Harga emas kembali mendekati rekor tertinggi pada Kamis (13/2/2025) seiring melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil obligasi.
Harga Emas Kembali Dekati Rekor, Pasar Amati Tarif dan Inflasi AS. (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga emas kembali mendekati rekor tertinggi pada Kamis (13/2/2025) seiring melemahnya dolar Amerika Serikat (AS) dan imbal hasil obligasi, meskipun data inflasi terbaru di Negeri Paman Sam melampaui ekspektasi.
Kondisi ini semakin memperkuat perkiraan bahwa Federal Reserve (The Fed) AS akan memperlambat laju pemangkasan suku bunga di 2025.
Harga emas spot (XAU/USD) naik 0,84 persen menjadi USD2.928,33 per troy ons, mendekati rekor tertingginya di USD2.942,70 yang dicapai pada perdagangan intraday Selasa (11/2).
Mengutip MT Newswires, Biro Statistik Tenaga Kerja AS melaporkan bahwa Indeks Harga Produsen (PPI) Januari naik 3,5 persen secara tahunan, tidak berubah dari Desember namun lebih tinggi dari perkiraan konsensus FactSet di 3,2 persen.
Tanpa memasukkan harga pangan dan energi yang volatil, inflasi inti PPI naik 3,6 persen, lebih rendah dari bulan sebelumnya di 3,7 persen tetapi tetap melampaui perkiraan di 3,3 persen.
Data ini menyusul laporan Indeks Harga Konsumen (CPI) Januari yang dirilis Rabu, menunjukkan inflasi ritel naik 3,0 persen secara tahunan, juga di atas ekspektasi dan masih jauh dari target 2 persen yang ditetapkan The Fed.
Kenaikan harga emas juga seiring Presiden AS Donald Trump mengumumkan rencana mengenakan tarif timbal balik bagi negara-negara yang membebankan pajak pada impor AS. Langkah ini memicu kekhawatiran terkait perdagangan global.
Sebelumnya, Trump telah menetapkan tarif impor sebesar 25 persen untuk baja dan aluminium, serta tarif lain termasuk 10 persen terhadap barang asal China dan 25 persen untuk impor dari Kanada dan Meksiko, meski tarif terakhir masih ditangguhkan.
Kebijakan terbaru Trump memperkuat kekhawatiran pasar terhadap dampak ekonomi dari kebijakan dagangnya.
Menurut analis ANZ Research dalam laporannya, dikutip Dow Jones Newswires, hal ini meningkatkan kemungkinan terjadinya perang dagang global.
Analis ANZ menambahkan, permintaan emas melonjak seiring investor berupaya melindungi diri dari dampak potensial peristiwa ekonomi yang merugikan tersebut.
"Faktor utama saat ini adalah ketidakpastian politik dan konsekuensi ekonominya. PPI sebenarnya netral dan tidak terlalu berdampak pada emas. Namun, investor di seluruh dunia khawatir tentang bagaimana kebijakan Trump akan memengaruhi perekonomian secara keseluruhan," kata Managing Partner CPM Group, Jeffrey Christian.
Di sisi lain, pasar juga bergejolak akibat prospek berakhirnya perang Rusia-Ukraina. Trump mengungkapkan bahwa dirinya telah berbicara dengan Presiden Rusia Vladimir Putin pada Rabu, diikuti dengan percakapan dengan Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky. Trump menyatakan bahwa ia dan Putin berencana bertemu untuk membahas perdamaian tanpa melibatkan Ukraina atau Eropa.
Terlepas dari data ekonomi yang beragam dan pernyataan dari Ketua The Fed Jerome Powell, harga emas tetap menguat, didukung oleh lonjakan permintaan aset safe haven di tengah ketidakpastian geopolitik dan ekonomi.
Dolar AS melemah setelah laporan inflasi, dengan indeks dolar ICE terakhir turun 0,55 poin ke 107,39. Pelemahan ini semakin menopang harga emas karena membuatnya lebih terjangkau bagi pembeli luar negeri.
Imbal hasil obligasi AS juga turun, menekan biaya kepemilikan emas. Imbal hasil obligasi dua tahun terakhir tercatat di 4,317 persen, turun 4,0 basis poin, sementara yield obligasi 10 tahun turun 9,3 basis poin ke 4,539 persen. (Aldo Fernando)