Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membantah terkait isu Indonesia masuk pada tahap deindustrialisasi.
Menperin Bantah Indonesia Masuk Fase Deindustrialisasi, Ini Alasannya. (Foto: Ferdi Rantung/Inews Media Group)
IDXChannel - Menteri Perindustrian Agus Gumiwang Kartasasmita membantah terkait isu Indonesia masuk pada tahap deindustrialisasi atau penurunan kontribusi sektor industri pengolahan non-migas terhadap produk domestik bruto (PDB).
Agus mengatakan industri manufaktur saat ini justru mencatatkan kinerja yang positif. Hal itu tercermin dalam data yang keluarkan oleh Bank Dunia dan Badan Pusat Statistika (BPS).
Agus menjelaskan berdasarkan data Bank Duia, manufacturing value added (MVA) sektor manufaktur Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD255,96 miliar atau meningkat 36,4 persen dibanding tahun 2022.
"Itu angka 2023, sayangnya mereka belum rilis angka 2024. Tapi di angka 2023 ini, Indonesia menempatkan diri atau ditempatkan sebagai kekuatan nomor 12 terbesar di dunia dalam konteks MVA, jadi manufacturing value added dan nomor 5 terbesar di Asia ya dibawah tentu Jepang, Korea Selatan, India dan China," kata Agus di Jakarta, Selasa (06/05/2025).
Agus mengungkapkan capaian MVA tersebut menempatkan Indonesia diposisi yang setara dengan negara maju seperti Inggris, Rusia dan Perancis. Bahkan, Indonesia sudah melampaui rata-rata MVA global dunia sebesar USD 78,73 miliar, sementara rata-rata MVA Indonesia secara historis sebesar USD 102,85 miliar.
"Indonesia ini sudah setara dari negara-negara yang selama ini dilihat oleh semua pihak, dilihat oleh semua negara sebagai negara industri maju. Jadi kita sudah setara MVA kita dengan Inggris, sudah setara dengan Rusia, juga sudah setara dengan Perancis," ujarnya.
Tak hanya itu, lanjut Agus, data yang dirilis oleh BPS pada kuartal I 2025, sektor manufaktur menyumbang 17,50 persen terhadap PDB. Angka itu naik secara tahunan (year on year) di mana pada 2024 mencapai 17,47 persen. Sementara secara kuartalan (quarter to quarter) juga naik dari 17,31 persen menjadi 17,50 persen.
Agus menegaskan capaian ini menjadikan sektor manufaktur sebagai penggerak utama dalam pertumbuhan ekonomi nasional.
"Kontribusi manufaktur terhadap PDB nasional itu berada pada angka 17,50 persen dan tetap menjadikan manufaktur sebagai prime mover, sebagai sektor utama dalam menciptakan pertumbuhan ekonomi, dalam menciptakan lapangan kerja dan juga daya saing ekspor nasional," tuturnya.
"Ini dari dua saja, dari dua faktor saja, MVA dan share terhadap GDP. Belum kita bicara soal investasi, belum kita bicara soal penyelamatan tenaga kerja manufaktur, itu dengan mudah bisa dipatahkan bahwa Indonesia tidak dalam fase deindustrialisasi, dengan mudah kita bisa patahkan," tambahnya.
(Ferdi Christian)