Jakarta -
Kasus penahanan ijazah karyawan oleh perusahaan menjadi sorotan beberapa waktu terakhir. Terbaru di Surabaya, salah satu perusahaan disidak oleh Wakil Menteri Ketenagakerjaan (Wamenaker) Immanuel Ebenezer (Noel) karena diduga menahan ijazah mantan karyawan.
Lantas secara hukum, bolehkah perusahaan menahan ijazah dan sikap apa yang harus dilakukan karyawan jika mengalami kasus tersebut? Ketua Ikatan SDM Profesional Indonesia (ISPI) Ivan Taufiza menjelaskan, belum ada undang-undang yang mengatur hal tersebut.
Namun ia menilai perusahaan tidak perlu menahan ijazah dalam proses rekrutmen karena merupakan tindakan tidak etis. Dalam beberapa kasus, penahanan ijazah dilakukan dengan dalih kesepakatan antara perusahaan dan karyawan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Secara hukum tidak ada regulasi khusus yang mengatur tentang penahanan ijazah oleh perusahaan dalam UU Ketenagakerjaan di Indonesia, baik dalam UU Nomor 13 Tahun 2003 maupun dalam UU Cipta Kerja," ujar Ivan saat dihubungi detikcom, Senin (28/4/2025).
"Perusahaan atau HR profesional tidak perlu dan tidak boleh melakukan hal ini, karena praktik jadul ini sangat tidak etis dan umumnya dilakukan dengan dalih ada kesepakatan antara perusahaan dan karyawan, yang tercantum dalam perjanjian kerja," sambung Ivan.
Ivan memberi beberapa tips kepada pencari kerja saat menghadapi situasi tersebut. Pertama, membaca perjanjian kerja dengan teliti dan memastikan semua ketentuan dalam perjanjian kerja, terutama yang berkaitan dengan penahanan ijazah.
Kedua, bisa melakukan konfirmasi secara langsung. Saat proses rekrutmen, tanyakan kepada pihak HRD tentang kebijakan penahanan ijazah dan sampaikan keberatan jika ada ketentuan yang tidak sesuai.
"Tawarkan Alternatif. Jika perusahaan bersikeras, tawarkan alternatif lain yang lebih adil, misalnya ada potong THR, Bonus atau Benefit lain dan seterusnya, jika karyawan keluar sebelum kontrak kerja berakhir," sebut Ivan.
Ketiga, jangan ragu untuk mundur. Jika perusahaan tetap memaksa untuk menahan ijazah dan kita merasa tidak nyaman, pertimbangkan untuk mencari peluang kerja lain yang lebih etis dan menghargai hak karyawan.
Sementara itu, Pakar Hukum Universitas Airlangga (Unair), Profesor Hadi Subhan membenarkan belum adanya regulasi nasional menyangkut penahanan ijazah. Namun, ia mengingatkan di beberapa wilayah, misalnya Jawa Timur ada peraturan daerah yang mengatur hal itu.
"Untuk regulasi yang secara nasional seperti dalam UU, PP atau Peraturan Menteri itu tidak ada. Tapi khusus di Jatim ada regulasinya dalam Perda No 8/2016, di mana dalam pasal 42 Perda Jatim tersebut dikatakan bahwa pengusaha dilarang menahan dokumen yang melekat pada pribadi pekerja seperti KTP, SIM, KK, dan Ijazah," beber Hadi.
Ia menegaskan, penahanan ijazah pekerja oleh pengusaha jelas perbuatan yang merugikan pekerja, karena ijazah merupakan salah satu dokumen pribadi yang melekat sehingga seharusnya tidak ditahan
"Meski buruh sepakat menyerahkan ijazah, akan tetapi sebagai pemaksaan pengusaha terhadap pekerja. Pekerja mau dipaksa karena kondisi yang membutuhkan pekerjaan, yang jika tidak menuruti pengusaha maka akan dipecat atau tidak diterima bekerja," tutur Hadi.
Ia meminta perusahaan tidak perlu menahan ijazah para karyawan. Hal ini karena tanpa menahan ijazah pun, kalo buruh tetap mau bekerja, maka ia tetap akan bekerja. Sebaliknya meski tetap kerja karena ijazahnya ditahan, maka ia akan bekerja tidak maksimal karena terpaksa.
Senada, Praktisi HR, Audi Lumbantoruan menilai penahanan ijazah merupakan cara lama yang digunakan perusahaan yang tidak boleh dilakukan. Ia pun menyarankan karyawan menolak permintaan itu jika perusahaan meminta.
"Nggak boleh, itu cara lama. Dulu sebagai jaminan saja kalau ada kontrak atau pegangan supaya tolak saja. Bilang, bukan zamannya lagi tahan-tahan ijazah," tutur Audi.
(ily/ara)