Kaleidoskop Perbankan 2024: Laba Kinclong Bank hingga Kebijakan Moneter

1 month ago 22

Kinerja keuangan perbankan Indonesia selama 2024 tampak kinclong dan kian untung.

MNC Media)

Kaleidoskop Perbankan 2024: Laba Kinclong Bank hingga Kebijakan Moneter (FOTO:MNC Media)

Mengulik Laba Bank BUMN dan Swasta Sepanjang 2024, Mana yang Paling Cuan?

IDXChannel - Kinerja keuangan perbankan Indonesia selama 2024 tampak kinclong dan kian untung. Sebut saja Bank BCA (BBCA), perseroan membukukan laba bersih (bank only) sebesar Rp50,5 triliun sampai November 2024 atau naik 14 persen secara tahunan.

Tak hanya BCA (BBCA), laba BNI (BBNI) juga tak kalah menawannya di mana perseroan mencetak laba bersih Rp19,81 triliun hingga November 2024 atau tumbuh 4,04 persen secara tahunan.

Untuk mengetahui perbankan apa saja yang berhasil mengantongi laba jumbo di 2024, berikut rangkumannya yang dihimpun dari berbagai sumber:

1. BCA (BBCA)

PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) meraup laba bersih (bank only) sebesar Rp50,5 triliun sampai dengan November 2024. Laba tersebut naik 14 persen secara tahunan jika dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya.

Mengutip laporan keuangan BCA, Senin (23/12/2024), laba bersih BBCA di November 2024 mencapai Rp4,2 triliun. Angka tersebut naik 8 persen dibandingkan tahun lalu, namun turun 28 persen dibandingkan bulan sebelumnya.

Kinerja positif BCA ini didorong oleh tiga faktor. Di antaranya pertumbuhan pendapatan dan kinerja operasional yang solid dan pertumbuhan kredit yang tetap kuat, serta didorong oleh kinerja pengendalian biaya kredit (Credit of Cost atau CoC) yang terjaga.

BCA mencatatkan pendapatan bunga (Net Interest Income atau NII) sebesar Rp6,5 triliun pada November 2024. Angka tersebut naik 11 persen dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 2,5 persen dibandingkan bulan sebelumnya.  

Secara keseluruhan, NII BCA untuk periode sebelas bulan pertama tahun 2024 mencapai Rp70 triliun, meningkat 9 persen dibandingkan tahun sebelumnya. Adapun pertumbuhan NII ini seiring dengan terjaganya margin bunga bersih (Net Interest Margin atau NIM) di level 5,74 persen, yang naik 37 basis poin dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 19 bps dibandingkan bulan sebelumnya.  

NIM BCA hingga November 2024 tercatat 5,73 persen, meningkat 22 basis poin dan sesuai dengan target manajemen untuk tahun 2024 diperkirakan berada di kisaran 5,7–5,8 persen. Kenaikan NIM ini didorong oleh perubahan komposisi aset, di mana BBCA mengalihkan penempatannya dari Bank Indonesia ke obligasi pemerintah dan kredit yang memberikan yield lebih tinggi.

Kemudian pendapatan non bunga (Non-Interest Income atau Non-II) BBCA tercatat Rp1,9 triliun pada November 2024, naik 91 persen dibandingkan tahun lalu, meskipun turun 27 persen dibandingkan bulan sebelumnya. Selama 11 bulan pertama 2024, Non-II sempat naik 7,5 persen yoy.
 
BCA mencatatkan pertumbuhan kredit 15,5 persen yoy hingga November 2024, meningkat dibandingkan dengan kinerja hingga Oktober 2024 yang tercatat 14,2 persen yoy, melampaui target manajemen yang diperkirakan berada di kisaran 10–12 persen.  

Kenaikan ini lebih tinggi dibandingkan dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) yang hanya 3,5 persen, yang membuat Loan-to-Deposit Ratio (LDR) naik menjadi 79 persen. BBCA juga mencatatkan beban provisi sebesar Rp236 miliar pada November 2024, setelah adanya pembalikan beban provisi pada Oktober 2024 dan November 2023.

2. BNI (BBNI)

PT Bank Negara Indonesia Tbk atau BNI (BBNI) mengantongi laba bersih Rp19,81 triliun hingga November 2024. Laba tersebut tumbuh 4,04 persen secara tahunan jika dibandingkan periode sama pada tahun sebelumnya.

Mengutip laporan keuangan BBNI, Senin (23/12/2024), laba bersih tesebut didukung penyaluran kredit yang tumbuh 10,96 persen menjadi Rp739,53 triliun sampai dengan November 2024. Kinerja itu mendorong total aset Bank tumbuh 9,83 persen menjadi Rp1.072,63 triliun.

Kinerja positif penyaluran kredit berdampak pada pendapatan bunga BNI yang mencapai Rp58,80 triliun atau meningkat 5,28 persen selama sebelas bulan tahun ini. Namun, beban bunga naik 23,30 persen sehingga nominalnya mencapai Rp23,19 triliun.

Pendapatan bunga BNI yang mencapai Rp58,80 triliun atau meningkat 5,28 persen selama sebelas bulan tahun ini. Namun, beban bunga naik 23,30 persen sehingga nominalnya mencapai Rp23,19 triliun.

Dengan begitu, pendapatan bunga bersih alias net interest income (NII) harus rela susut 3,87 persen menjadi Rp35,61 triliun sampai dengan November 2024. Namun penurunan tersebut sejatinya bergerak membaik atau lebih sedikit dibandingkan posisi tiga bulan lalu (Agustus 2024) yang tercatat minus 6,83 persen.

Dana Pihak Ketiga (DPK) BNI tetap mampu mengalami pertumbuhan di periode sama. Meski tak signifikan, DPK BNI tercatat tumbuh 6,96 persen menjadi Rp783,78 triliun per November 2024. Penopang pertumbuhan DPK bahkan datang dari instrumen dana murah (current account saving account/CASA) yang melesat 11,08 persen menjadi Rp559.36 triliun. Secara tahunan, CASA BNI menguat dari 68,73 persen ke level 71,37 persen per November 2024. Secara rinci, instrumen dana di giro BNI melonjak 12,95 persen menjadi Rp316,32 triliun. Kemudian instrumen tabungan melaju 8,75 persen menjadi Rp243,03 triliun. Sedangkan deposito sebagai sumber pendanaan mahal tumbuh tipis 2,02 persen menjadi Rp224,42 triliun.

3. Mandiri (BMRI)

PT Bank Mandiri (Persero) Tbk (BMRI) mengantongi laba bersih sebesar Rp47,17 triliun hingga November 2024. Raihan itu naik 4,7 persen dari periode yang sama tahun lalu yang sebesar Rp45,1 triliun.

Melansir laporan keuangan perseroan, sepanjang 11 bulan ini, jumlah kredit yang diberikan tumbuh 22,69 persen Rp1.283,44 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp1.046.05 triliun.

Kemudian, Credit cost (CoC) BMRI berada di level 0,3 persen atau naik 28 bps secara year on year pada November 2024. Hasil ini membuat CoC selama periode 11 bulan terjaga di level 0,7 persen, lebih baik dari guidance full year 2024 konsolidasi manajemen di rentang ≤1 persen. Adapun peningkatan CoC secara tahunan disebabkan oleh low-base effect November 2023.

Adapun, pendapatan bunga BMRI hingga periode ini tercatat sebesar Rp101,69 triliun, naik 14,34 persen dari periode yang sama tahun sebelumnya. Sedangkan, beban bunga perseroan tercatat sebesar Rp33,14 triliun. Dengan demikian, pendapatan bunga bersih BMRI per November 2024 tercatat sebesar Rp68,55 triliun.

Di samping itu, pendapatan komisi atau fee dan administrasi tercatat sebesar Rp15,99 triliun, serta pendapatan lainnya tercatat sebesar Rp7,96 triliun. Sementara itu, BMRI mencatatkan kerugian penurunan nilai aset keuangan sebesar Rp7,16 triliun, beban promosi sebesar Rp1,19 triliun dan beban lainnya sebesar Rp16,40 triliun.

