mayoritas pekerja di industri adalah ibu-ibu berpendidikan terbatas, bahkan banyak yang hanya berpendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD).
Rancangan Aturan Kemasan Rokok Polos Tanpa Merek Ancam Nasib Buruh Perempuan (foto: MNC media)
IDXChannel - Kalangan pekerja di sektor pertembakauan khawatir terhadap dampak negatif dari kebijakan restriktif dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 maupun Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK).
Salah satu ketentuan yang paling dipersoalkan adalah kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek pada RPMK yang diyakini akan memberikan angin segar bagi produsen rokok ilegal dan mengancam industri legal.
Hal tersebut diungkap oleh Federasi Serikat Pekerja Rokok Tembakau Makanan Minuman-Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (FSP RTMM-SPSI).
Menurut Ketua Pengurus Daerah (PD) FSP RTMM SPSI Jawa Barat, Ateng Ruchiat, perwakilan serikat pekerja menyuarakan kekhawatiran mendalam mengenai dampak negatif dari dua regulasi insiatif Menteri Kesehatan, Budi Gunadi Sadikin, tersebut.
"Terutama bagi para pekerja di industri hasil tembakau, yang kebanyakan adalah perempuan, yang tidak memiliki kesempatan untuk mengenyam pendidikan tinggi," ujar Ateng, dalam keterangan resminya, Kamis (17/10/2024).
Menurut Ateng, poin penting yang perlu ditekankan yaitu mayoritas pekerja di industri ini adalah ibu-ibu berpendidikan terbatas, bahkan banyak yang hanya berpendidikan di tingkat Sekolah Dasar (SD).
Dengan tingkat pendidikan tersebut, tentu akan sulit bagi mereka untuk mencari pekerjaan lain di sektor yang berbeda, jika nantinya terjadi pemutusan hubungan kerja (PHK).
"Pekerja sektor industri hasil tembakau itu kebanyakan ibu-ibu yang pendidikannya terbatas. Kebanyakan dari mereka hanya lulusan SD dan tidak memiliki keahlian lain untuk bersaing di bidang lain," ujar Ateng.
Pernyataan ini menyoroti betapa rapuhnya posisi para pekerja tersebut dalam menghadapi perubahan regulasi yang dapat memberatkan industri tembakau.
Ateng menjelaskan, kebijakan-kebijakan baru yang diusulkan, seperti kemasan rokok polos tanpa merek, justru berpotensi memperburuk situasi yang mereka hadapi saat ini.
Jika kebijakan ini diterapkan, dikhawatirkan akan semakin memperbesar peluang bagi produk rokok ilegal untuk bersaing dengan produk legal yang resmi dan membayar cukai dengan tertib.
Hal ini tidak hanya mengancam industri yang taat aturan, tetapi juga dapat menyebabkan berkurangnya penerimaan negara dari cukai hasil tembakau.
"Dalam jangka panjang, tekanan yang semakin besar pada industri tembakau legal diperkirakan akan menyebabkan PHK massal, terutama di kalangan para pekerja yang sebagian besar adalah ibu-ibu berpendidikan rendah," ujar Ateng.
Selain soal kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek, serikat pekerja juga menyoroti minimnya perhatian pemerintah terhadap aspirasi mereka. Hingga saat ini, Ateng akui serikat pekerja tidak pernah diundang Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk berdiskusi.
Hal ini semakin memicu kemarahan para buruh dan pekerja, sehingga serikat pekerja yang tergabung dalam FSP RTMM SPSI akhirnya memutuskan untuk turun ke jalan dan menyampaikan aspirasi langsung ke Kemenkes pada tanggal 10 oktober 2024 lalu.
Bukan cuma pekerja tembakau, tapi pekerja di sektor industri makanan minuman juga ikut aksi unjuk rasa tersebut, mengingat pihaknya juga dirugikan dari aturan inisiatif Kemenkes yaitu PP 28/2024.
Pada aksi tersebut, para demonstran juga menegaskan dua langkah konkret yang akan diambil jika tuntutan mereka tidak mendapat respons. Langkah pertama adalah mengajukan judicial review atas kebijakan yang dianggap merugikan industri padat karya.
"Kedua, jika tidak ada tanggapan yang memuaskan, kami berencana menggelar aksi yang lebih besar di masa mendatang," ujar Ateng.
Unjuk rasa di Kemenkes tersebut, dikatakan Ateng, menandai salah satu langkah penting yang diambil para pekerja dalam memperjuangkan hak mereka.
Dalam situasi ketidakpastian regulasi yang menghantui industri hasil tembakau, Ateng berharap pemerintah dapat mendengar dan mempertimbangkan nasib para pekerja yang terancam.
Dukungan terhadap industri ini, menurutnya, adalah dukungan terhadap ribuan keluarga pekerja yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertembakauan.
Menjelang pelantikan pemerintahan baru, Ateng dan pekerja memiliki optimisme sekaligus harapan besar terkait dengan arah kebijakan yang lebih positif untuk keberlangsungan tenaga kerja di industri tembakau.
"Kami optimistis dengan pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Pak Prabowo. Harapan kami, beliau akan mengeluarkan kebijakan yang lebih positif untuk industri hasil tembakau, sehingga kelangsungan pekerjaan para buruh, terutama ibu-ibu, dapat terjaga dan kesejahteraan mereka beserta keluarganya bisa meningkat," ujar Ateng.
(taufan sukma)