Harga minyak mentah dunia ditutup melemah pada Senin (21/4/2025) seiring pelemahan pasar secara umum.
Harga Minyak Melemah, Pasar Cemas Dampak Tekanan Trump dan Negosiasi Iran. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia ditutup melemah pada Senin (21/4/2025) seiring pelemahan pasar secara umum.
Sentimen negatif dipicu oleh prospek pertumbuhan ekonomi Amerika Serikat (AS) yang diperkirakan melambat di tengah ketegangan antara Presiden Donald Trump dan Federal Reserve (The Fed), serta kemajuan dalam negosiasi program nuklir Iran.
Berdasarkan data pasar, kontrak berjangka (futures) minyak Brent merosot 2,03 persen menjadi USD66,47 per barel, sedangkan WTI turun 1,89 persen ke level USD62,68 per barel.
Mengutip pernyataan Menteri Luar Negeri Iran, Reuters melaporkan, pembicaraan antara Teheran dan Washington sudah mendekati kerangka kesepakatan mengenai program nuklir Iran. Hal ini terjadi setelah pemerintahan Trump pekan lalu kembali menjatuhkan sanksi atas ekspor minyak Iran.
“Motivasi Iran sangat jelas. Jika AS benar-benar membatasi industri minyak Iran, dampaknya terhadap perekonomian Republik Islam itu bisa sangat besar,” demikian kata PVM Oil Associates, dilansir dari MT Newswires.
Jika kesepakatan tercapai, Iran berpotensi memperoleh akses lebih luas ke pasar internasional untuk mengekspor minyaknya.
Di sisi lain, pasokan global tetap tinggi seiring rencana OPEC+ menambah pasokan sebesar 411.000 barel per hari mulai bulan depan, sebagai bagian dari pelonggaran pemangkasan produksi.
Kekhawatiran terhadap kondisi ekonomi AS juga membayangi pasar. Bursa saham di Negeri Paman Sam jatuh tajam, sementara harga emas dunia kembali mencetak rekor baru dan dolar melemah ke titik terendah dalam tiga tahun.
Bloomberg melaporkan, Presiden Trump mengatakan akan memecat Ketua The Fed Jerome Powell demi mendorong penurunan suku bunga, meski kebijakan tarif yang dijalankan pemerintahannya justru berpotensi meningkatkan inflasi dan menekan pertumbuhan ekonomi. Powell sendiri menyatakan tidak akan mengundurkan diri meskipun mendapat tekanan dari Trump.
Rystad Energy memperkirakan perang dagang yang berkepanjangan dapat memangkas pertumbuhan permintaan minyak China hingga separuhnya, menjadi hanya 90.000 barel per hari di 2025.
“Namun, lonjakan musiman permintaan selama musim panas akan menjadi faktor penting, selain perbandingan antara permintaan kilang dan pasokan minyak,” kata peneliti Rystad, Mukesh Sahdev, dikutip Dow Jones Newswires.
“Secara fundamental, pasar mengarah pada keseimbangan yang lebih ketat di musim panas dan berpotensi mendorong harga Brent dari level USD67 per barel menuju kisaran rendah USD70-an.” (Aldo Fernando)