Kisah Sukses Penjual Kue Basah yang Dirikin Komunitas Ibu-Ibu Pengusaha

1 month ago 23

Choirul Mahpuduah adalah seorang penjual kue sekaligus pendiri komunitas usaha Kampoeng Kue di Jalan Rungkut Lor Gang II, Surabaya.

 Link UMKM BRI)

Kisah Sukses Penjual Kue Basah yang Dirikin Komunitas Ibu-Ibu Pengusaha. (Foto: Link UMKM BRI)

IDXChannel—Kisah sukses penjual kue basah di Surabaya dapat menjadi inspirasi. Choirul Mahpuduah adalah seorang penjual kue sekaligus pendiri komunitas usaha Kampoeng Kue di Jalan Rungkut Lor Gang II, Kelurahan Kalirungkut, Surabaya.

Melansir Link UMKM BRI dan RCTI (19/12), wanita berusia 55 tahun ini sebelumnya bekerja sebagai buruh pabrik, namun karena terkena PHK dia banting setir sebagai penjual kue basah dan kering pada 2001. 

Namun pada 2005, dia menggagas pembentukan komunitas usaha khusus ibu-ibu di kampungnya, yang kelak menjadi Kampoeng Kue, paguyuban yang beranggotakan 63 pengusaha kue. 

Motivasinya mendirikan komunitas usaha adalah keprihatinannya melihat banyak ibu-ibu yang menganggur sejak pagi tanpa kegiatan produktif. Ironisnya, sebagian dari mereka dikejar renterir pada siang hari. 

Mahpuduah akhirnya mengusulkan pendirian komunitas usaha agar tetangganya ini produktif. Sebelumnya, pada 1970-an kampungnya terkenal sebagai produsen pakaian dalam, tapi sebagian di antaranya ada yang memproduksi kue. 

Awalnya dia berupaya membangun komunitas usaha dengan pembuatan sulam pita, namun upaya itu tidak berdampak besar pada perekonomian ibu-ibu di kampungnya. Selain itu, awalnya juga banyak ibu-ibu yang menolak pendirian komunitas itu. 

Namun berkat tekadnya yang bulat, akhirnya pada 2005 berdirilah komunitas Kampoeng Kue. Dia mengajak ibu-ibu untuk mengikuti pelatihan kue. Lambat laun, komunitasnya berjejaring dengan beragam LSM khusus perempuan, serikat buruh, dinas pemda setempat, perusahaan swasta, hingga BUMN dan universitas. 

Nama Kampoeng Kue semakin terkenal dan memungkinkan promosi yang lebih luas. Awal pendirian, semua pendanaan masih berasal dari kantong pribadinya. Karena menyadari pentingnya pendanaan, Mahpuduah mengusulkan urunan dana anggota. 

Urunan pertama menghasilkan modal untuk dijadikan simpan pinjam bagi anggota yang membutuhkan modal untuk membuat kue. Lambat laun, anggota komunitas yang awalnya hanya tiga orang, bertambah menjadi 10 orang, lalu kini menjadi 63 orang. 

Setiap anggota menyetorkan simpanan pokok sebesar Rp50.000 dan simpanan wajib Rp10.000 per bulannya. Ditambah dengan akses permodalan yang terbuka berkat jejaringnya, pendanaan Kampoeng Kue makin mudah. 

Sebelum masa pandemi, perputaran uang di Kampoeng Kue bisa mencapai Rp20 juta per hari secara kolektif. Namun ketika pandemi, omzet menyusut menjadi hanya 10 persen dari perolehan harian rata-rata. 

Setelah pandemi, tepatnya pada 2022, barulah kegiatan usaha dan perputaran uang di komunitas tersebut kembali pulih. Kue-kue kering buatan anggota Kampoeng Kue kini dijual ke banyak daerah di Indonesia. 

Adapun produk kue yang diproduksi komunitas ini terbagi dalam dua jenis, yakni kue basah dan kue kering. Jenis kue basah yang dibuat antara lain pisang cokelat, dadar gulung, kue lumpur, panda fla, puding, onde-onde, apem, pastel, dan sebagainya. 

Sementara jenis kue keringnya antara lain cheese stick, almond crispy, dan kacang-kacangan. Sebagai tambahan informasi, hampir semua anggota komunitas Kampoeng Kue adalah nasabah BRI. Karena BRI termasuk salah satu bank yang memberikan bantuan sarana prasana. 

Itulah kisah sukses penjual kue basah yang berhasil memberdayakan ibu-ibu di kampungnya. 


(Nadya Kurnia)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |