Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk atau SMART (SMAR), Irwan Tirtariyadi wafat pada Minggu (3/11/2024).
Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk atau SMART (SMAR), Irwan Tirtariyadi wafat pada Minggu (3/11/2024). (Foto: Dok. SMART)
IDXChannel - Direktur Utama PT Sinar Mas Agro Resources & Technology Tbk atau SMART (SMAR), Irwan Tirtariyadi meninggal dunia pada hari Minggu (3/11/2024).
Dia diangkat menjadi Dirut SMART lewat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) yang digelar Juni 2022. Sebelumnya, dia menjabat sebagai Wakil Direktur Utama di emiten CPO milik konglomerasi Sinar Mas Group itu.
Irwan meninggal dunia pada usia 60 tahun. Dia meraih gelar Sarjana Teknik Informatika dari Institut Teknologi Bandung (ITB) pada 1988. Kemudian pada 1991, dia melanjutkan studi di Monash University, Australia dan merengkuh gelar MBA pada 1992.
Karier Irwan dimulai pada 1994 sebagai konsultan di Accenture. Pada 1997, dia bergabung dengan The Boston Consulting Group (BCG) sebagai Project Leader.
Usai krisis 1998, Irwan bekerja sebagai Direktur Microsoft Indonesia pada 2002 hingga 2007. Lalu, dia pindah ke PT Central Proteina Prima Tbk atau CP Prima (CPRO) sebagai SVP hingga akhirnya menjadi Presiden Direktur di perusahaan milik Charoen Pokphand itu pada 2015.
Keluar dari CPRO setelah bekerja lebih dari 12 tahun, Irwan bergabung pada 2020 sebagai Wakil Direktur Utama. Pada 2022, dia dipercaya memimpin SMART yang merupakan perusahaan CPO terbesar di Tanah Air. Dia menggantikan Jo Daud Dharsono.
Di SMART, dia juga mengemban sejumlah posisi yakni Komisaris Utama di anak-anak usaha dan Komisaris Utama di PT Ivo Mas Tunggal, PT Sawit Mas Sejahtera, dan PT Binasawit Abadipratama.
Irwan menghadapi situasi yang cukup menantang di industri kelapa sawit. Pada 2022, SMART meraup pendapatan Rp75 triliun, kemudian turun 12 persen menjadi Rp66 triliun. Laba perseroan anjlok lebih dalam hingga 83 persen dari Rp5,5 triliun menjadi Rp918 miliar.
Dalam laporannya, Irwan mengatakan, penurunan kinerja SMART pada 2023 karena tahun sebelumnya ada tailwind effect dampak dari tingginya harga CPO. Pada 2022, SMART mencatat kenaikan penjualan CPO namun tidak mampu mengimbangi penurunan harga CPO dan margin rafinasi.
Kondisi tersebut mengakibatkan EBITDA turun sebesar 60 persen menjadi Rp3,8 triliun atau 40 persen lebih rendah dari target. Sementara laba bersih pada tahun berjalan turun 83 persen menjadi Rp918 miliar atau 72 persen di bawah target.
(Rahmat Fiansyah)