Dana Pihak Ketiga (DPK) BMRI per November tercatat sebesar Rp1.367 triliun, tumbuh 15 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Secara rinci, giro tercatat sebesar 581,49 triliun, tumbuh 17,90 persen dari sebelumnya Rp493,20 triliun. Kemudian, tabungan tercatat sebesar Rp505,02 triliun, naik 12,33 persen dari sebelumnya sebesar Rp449,56 triliun, serta deposito tercatat sebesar Rp280,55 triliun, dari sebelumnya sebesar Rp249,46 triliun. 

4. BRI (BBRI)

PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk (BBRI) atau BRI secara konsolidasian mencetak laba bersih sebesar Rp45,36 triliun di kuartal III-2024. Direktur Utama BRI Sunarso mengatakan, perolehan laba tersebut datang dari ketangguhan perseroan dalam menghadapi berbagai tantangan dan hasil dari fundamental bisnis yang kuat. 

Capaian tersebut tidak terlepas dari fokus BRI yang secara konsisten memperkuat fundamental kinerja, serta melakukan strategic response yang tepat dalam menghadapi berbagai dinamika pasar.

Dari sisi intermediasi, BRI berhasil menyalurkan kredit senilai Rp1.353,36 triliun hingga akhir September 2024, Nilainya tumbuh 8,21 persen secara year on year (yoy).

Dari total penyaluran kredit tersebut, 81,70 persen di antaranya atau sekitar Rp1.105,70 triliun merupakan kredit kepada segmen UMKM. Penyaluran kredit yang tumbuh positif tersebut juga membuat aset BRI tercatat meningkat 5,94 persen yoy menjadi sebesar Rp1.961,92 triliun.

Dengan penyaluran kredit yang terus tumbuh, BRI mampu mengelola kualitas asetnya dengan baik. Hal ini ditunjukkan dari rasio Non Performing Loan (NPL) BRI yang membaik, di mana NPL pada kuartal III 2024 tercatat sebesar 2,90 persen atau membaik dibandingkan dengan periode yang sama tahun sebelumnya yakni sebesar 3,07 persen. 

Perseroan juga berhasil mencatat rasio Loan at Risk (LAR) yang lebih baik, dari semula 13,80 persen pada akhir kuartal III 2023 menjadi 11,66 persen pada akhir kuartal III 2024.

BRI berhasil menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp1.362,42 triliun atau tumbuh 5,59 persen yoy. Komposisi dana murah (CASA) masih mendominasi DPK BRI dengan porsi mencapai 64,17 persen atau meningkat dibandingkan dengan CASA periode yang sama tahun lalu yakni sebesar 63,64 persen.

5. BSI (BRIS)

PT Bank Syariah Indonesia Tbk atau BSI (BRIS) mencetak laba bersih pada kuartal III-2024 sebesar Rp5,11 triliun. Ini merupakan capaian keuangan solid dari tahun ke tahun sejak merger pada 2021 hingga kuartal III tahun ini.

Direktur Utama BSI, Hery Gunardi mengungkapkan, capaian laba bersih tersebut naik dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya Rp4,2 triliun. 

Sementara itu, kualitas aset BSI tetap terjaga dengan baik. Hal ini dibuktikan dengan aset BSI tumbuh sebesar 15,91 persen secara year on year (yoy) atau mencapai Rp371 triliun.

Perseroan juga menghimpun dana pihak ketiga sebesar Rp301 triliun, atau tumbuh sebesar 14,92 persen secara tahunan. Dana murah atau Current Account Saving Account (CASA) sebesar Rp186 triliun atau naik secara 18,85 persen secara tahunan.

Hery mengatakan, pembiayaan BSI mengalami pertumbuhan sebesar 15,28 persen atau menjadi Rp267 triliun dengan kualitas yang sehat. Nilai tersebut seiring dengan Non Performing Financing (NPF) Gross yang berada di level 1,97 persen per September 2024. "Angka ini juga lebih baik dibandingkan tahun sebelumnya yakni di angka 2,21 persen," tutur Hery. 

6. BTN (BBTN)

PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk (BTN) meraup laba bersih Rp2,08 triliun per September 2024. BTN juga menyalurkan kredit dan pembiayaan sebesar Rp356,1 triliun atau tumbuh sebesar 11,9 persen secara tahunan (year-on-year/yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu. 

"Pencapaian tersebut masih tercatat di atas pertumbuhan rata-rata kredit industri perbankan nasional yang mencapai 10,9 persen yoy," kata Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu dalam rilis Jumat (29/11/2024).

KPR Subsidi masih menyumbang porsi terbesar terhadap keseluruhan portofolio kredit BTN. Hingga September 2024, perseroan menyalurkan KPR Subsidi sebesar Rp172,7 triliun, meningkat 9,5 persen yoy dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Nixon mengungkapkan, sebanyak 75 persen debitur KPR Subsidi BTN merupakan kelompok Millenial, yang merupakan kategori usia produktif sekitar 21 tahun hingga 35 tahun. 

BTN mencatat pertumbuhan di segmen kredit bermargin tinggi (high-yield loan), yang tumbuh 20,1 persen yoy menjadi Rp15,9 triliun per September 2024. Secara rinci, pertumbuhan Kredit Usaha Rakyat (KUR) melonjak 68,1 persen yoy, diikuti oleh Kredit Ringan (KRING) sebesar 18,1 persen yoy dan Kredit Agunan Rumah (KAR) sebesar 10,9 persen yoy yang disalurkan kepada nasabah eksisting.

Seiring dengan peningkatan penyaluran kredit, Nixon menegaskan bahwa BTN tetap menerapkan kehati-hatian dan mitigasi risiko yang ketat untuk menjaga kualitas kredit. Hal itu terlihat dari rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) gross yang turun menjadi 3,2 persen pada September 2024, dari 3,5 persen pada periode yang sama tahun lalu. 

"Tingkat NPL BTN akan terus menurun pada akhir tahun karena kami akan menyelesaikan bulk asset sales pada bulan Desember dengan nilai sekitar Rp1,1 triliun hingga Rp1,5 triliun,” ujar Nixon.

Kendati terdapat penurunan rata-rata tabungan masyarakat dengan saldo di bawah Rp100 juta secara nasional, penghimpunan dana pihak ketiga (DPK) BTN secara keseluruhan tetap positif. Tercatat, total DPK BTN mencapai Rp370,7 triliun hingga akhir September 2024, bertumbuh 14,5 persen yoy dibandingkan dengan Rp323,9 triliun pada periode yang sama tahun lalu.

Pertumbuhan DPK BTN masih lebih tinggi dari pertumbuhan industri perbankan nasional sebesar 7,04 persen, menandakan mesin funding BTN bekerja dengan optimal. Nixon mengatakan, pertumbuhan DPK BTN terutama ditopang oleh peningkatan di giro sebesar 25,9 persen yoy per kuartal III-2024. Secara keseluruhan, dana murah berupa tabungan dan giro (Current Account Saving Account/CASA) menyumbang 51 persen terhadap total DPK BTN dan bertumbuh 17,9 persen yoy dari September 2023. 

“Strategi jangka panjang BTN untuk menjadi bank transaksional mulai terlihat dari adanya perbaikan struktur pendanaan yang ditopang oleh dana murah dari nasabah ritel dan institusi menengah. Di segmen ritel, BTN Prospera yang diluncurkan untuk segmen Emerging Affluent pada tahun ini telah menyumbang Rp8 triliun terhadap total DPK BTN dari 43.500 rekening baru,” ujar Nixon.

Dengan pertumbuhan DPK yang mampu mengimbangi pertumbuhan kredit, BTN mampu menjaga rasio intermediasi atau loan to deposit ratio (LDR) di level 96 persen per kuartal III-2024, membaik dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 98,3 persen. 

Nixon mengatakan, pencapaian ini menunjukkan tingkat likuiditas yang baik di tengah persaingan mendapatkan pendanaan di industri perbankan. Pertumbuhan kredit dan DPK yang solid hingga kuartal III-2024 menghasilkan peningkatan aset sebesar 11,1 persen yoy menjadi Rp455,1 triliun dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp 409,7 triliun.

“Di balik tantangan yang dihadapi selama sembilan bulan ke belakang pada tahun 2024, kami tetap optimistis bahwa tahun 2025 akan menjadi tahun yang lebih baik bagi BTN seiring dengan prospek makroekonomi yang akan lebih kondusif serta adanya upaya pemerintah untuk meningkatkan pemenuhan kebutuhan rumah nasional secara lebih masif melalui Program Tiga Juta Rumah,” kata Nixon.

7. Danamon (BDMN)

PT Bank Danamon Indonesia Tbk (Bank Danamon) membukukan pertumbuhan laba operasional sebelum pencadangan sebesar 5 persen year-on-year (yoy) menjadi Rp6,3 triliun per September 2024, sehingga menghasilkan laba bersih setelah pajak senilai Rp2,33 triliun.

Meskipun begitu, raihan laba bersih tersebut menurun 8,98 persen yoy dibandingkan pencapaian pada periode yang sama pada tahun sebelumnya yang tercatat sebesar Rp2,56 triliun.

Direktur Utama PT Bank Danamon Indonesia Tbk Daisuke Ejima menuturkan di Jakarta, Rabu, bahwa pencapaian laba bersih tersebut ditopang oleh kinerja penyaluran kredit, termasuk trade finance, yang meningkat 12 persen yoy menjadi Rp186,5 triliun.

Dana Pihak Ketiga (DPK) juga tumbuh 14 persen yoy menjadi Rp148,9 triliun, sementara pendanaan granular naik sebesar 11 persen yoy. Selain itu, pendapatan operasional hingga 30 September 2024 meningkat 7 persen yoy menjadi Rp14,2 triliun.

Pertumbuhan tersebut ditopang oleh kualitas aset yang sehat, tercermin dari rasio risiko atas kredit (loan at risk/LAR), termasuk restrukturisasi COVID-19 yang masih direlaksasi, yang membaik 80 basis poin (bps) menjadi 11,5 persen.

Sementara rasio kredit macet bruto (non-performing loan/NPL gross) membaik sebesar 30 bps menjadi 2 persen yang diikuti juga dengan membaik-nya rasio cakupan pinjaman bermasalah (NPL coverage ratio) menjadi 272,3 persen, naik dari 252,7 persen pada tahun sebelumnya.

8. Bank CIMB Niaga (BNGA)

PT Bank CIMB Niaga Tbk (BNGA) mencetak laba bersih Rp5,2 triliun dalam sembilan bulan pertama tahun ini. Capaian ini tumbuh 6 persen dibandingkan periode yang sama tahun 2023 sebesar Rp4,9 triliun.

Presiden Direktur CIMB Niaga, Lani Darmawan mengatakan, kinerja positif yang diperoleh perseroan mencerminkan fokus CIMB Niaga pada aset yang berkualitas dan operasional yang efisien. Hingga 30 September 2024, rasio kredit bermasalah (non-performing loan/NPL) sebesar 2 persen di bawah rata-rata industri.

"Hal ini merupakan wujud dari pengelolaan kualitas aset yang kami lakukan dengan prinsip kehati-hatian dan proaktif serta memperkuat portofolio sekaligus komitmen kami terhadap kinerja yang berkelanjutan," kata Lani.

Sementara itu, CIMB Niaga mengumpulkan Dana Pihak Ketiga (DPK) sebesar Rp256 triliun atau tumbuh 8,8 persen. DPK ini dikontribusikan dari pertumbuhan current account and savings account (CASA) sebesar 8,8 persen menjadi Rp170,7 triliun dengan rasio CASA terhadap total DPK sebesar 66,7 persen.

BNGA juga menyalurkan kredit/pembiayaan Rp218,6 triliun, naik 6,4 persen, terutama berasal dari pertumbuhan Usaha Kecil Menengah (UKM) yang naik 9,4 persen, diikuti oleh kredit korporasi yang tumbuh 7,1 persen, dan konsumer yang naik 5,4 persen.

Kenaikan tertinggi terjadi di segmen ritel terutama dikontribusikan dari pertumbuhan Kredit Pemilikan Mobil (KPM) yang meningkat 18,2 persen secara tahunan.

Di tengah kondisi ekonomi yang dinamis, Lany bersyukur CIMB dapat memberikan imbal hasil yang menarik bagi shareholders sembari memperkuat posisi modal dan likuiditas. Dia yakin perseroan bisa meraih hasil yang baik di sisa tahun 2024 sesuai dengan strategi jangka panjang kami.

Selain itu, CIMB Niaga fokus pada empat pilar utama yaitu alokasi aset yang baik, memperluas basis nasabah ritel, memperkuat portofolio CASA, dan meningkatkan digital engagement. 

CIMB Niaga juga menjaga posisi permodalan dan likuiditas yang solid dengan capital adequacy ratio (CAR) dan loan to deposit ratio (LDR) masing-masing sebesar 23,4 persen dan 84,3 persen. Untuk total aset konsolidasian CIMB Niaga mencapai Rp354,3 triliun, yang semakin memperkuat posisi CIMB Niaga sebagai bank swasta nasional terbesar kedua di Indonesia.

Kebijakan Moneter, Suku Bunga Naik Satu Kali dalam Setahun

Bank Indonesia, selama periode Januari-Desember 2024 telah menaikkan suku bunga acuan atau BI Rate sebanyak satu kali pada April 2024 dan kembali turun pada September 2024.

Kenaikan suku bunga pada April 2024 dinilai Gubernur BI Perry Warjiyo untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak memburuknya risiko global serta sebagai langkah preemptive dan forward looking untuk memastikan inflasi tetap dalam sasaran 2,5±1 persen pada 2024 dan 2025 sejalan dengan stance kebijakan moneter yang pro-stability.

Suku bunga acuan 6,25 persen ditahan BI selama lima bulan terhitung dari April-Agustus 2024. Lalu pada September 2024 BI memutuskan untuk menurunkan suku bunga sebesar 25 bps menjadi 6,00 persen.

Perry menilai, keputusan ini konsisten dengan tetap rendahnya prediksi inflasi pada 2024 dan 2025, penguatan dan stabilitas nilai tukar Rupiah, dan perlunya upaya untuk memperkuat pertumbuhan ekonomi.

Bank Indonesia pun terus mencermati ruang penurunan suku bunga kebijakan sesuai dengan prakiraan inflasi yang tetap rendah, nilai tukar Rupiah yang stabil dan cenderung menguat, serta pertumbuhan ekonomi yang perlu terus didorong agar lebih tinggi.

Sebagai kado akhir tahun, pada rapat Dewan Gubernur (RDG) Bank Indonesia pada 17-18 Desember 2024 memutuskan untuk mempertahankan BI-Rate sebesar 6,00 persen.

Menurutnya, fokus kebijakan moneter akan terus diarahkan untuk memperkuat stabilitas nilai tukar Rupiah dari dampak makin tingginya ketidakpastian perekonomian global akibat arah kebijakan Amerika Serikat (AS) dan eskalasi ketegangan geopolitik di berbagai wilayah.

Bank Indonesia terus mencermati pergerakan nilai tukar Rupiah dan prospek inflasi serta dinamika kondisi ekonomi yang berkembang, dalam memanfaatkan ruang penurunan suku bunga kebijakan lanjutan. Sementara itu, kebijakan makroprudensial dan sistem pembayaran terus diarahkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi yang berkelanjutan.

Kebijakan makroprudensial longgar terus ditempuh untuk mendorong kredit/pembiayaan perbankan kepada sektor-sektor prioritas pertumbuhan dan penciptaan lapangan kerja, termasuk UMKM dan ekonomi hijau, melalui penguatan strategi Kebijakan Insentif Likuiditas Makroprudensial (KLM) mulai Januari 2025, dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian.

Kebijakan sistem pembayaran juga diarahkan untuk turut mendorong pertumbuhan, khususnya sektor perdagangan dan UMKM, dengan memperkuat keandalan infrastruktur dan struktur industri sistem pembayaran, serta memperluas akseptasi digitalisasi sistem pembayaran.​

Jika dirinci, berikut pergerakan suku bunga selama setahun: Januari 6 persen, Februari 6 persen, Maret 6 persen, April 6,25 persen, Mei 6,25 persen, Juni 6,25 persen, Juli 6,25 persen, Agustus 6,25 persen, September 6 persen, Oktober 6 persen, November 6 persen, dan Desember 6 persen.

(kunthi fahmar sandy)

Follow Saluran Whatsapp IDX Channel untuk Update Berita Ekonomi

Follow

Follow Berita IDX Channel di

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |