Jakarta, CNN Indonesia --
Irak pernah memiliki pemimpin yang terkenal kejam dan sadis. Ia seorang diktator, yang di bawah kepemimpinannya masyarakat banyak dieksekusi mati lantaran menentang dia.
Pemimpin itu ialah Saddam Hussein. Presiden ke-5 Irak yang berakhir tragis dengan dihukum gantung oleh rakyatnya sendiri.
ADVERTISEMENT
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ini adalah kisah tragis sang pemimpin Sunni tersebut.
Saddam Hussein adalah politisi Irak yang memimpin negara itu sejak 16 Juli 1979 hingga 9 April 2003.
Ia lahir di kota Al Awja pada 28 April 1937. Ibunya, Subha Tulfah al-Mussallat, menamai dia sebagai "Saddam" yang dalam bahasa Arab berarti "Dia yang menantang".
Saat Saddam masih dalam kandungan, ibunya mengalami depresi hebat. Kakaknya yang berusia 13 tahun meninggal dunia karena kanker sehingga Subha harus melewati masa-masa sulit di trimester akhir kehamilannya.
Subha sempat ingin menggugurkan kehamilannya dengan mencoba bunuh diri. Namun, hal itu urung dilakukan. Ketika Saddam lahir, Saddam akhirnya dikirim ke keluarga pamannya, Khairallah Talfah, hingga dirinya berusia tiga tahun.
Saddam dikembalikan ke Subha ketika sang Ibunda menikah lagi. Namun, ada kabar bahwa ayah tirinya, Ibrahim Al Hassan, kasar dan sering menyiksanya.
Saddam pun melarikan diri dari rumah untuk kembali ke rumah pamannya di Baghdad.
Menurut berbagai sumber, paman Saddam, Khairallah, merupakan sosok yang sangat mempengaruhi pandangan politik Saddam. Dia memperkenalkan Saddam pada ideologi nasionalisme Arab dan kebencian terhadap pengaruh Barat serta kelompok Syiah dan Kurdi di Irak.
Di usia 20 tahun, Saddam bergabung dengan Partai Ba'ath. Partai ini yang menjadi kendaraan politik Saddam untuk mencapai kekuasaan.
Pada 1959 atau pada usia 22 tahun, Saddam terlibat dalam upaya pembunuhan Presiden Irak saat itu, Abdul Karim Qasim. Percobaan itu gagal dan Saddam melarikan diri ke Suriah serta Mesir sebelum kembali ke Irak beberapa tahun kemudian.
Pada 1963, Saddam kembali ke Baghdad ketika Partai Ba'ath merebut kekuasaan melalui kudeta militer. Namun, sembilan bulan kemudian Ba'ath digulingkan. Saddam tertangkap dan kemudian dipenjara.
Pada 1966, Saddam diangkat oleh Ahmed Hassan Al Bakr sebagai wakil sekretaris komando regional. Ahmed Hassan Al Bakr adalah seorang Ba'athist terkemuka yang dikenal Saddam melalui pamannya.
Pada 1968, Saddam berpartisipasi dalam merencanakan kudeta tak berdarah untuk menggulingkan Presiden Abdul Rahman Arif. Kudeta itu berhasil dan Al Bakr diangkat sebagai presiden dengan Saddam sebagai wakilnya.
Pada 1979, Al Bakr membuat perjanjian dengan Suriah yang akan mengarah pada penyatuan kedua negara. Presiden Suriah saat itu, Hafez Al Assad, disebut-sebut akan menjadi wakil pemimpin kelak. Situasi ini membuat posisi Saddam begitu rentan.
Saddam lantas berupaya mengamankan kekuasaannya dengan memaksa Al Bakr yang saat itu sakit untuk mengundurkan diri pada Juli 1979. Saddam secara resmi menjadi presiden usai mundurnya Al Bakr.
22 September 1980 adalah hari ketika Saddam melancarkan perang terhadap Iran yang berlangsung selama delapan tahun. Dalam perang ini, lebih dari satu juta orang meninggal dunia di kedua negara.
Saddam menggunakan senjata kimia dalam perang ini, yang dikecam keras oleh komunitas internasional.
Beberapa bulan kemudian atau pada Agustus 1988, Iran dan Irak akhirnya gencatan senjata. Meski begitu, perlawanan terhadap suku Kurdi terus berlanjut.
Saddam melancarkan Operasi Anfal terhadap suku Kurdi di Irak Utara yang dianggapnya memberontak. Dalam operasi ini, sekitar 100.000 hingga 180.000 orang Kurdi dibantai.
Kota Halabja dibombardir dengan senjata kimia hingga menewaskan 5.000 orang dalam hitungan jam. Kebanyakan korban ialah perempuan dan anak-anak.
Bersambung ke halaman berikutnya...