Harga minyak merosot pada perdagangan Selasa (8/4/2025) seiring meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China.
Harga Minyak Jatuh 4 Persen, Perang Dagang AS-China Makin Memanas. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak merosot pada perdagangan Selasa (8/4/2025) seiring meningkatnya ketegangan dagang antara Amerika Serikat (AS) dan China. Presiden AS Donald Trump memberlakukan tarif baru sebesar 104 persen atas impor dari China.
Kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent tergelincir 4,26 persen menjadi USD61,62 per barel, sedangkan minyak West Texas Intermediate (WTI) anjlok 4,27 persen ke level USD58,22 per barel
Untuk pertama kalinya sejak Februari 2021, harga minyak WTI ditutup di bawah level USD60,00 per barel.
Melansir dari MT Newswires, Trump mengumumkan pada Selasa bahwa tarif impor dari China akan naik dua kali lipat dari 52 persen menjadi 104 persen mulai Rabu.
Keputusan ini diambil setelah China menerapkan tarif balasan sebesar 34 persen atas barang-barang asal AS.
Langkah tersebut semakin memanaskan perang dagang antara dua ekonomi terbesar dunia tersebut.
Ketegangan ini berisiko menghambat arus perdagangan global, mendorong inflasi, dan memperlambat pertumbuhan ekonomi. "China akan melawan hingga akhir," kata pemerintah Beijing dalam pernyataannya, Selasa.
Menurut analis Mizuho, Robert Yawger dari permintaan minyak terancam akibat perang tarif. Namun, masalah minyak mentah tidak hanya sebatas itu.
"OPEC+ telah memutuskan menambah produksi lebih dari 400.000 barel per hari bulan depan, di luar kenaikan 138.000 barel per hari bulan ini," ujarnya, dikutip Dow Jones Newswires.
Ia menambahkan, OPEC dan IEA kemungkinan akan menurunkan proyeksi permintaan dalam laporan bulanannya pekan depan.
"Menarik untuk melihat bagaimana OPEC membenarkan peningkatan produksi Mei sebesar total 538.000 barel per hari," tutur Yawger.
Pasar saham dan komoditas global bergejolak sepanjang pekan lalu sejak Trump mengumumkan kebijakan tarif besar-besaran pada 2 April, yang ia sebut sebagai "Hari Pembebasan". Sementara pasar luar negeri mulai menguat pada Selasa, bursa di Amerika Utara masih bergerak beragam.
PVM Oil Associates menilai situasi ini masih jauh dari selesai. "Akan menjadi taruhan besar jika menganggap badai ini telah berlalu," demikian mengutip analis perusahaan itu dalam laporannya.
Mereka menambahkan, hubungan dagang AS-China kini memasuki tahap konflik terbuka yang telah lama diprediksi pasar.
"Selama bertahun-tahun, Presiden Trump terus menggambarkan praktik dagang China sebagai sesuatu yang tidak adil. Tak diragukan lagi, mengatasi defisit perdagangan dengan China menjadi bagian dari upaya Trump untuk merombak tatanan perdagangan global," kata PVM. (Aldo Fernando)