Kebutuhan Pangan Diramal Melonjak 50% Pada 2050, Kok Bisa?

6 hours ago 2

Jakarta -

Pada 2050 kebutuhan pangan dunia akan meningkat hingga 50%, penduduk dunia akan menyusut menjadi 10 miliar, hingga kebutuhan air meningkat 30%. Hal ini tak lepas dari dunia tengah mengalami krisis air.

Utusan Khusus Sekretaris Jenderal Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk Isu Air Retno Marsudi menyampaikan ketahanan pangan tak lepas dari ketersediaan air. Retno menyebut 72% air, khususnya fresh water di dunia digunakan untuk sektor pertanian.

Menurut Retno, 1 kilogram beras memerlukan 2.500 liter air dalam setahun sementara untuk 1 kilogram jagung diperlukan 900 liter air.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Dengan kata lain, diperlukan air yang sangat banyak untuk memproduksi pangan. Nah, pada saat kita tahu bahwa ketergantungan pangan terhadap air begitu besar, pertanyaannya adalah bagaimana kondisi air dunia saat ini?" kata Retno dalam acara Kagama Leaders Forum, di kantor berita RRI, Jakarta Pusat, Kamis (17/7/2025).

Retno menerangkan saat ini dunia tengah menghadapi krisis air. Ada tiga tantangan yang dihadapi, seperti banjir, kekeringan, hingga isu geopolitik.

Satu dari empat orang di dunia menghadapi kekeringan atau kekurangan air. Pada 2050 nanti, para ahli memperkirakan kekeringan akan berdampak terhadap 3 per empat penduduk dunia.

"It's a lot. Dan di tahun 2050 juga, penduduk dunia diperkirakan akan menjadi 10 miliar, kebutuhan pangan akan meningkat 50%, dan kebutuhan fresh water akan meningkat 30%. Dan climate change memperburuk semua tantangan yang dihadapi oleh air saat ini," tambah Retno.

Selain itu, Retno menilai berdasarkan Bank Dunia, anggaran pemerintah untuk mendanai infrastruktur air hanya 1,2% dari total belanja publik. Dari sumber pendanaan yang selama ini terjadi untuk infrastruktur air, 90% memang masih dikeluarkan dari dana pemerintah, sementara partisipasi swasta baru 2%. Melihat hal ini, Retno menilai masih ada tantangan dari segi pendanaan.

Lantas apa yang perlu dilakukan pemerintah? Apalagi produksi pangan tergantung air. Dia mendorong agar pemerintah mempercepat transformasi sistem agrifood, sehingga menjadi lebih efisien, inklusif, resilient, dan sustainable. Kemudian, upaya agar menghasilkan produksi pertanian yang lebih tinggi dengan menggunakan air yang lebih sedikit.

"Karena tadi, 72% fresh water dunia terserap untuk agriculture. Artinya kita harus menerapkan integrated water resources management approaches dan juga solusi inovatif lainnya. maka water responsive approach memang mau tidak mau harus diletakkan at the heart of agrifood system. Itu memang tidak bisa diingkari dan sebuah political will sangat diperlukan, koordinasi lintas sektoral, koherensi kebijakan di semua tingkatan dan sebagainya," terang dia.

Kemudian, diperlukan data dan informasi yang tangguh sehingga keputusan yang diambil baik di sektor air maupun di sektor pertanian bisa dengan tepat. Dari sinilah, menurut Retno, teknologi termasuk AI diperlukan. Untuk itu, dia menilai kebijakan air dan pangan tidak dapat dipisahkan.

(rea/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |