Pelemahan rupiah ini juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu Trump mengumumkan tarif baru sebesar 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium.
Rupiah Sore Ini Ditutup Lesu ke Rp16.358 per USD (FOTO:MNC Media)
IDXChannel - Nilai tukar (kurs) rupiah pada perdagangan hari ini ditutup melemah 75 poin atau 0,46 persen ke level Rp16.358 per USD setelah sebelumnya terapresiasi. Hal ini juga sejalan dengan sentimen global dan domestik.
Pengamat mata uang, Ibrahim Assuaibi mengatakan, pelemahan rupiah ini juga disebabkan oleh sentimen eksternal yaitu Trump mengumumkan tarif baru sebesar 25 persen untuk semua impor baja dan aluminium.
“Langkah ini telah meningkatkan kekhawatiran atas meningkatnya ketegangan perdagangan dan dampak potensialnya terhadap ekonomi global. Tarif balasan China atas barang-barang AS akan mulai berlaku hari ini, dan semakin berkontribusi pada sentimen yang lemah,” kata Ibrahim dalam risetnya, Senin (10/2/2025).
Adapun Trump mengatakan pada Minggu bahwa AS membuat kemajuan dengan Rusia untuk mengakhiri perang Ukraina, tetapi menolak memberikan rincian tentang komunikasi apa pun yang ia lakukan dengan Presiden Rusia Vladimir Putin.
Sanksi yang dijatuhkan pada perdagangan minyak Rusia pada 10 Januari mengganggu pasokan Moskow ke klien utamanya, China dan India.
Washington juga meningkatkan tekanan terhadap Iran minggu lalu, dengan Departemen Keuangan AS menjatuhkan sanksi baru terhadap beberapa individu dan kapal tanker yang membantu mengirimkan jutaan barel minyak mentah Iran per tahun ke China.
Sementara itu, investor menilai laporan inflasi Januari dari China. Indeks harga konsumen (IHK) naik moderat pada Januari, sementara indeks harga produsen (PPI) mengalami penurunan yang konsisten. Data ini menyoroti pelemahan berkelanjutan dalam belanja rumah tangga dan aktivitas industri, pendorong utama pertumbuhan ekonomi.
Pasar mencermati respons kebijakan China. Inflasi yang lemah dapat mendorong Beijing untuk meluncurkan lebih banyak langkah stimulus, seperti pemotongan suku bunga atau belanja infrastruktur, untuk meningkatkan ekonominya yang lesu.
Dari sentimen domestik, pemerintah perlu mendorong geliat industri manufaktur untuk mendukung target pertumbuhan ekonomi tumbuh 5,2 persen pada 2025. Hal tersebut sudah terlihat ada indikasi terjadi tren deindustrialisasi dalam beberapa tahun terakhir. Hal itu, perlu disikapi mengingat manufaktur merupakan penyerap tenaga kerja terbesar.
Jika industri manufaktur terus melemah, maka masyarakat akan kesulitan mencari pekerjaan. Akibatnya, makin banyak masyarakat yang bekerja di sektor informal. Sektor informal tentu sulit diharapkan untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama dalam jangka menengah hingga panjang.
Tidak heran apabila daya beli masyarakat menurun, upah pekerja informal tidak sebanding dengan pekerja formal. Pertumbuhan ekonomi pun akan semakin melambat karena konsumsi rumah tangga masih menjadi pembentuk utama produk domestik bruto (PDB). Konsumsi rumah tangga sendiri dipengaruhi oleh daya beli masyarakat.
Harus di ingat, indonesia saat ini mengalami tantangan struktural yang serius di mana dapat dilihat dari sisi daya beli masyarakat yang terus tergerus dan pelemahan industri yang cukup serius, sehingga dibutuhkan paket kebijakan stimulus.
Data terbaru Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan konsumsi rumah tangga mendistribusikan hingga 54,04 persen pertumbuhan ekonomi pada 2024. Saat inipun juga, konsumsi rumah tangga juga perlu menjadi perhatian pemerintah terutama dalam mendesain kebijakan di tahun ini.
Berdasarkan data diatas, mata uang rupiah untuk perdagangan selanjutnya diprediksi bergerak fluktuatif dan ditutup melemah direntang Rp16.340-Rp16.410 per USD
(kunthi fahmar sandy)