Jakarta -
Pemerintah telah menarik utang baru senilai Rp 250 triliun hingga Maret 2025 untuk menambal defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Jumlah itu setara dengan 40,6% dari target penarikan utang tahun ini sebesar Rp 775,9 triliun.
"Realisasi pembiayaan tetap sesuai yang direncanakan atau on track yaitu mencapai Rp 250 triliun atau 40,6% dari target APBN 2025 yang sebesar Rp 775,9 triliun," kata Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati dalam konferensi pers Komite Stabilitas Sistem Keuangan (KSSK) secara virtual, Kamis (24/4/2025).
Sri Mulyani memastikan penarikan utang baru akan terus dilaksanakan secara hati-hati dan terukur dengan memperhatikan outlook dari defisit APBN, serta ketersediaan likuiditas pemerintah dan mencermati dinamika pasar keuangan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Tentu mencermati dinamika pasar keuangan dan termasuk pasar obligasi, serta menjaga keseimbangan antara tingkat biaya dan risiko utang. Pemerintah akan terus mengoptimalkan peranan instrumen APBN sebagai shock absorber dan sekaligus mengakselerasi pencapaian target pembangunan melalui berbagai kebijakan," ucap Sri Mulyani.
Sebagai informasi, APBN 2025 tercatat sudah defisit sebesar Rp 104,2 triliun atau 0,43% dari Produk Domestik Bruto (PDB). Defisit itu baru 16,9% dari target yang telah ditetapkan dalam APBN 2025.
Defisit APBN ini berarti pendapatan lebih kecil dibandingkan jumlah pengeluaran pemerintah. Meski begitu, dari sisi keseimbangan primer tercatat masih surplus Rp 17,5 triliun dan posisi kas surplus Rp 145,8 triliun dalam bentuk Sisa Lebih Pembiayaan Anggaran (SiLPA).
Tercatat pendapatan negara sampai Maret 2025 terkumpul Rp 516,1 triliun atau 17,2% dari target APBN. Pendapatan itu berasal dari pajak, bea cukai, serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP).
Sementara itu, belanja negara mencapai Rp 620,3 triliun atau 17,1% dari pagu APBN. Belajar negara ini terdiri dari belanja pemerintah pusat yakni belanja K/L dan belanja non K/L, serta transfer ke daerah.
"Kinerja APBN triwulan I-2025 terjaga dengan baik," imbuh Sri Mulyani.
(aid/rrd)