BI Diminta Tahan Suku Bunga di 5,75 Persen, Ini Alasannya

1 day ago 5

Bank Indonesia (BI) diminta untuk menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam RDG periode Februari.

 MNC Media)

BI Diminta Tahan Suku Bunga di 5,75 Persen, Ini Alasannya (Foto: MNC Media)

IDXChannel - Bank Indonesia (BI) diminta untuk menahan suku bunga acuan di level 5,75 persen dalam Rapat Dewan Gubernur (RDG) periode Februari 2025.

Kebijakan itu dinilai penting dalam menghadapi ketidakpastian global dan kondisi domestik terkini. Pasalnya, penerapan tarif impor Amerika Serikat (AS) hingga gejolak tensi geopolitik masih membayangi kebijakan dalam negeri.

Periode Ramadan dan Idul Fitri pada bulan depan juga dipandang berpotensi mendongkrak inflasi, saat nilai tukar rupiah terhadap dolar masih fluktuatif.

“Mempertimbangkan berbagai aspek tersebut, kami berpandangan bahwa Bank Indonesia perlu menahan suku bunga acuannya di 5,75 persen pada Rapat Dewan Gubernur di Februari ini,” kata Ekonom LPEM UI Teuku Riefky dalam risetnya, Selasa (18/2/2025).

Pasca-pelantikan Presiden AS Donald Trump pada 20 Januari lalu, Teuku menyoroti potensi dampak perang dagang yang kian meluas, kendati ada negosiasi dari negara mitra Paman Sam.

Tak hanya seputar tarif dagang, Trump juga meluncurkan berbagai macam arah kebijakan, termasuk pengetatan arus migrasi yang berpotensi mengetatkan pasar tenaga kerja AS, hingga pemotongan pajak korporasi, yang secara keseluruhan dinilai berpotensi meningkatkan inflasi AS dan memicu ketidakpastian global. 

Bank sentral AS atau Federal Reserve (The Fed) juga dinilai mulai menunjukkan sikap kurang agresif setelah menahan Fed Funds Rate (FFR) sebesar 4,25-4,50 persen. 

Keputusan the Fed menahan suku bunga acuan didorong oleh kondisi terkini inflasi di AS. Sebagai pengingat, inflasi AS secara konsisten meningkat dari 2,4 persen (yoy) pada September 2024 ke 3,0 persen (yoy) di Januari 2025, menjauh dari target inflasi the Fed sebesar 2 persen.

Inflasi inti AS (yang tidak termasuk komponen pangan dan energi) juga naik kembali ke 3,3 persen (yoy) di Januari 2025. 

“Perkembangan terkini inflasi di AS mendorong menguatnya pandangan bahwa The Fed akan mengurangi agresivitas pemangkasan suku bunga acuannya selama 2025,” tutur Teuku.

Kurs rupiah sempat menguat dari Rp16.360 per USD pada 17 Januari ke Rp16.170 per USDpada 24 Januari. Namun, rupiah kembali melemah ke level Rp16.430 per USD di awal Februari. 

Berlanjutnya eskalasi dan negosiasi penerapan tarif impor oleh pemerintahan Trump dengan berbagai negara pada beberapa minggu awal Februari mendorong pelemahan USD, yang berakibat terhadap menguatnya Rupiah hingga mencapai Rp16.255 per USD pada 14 Februari 2025.

Secara keseluruhan, Teuku menilai rupiah terdepresiasi secara year-to-date sebesar 1,03 persen (ytd) dengan kinerja yang lebih buruk ketimbang beberapa mata uang negara berkembang lainnya, seperti Rubel Rusia, Real Brasil, Rand Afrika Selatan, Baht Thailand, Ringgit Malaysia, Yuan Tiongkok, dan Peso Filipina, yang mencatatkan angka depresiasi lebih kecil atau bahkan mengalami penguatan.

Di sisi lain, inflasi RI pada Januari 2025 tercatat sebesar 0,76 persen (yoy) terendah sejak 2000 dan turun di bawah rentang target BI sebesar 1,5-3,5 persen.

Sementara indeks harga konsumen (IHK) periode Januari 2025 tercatat mengalami deflasi 0,76 persen (mtm) Hal ini sebagian besar dipengaruhi oleh diskon tarif listrik hingga 50 persen terhadap kelompok rumah tangga tertentu. 

Adapun Inflasi inti naik menjadi 0,30 persen (mtm) dari realisasi pada bulan sebelumnya sebesar 0,17 persen (mtm) Sementara inflasi inti tahunan naik menjadi 2,26 persen (yoy).

(DESI ANGRIANI)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |