Saham AADI hingga BUMI Naik seiring Wacana Perubahan Tarif Royalti Minerba

1 month ago 18

Sejumlah saham emiten batu bara menguat pada perdagangan Senin (10/3/2025) di tengah rencana pemerintah mengubah skema tarif royalti mineral dan batu bara.

 Freepik)

Saham AADI hingga BUMI Naik seiring Wacana Perubahan Tarif Royalti Minerba. (Foto: Freepik)

IDXChannel – Sejumlah saham emiten batu bara menguat pada perdagangan Senin (10/3/2025) di tengah rencana pemerintah mengubah skema tarif royalti mineral dan batu bara (minerba).

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), pukul 09.49 WIB, saham emiten batu bara PT Bumi Resources Tbk (BUMI) melesat 9,57 persen ke Rp103 per saham. Nilai transaksi tercatat mencapai Rp82,11 miliar.

Saham PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (AADI) ikut terkerek, yakni sebesar 5,41 persen ke posisi Rp6.825 per unit. Demikian pula, saham PT Indika Energy Tbk (INDY) yang mendaki 4,44 persen.

Sebagai informasi, ketiganya merupakan emiten batu bara dengan kontrak Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK).

Mengutip Stockbit, Senin (10/3/2025), pemerintah tengah menggodok rencana penyesuaian tarif royalti untuk komoditas minerba.

Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) pada Sabtu (8/3/2025) menggelar konsultasi publik terkait rancangan amandemen kebijakan tersebut.

Dalam usulan terbaru, tarif royalti untuk sejumlah komoditas mineral, seperti nikel, tembaga, dan emas, akan dinaikkan. Sementara itu, untuk batu bara, pemerintah merancang penyesuaian royalti serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP) dengan beberapa ketentuan.

Untuk perusahaan tambang yang beroperasi dengan izin usaha pertambangan (IUP), tarif royalti akan naik 1 poin persentase bagi batu bara dengan kalori ≤4.200 dan >4.200–5.200 jika Harga Batubara Acuan (HBA) berada di atas USD90 per ton.

Kebijakan serupa juga berlaku untuk pemegang izin Perjanjian Karya Pengusahaan Pertambangan Batu bara (PKP2B), namun dengan tambahan penyesuaian Penerimaan Hasil Tambang (PHT) yang justru turun 1 poin persentase untuk jenis batu bara yang sama.

Sementara itu, untuk perusahaan dengan izin IUPK—yang merupakan perpanjangan dari PKP2B—pemerintah berencana mengubah rentang tarif serta menyesuaikan Pajak Penghasilan Badan (PPh) dari tarif tetap 22 persen menjadi mengikuti ketentuan pajak penghasilan yang berlaku.

Dampak terhadap Emiten

Investment Analyst Stockbit Hendriko Gani menilai, kebijakan ini berpotensi menekan kinerja sejumlah emiten batu bara dan nikel di Bursa Efek Indonesia (BEI).

Emiten batu bara dengan izin IUP seperti PT Bukit Asam Tbk (PTBA) serta pemegang PKP2B seperti PT Indo Tambangraya Megah Tbk (ITMG) dinilai akan menghadapi tekanan dari kenaikan royalti.

Di sisi lain, kenaikan tarif royalti untuk komoditas metal juga berisiko menekan kinerja emiten nikel seperti PT Vale Indonesia Tbk (INCO), PT Trimegah Bangun Persada Tbk (NCKL), PT Aneka Tambang Tbk (ANTM), PT Bumi Resources Minerals Tbk (BRMS), dan PT Amman Mineral Internasional Tbk (AMMN).

“Komoditas yang mengalami kenaikan royalti tertinggi adalah bijih tembaga dan feronikel. Dengan harga tembaga sebesar USD9.362 per ton pada Maret 2025, royalti bijih tembaga berpotensi naik 3 kali lipat dari 5 persen menjadi 15 persen, sementara royalti feronikel naik +150 persen dari 2 persen menjadi 5 persen,” demikian kata Stockbit dalam risetnya.

Namun, kebijakan ini justru berpotensi menguntungkan bagi emiten batu bara dengan kontrak IUPK, mengingat HBA saat ini berada di level USD128 per ton.

Stockbit menilai bahwa skema penyesuaian rentang tarif berpeluang meningkatkan kinerja emiten yang beroperasi dengan kontrak IUPK, seperti BUMI, INDY, dan AADI. (Aldo Fernando)

Disclaimer: Keputusan pembelian/penjualan saham sepenuhnya ada di tangan investor.

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |