Harga minyak mentah kembali melemah untuk hari kedua berturut-turut pada Selasa (18/12/2024), tertekan oleh lemahnya permintaan dari China.
Harga Minyak Melemah di Tengah Kekhawatiran Permintaan China dan Pasokan AS. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak mentah kembali melemah untuk hari kedua berturut-turut pada Selasa (18/12/2024), tertekan oleh lemahnya permintaan dari China yang membuat komoditas ini tetap bergerak dalam kisaran sempit.
Data pasar menunjukkan, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent terkoreksi 0,97 persen ke USD73,19 per barel, sedangkan minyak WTI turun 0,89 persen ke level USD70,08 per barel.
Penurunan ini terjadi setelah China melaporkan bahwa penjualan ritel pada November hanya naik 3 persen secara tahunan, melambat dari 4,8 persen pada Oktober.
Harga rumah di negara tersebut juga mengalami penurunan, mencerminkan lemahnya permintaan domestik.
China juga berencana meningkatkan defisit anggarannya menjadi rekor 4 persen dari PDB pada 2025, naik dari 3 persen pada 2024, untuk mengejar target pertumbuhan 5 persen sekaligus menghadapi perang tarif yang diperkirakan dengan pemerintahan Trump yang akan datang.
Menurut PVM Oil Associates, laporan dari Reuters pada Selasa menyebutkan, China siap meningkatkan defisit anggarannya hingga 4 persen dari PDB. Langkah ini dilakukan demi mempertahankan target pertumbuhan 5 persen tahun depan dan menghadapi kemungkinan perang dagang dengan AS.
Namun, PVM menilai langkah tersebut tidak mampu menutupi lemahnya pengeluaran yang masih menjadi tantangan utama.
Harga minyak tetap berada dalam kisaran sempit sepanjang 2024 meskipun OPEC+ telah memangkas produksi. Hal ini disebabkan oleh meningkatnya produksi di luar OPEC dan permintaan yang lemah akibat perlambatan ekonomi China.
Badan Energi Internasional (IEA) dan Administrasi Informasi Energi AS (EIA) memperkirakan pasokan akan melampaui permintaan tahun depan, didorong oleh kenaikan produksi dari Amerika Utara dan Selatan yang cukup untuk memenuhi pertumbuhan permintaan.
Analis mencatat bahwa jika selisih harga Brent dan WTI turun di bawah USD4 per barel, pengiriman minyak mentah AS menjadi kurang ekonomis, sehingga ekspor AS berpotensi menurun.
Sementara itu, di Jerman, survei oleh Institut Ifo menunjukkan bahwa moral bisnis memburuk lebih dari yang diperkirakan pada Desember.
Hal ini dipengaruhi oleh pandangan pesimistis perusahaan terhadap beberapa bulan ke depan di tengah ketidakpastian geopolitik dan penurunan industri di ekonomi terbesar Eropa.
"Hal baik dari indeks Ifo Jerman yang baru dirilis adalah ini menjadi indikator makro terakhir yang penting tahun ini. Waktunya menutup tahun yang tercatat sebagai tahun stagnasi ekonomi kedua berturut-turut," kata analis ING dalam sebuah catatan. (Aldo Fernando)