Bursa Asia turun pada Kamis (20/2/2025), seiring kekhawatiran pasar terhadap ancaman tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Bursa Asia Melemah, Pasar Cermati Risalah The Fed dan Tarif AS. (Foto: Reuters)
IDXChannel – Bursa Asia turun pada Kamis (20/2/2025), seiring kekhawatiran pasar terhadap ancaman tarif baru dari Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
Berdasarkan data pasar, hingga pukul 09.10 WIB, Indeks Nikkei 225 merosot 1,40 persen, sementara indeks Topix melemah 1,05 persen, memperpanjang tren negatif dari sesi sebelumnya.
Trump baru-baru ini mengumumkan rencana mengenakan tarif 25 persen pada impor mobil, semikonduktor, dan farmasi—tiga sektor yang berperan penting bagi perekonomian Jepang.
Selain itu, risalah pertemuan terbaru Federal Reserve (The Fed) menunjukkan bahwa para pembuat kebijakan masih ingin melihat inflasi mereda lebih lanjut sebelum memangkas suku bunga.
Di dalam Negeri Sakura, investor menantikan data inflasi Jepang yang akan dirilis pada Jumat untuk mencari petunjuk terkait prospek ekonomi dan kebijakan moneter ke depan.
Hang Seng Index Hong Kong juga terkoreksi 1,79 persen, Shanghai Composite minus 0,18 persen, dan ASX 200 Australia berkurang 1,54 persen.
Berbeda, STI Singapura naik tipis 0,07 persen.
S&P 500 Perpanjang Rekor
Indeks S&P 500 di Wall Street kembali mencatat rekor penutupan pada Rabu (19/2) seiring pasar mencerna risalah pertemuan terbaru The Fed dan memantau perkembangan kebijakan tarif.
Indeks S&P 500 dan Dow Jones Industrial Average masing-masing naik 0,2 persen ke level 6.144,2 dan 44.627,6. Sementara itu, Nasdaq Composite bertambah 0,1 persen ke 20.056,3.
Dilansir dari MT Newswires, sektor kesehatan memimpin penguatan, sedangkan sektor keuangan, layanan komunikasi, dan barang konsumsi non-primer bergerak mendatar. Sektor material menjadi satu-satunya yang melemah.
Risalah pertemuan Komite Pasar Terbuka Federal (FOMC) menunjukkan, para pejabat bank sentral AS ingin melihat inflasi lebih lanjut mereda sebelum memangkas suku bunga.
Mereka juga mencatat bahwa potensi perubahan kebijakan perdagangan dan imigrasi AS dapat menghambat proses disinflasi.
Dalam pertemuan Januari, FOMC memutuskan untuk mempertahankan suku bunga acuannya setelah sebelumnya memangkas suku bunga tiga kali berturut-turut.
“Dari risalah pertemuan, jelas bahwa pemangkasan suku bunga tidak terjadi akan dalam waktu dekat. The Fed kemungkinan menunggu kepastian lebih lanjut terkait tarif sebelum memberikan panduan ke depan,” ujar Oxford Economics.
Pada Selasa, Presiden Donald Trump menyatakan kemungkinan mengenakan tarif 25 persen pada impor mobil, semikonduktor, dan farmasi, menambah daftar kebijakan tarif sebelumnya.
Menurut deVere Group, langkah pemerintah AS untuk menghukum praktik perdagangan yang dianggap tidak adil oleh Washington berpotensi memicu pembalasan, meningkatkan biaya bagi bisnis dan konsumen, serta mengganggu rantai pasok global yang kompleks.
Imbal hasil obligasi AS tenor dua tahun turun 2,5 basis poin menjadi 4,27 persen, sementara tenor 10 tahun melemah 1,1 basis poin ke 4,53 persen.
Di sisi ekonomi, data pemerintah menunjukkan bahwa pembangunan rumah di AS turun lebih dari perkiraan bulan lalu akibat penurunan proyek rumah tapak dan hunian bertingkat.
“Kegiatan pembangunan perumahan kemungkinan tetap lemah dalam jangka pendek akibat suku bunga yang masih tinggi dan ketidakpastian kebijakan,” kata TD Economics. (Aldo Fernando)