenaga Surya (PLTS) 20 MW beroperasi tanpa penyimpanan energi berbasis baterai. “Teknologi mesin kami mampu merespons fluktuasi secara cepat dan menstabilkan jaringan dalam hitungan detik,” ujarnya.
Dosen STEI ITB, Kevin Marojahan Banjar Nahor, menilai pendekatan ini relevan dengan kebutuhan transisi energi Indonesia. Menurutnya, kemampuan menaikkan dan menurunkan daya secara cepat menjadi syarat utama untuk memperluas kapasitas energi surya dan angin nasional.
Dari sisi kebijakan, RUPTL 2025–2034 menetapkan hampir 3 GW proyek pembangkit listrik mesin gas baru. CEO Institute for Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa, mengatakan kebutuhan fleksibilitas dan keandalan tetap menjadi bagian inti dari strategi energi nasional.
“Indonesia membutuhkan solusi pembangkit yang dapat naik-turun daya dengan cepat dan menstabilkan jaringan,” katanya.
Selain mendukung integrasi energi terbarukan, Wärtsilä juga menyoroti meningkatnya kebutuhan listrik dari ekspansi pusat data. Permintaan listrik global pusat data diproyeksikan tumbuh hingga 250 persen pada 2030, dan Indonesia mengikuti tren kenaikan ini.
Menurut Febron Siregar, waktu tunggu sambungan listrik yang panjang menjadi kendala utama bagi pembangunan pusat data. Ia menyebut mikrogrid yang memadukan energi terbarukan, mesin Wärtsilä, dan penyimpanan energi dapat menjadi solusi karena dapat dipasang cepat, bersifat mandiri, dan skalabel.
Pendekatan serupa telah diterapkan di Amerika Serikat melalui proyek pembangkit 282 MW untuk pusat data besar di Ohio yang menggunakan 15 mesin Wärtsilä 18V50SG berbahan bakar gas alam.
“Tujuan kami adalah membantu Indonesia membangun sistem energi yang berkelanjutan dan siap menghadapi masa depan,” ujar Febron. Ia menegaskan fleksibilitas menjadi kunci untuk mendukung perluasan energi terbarukan sekaligus pertumbuhan ekonomi digital.
.png)
1 hour ago
1














































