Peringkat Daya Saing RI Anjlok, Kalah dari Malaysia

3 weeks ago 18

Jakarta -

Indonesia mengalami penurunan daya saing yang cukup drastis. Hal ini terungkap dalam hasil riset yang dilakukan World Competitiveness Ranking (WCR) 2025 dan diumumkan oleh IMD World Competitiveness Center (WCC).

Peringkat daya saing Indonesia mengalami kemerosotan tajam 13 peringkat pada tahun ini. Tingkat daya siang Indonesia turun ke peringkat 40 dari total 69 negara dunia.

Padahal dalam tiga tahun terakhir Indonesia berhasil terus memperbaiki posisi dari peringkat 44 di 2022, naik ke peringkat 34 di 2023, hingga akhirnya ada posisi 27 pada 2024.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Arturo Bris, Direktur World Competitive Center (WCC) IMD menyatakan pasca pandemi Indonesia merupakan salah satu negara dengan performa daya saing terbaik dalam peringkat WCR yang naik 11 peringkat. Kala itu, daya saing Indonesia didongkrak dari nilai ekspor migas dan komoditi.

"Namun, saat ini peringkat daya saing Indonesia dan sejumlah negara Asia Tenggara anjlok imbas dari perang tarif yang ditujukan ke kawasan ini," jelas Bris dalam keterangannya, Kamis (19/6/2025).

Tiga dari lima negara Asia Tenggara yang diukur dalam survei pun turun peringkat. Misalnya, Thailand turun 5 peringkat dan Singapura turun 1 peringkat.

Namun di sisi lain, posisi Malaysia berhasil meroket 11 peringkat dan Filipina naik 1 peringkat. Kenaikan peringkat kedua negara ini didorong oleh kebijakan industri dan investasi digital yang strategis.

Di skala Asia Tenggara, Singapura menempati peringkat paling tinggi di kancah dunia. Daya saing Negeri Singa adalah yang nomor 2 sedunia. Di bawahnya ada Malaysia yang menempati peringkat 23 sedunia, kemudian ada Thailand di peringkat 30 sedunia. Baru lah Indonesia berada di peringkat 40, di bawahnya ada Filipina yang ada di peringkat 51.

Biang Kerok Daya Saing Anjlok

Riset WCC IMD mengukur tingkat daya saing 69 negara dunia menggunakan data keras dan hasil survei. WCC memperhitungkan 262 informasi berupa 170 data eksternal dan 92 respons survei terhadap 6.162 responden eksekutif di tiap negara.

Berdasarkan survei, 66,1% eksekutif Indonesia menganggap kurangnya peluang ekonomi menjadi pendorong polarisasi. Artinya, masalah ekonomi mendasar seperti infrastruktur yang tidak memadai, lembaga yang lemah, dan keterbatasan talenta SDM (sumber daya manusia) mesti mendapat porsi perhatian yang besar.

Pembangunan yang dilakukan negara dianggap tidak inklusif membuat ketimpangan struktural, angka pengangguran yang tinggi, dan pembangunan yang tidak merata. Minimnya penciptaan lapangan kerja baru ini membuat warga frustrasi karena mempersulit mereka untuk naik kelas.

Untuk menentukan peringkat daya saing WCR 2025 sendiri terdapat empat komponen yang diperhitungkan, yaitu performa ekonomi, efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur.

Daya saing Indonesia mengalami penurunan pada tiga dari empat faktor tersebut, tepatnya pada peringkat performa ekonomi stagnan, sementara efisiensi pemerintah, efisiensi bisnis, dan infrastruktur mengalami penurunan.

Untuk urusan performa ekonomi, investasi internasional ke Indonesia perlu ditingkatkan, karena turun dari peringkat 36 ke 42. Selain itu nilai ekspor layanan komersial juga masih tergolong rendah karena ada di peringkat 63 dari 69 negara.

Kekuatan performa ekonomi Indonesia ditopang oleh pertumbuhan PDB per kapita dan riil. Terkait efisiensi pemerintah, kerangka kerja institusional mendapat rapor merah, turun dari peringkat 25 ke 51.

Masih berdasarkan perhitungan data WCR 2025, Indonesia juga nampak cukup tertinggal urusan pendidikan yang berada di posisi 62 dari 69 negara, kesehatan dan lingkungan di posisi 63, dan kerangka institusional pemerintah yang efektif di posisi 51.

Saran Buat Pemerintah

Lembaga Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (UI) yang menjadi mitra WCC dalam penelitian ini menyarankan perlunya mengembangkan tenaga kerja produktif yang mampu meningkatkan daya saing ekonomi. Indonesia juga perlu melakukan integrasi strategi mereka dari hulu ke hilir.

Sementara itu, dari IMD WCC sendiri menyarankan agar pemerintah perlu memperbaiki struktur biaya yang tidak efektif dan memberikan kemudahan prosedur membuat perusahaan baru.

Pemerintah juga harus lebih perhatian dengan cadangan mata uang asing per kapita, hingga tingkat kekuatan paspor Indonesia. Kemudian, kekuatan efisiensi pemerintah terletak pada pengumpulan pajak pendapatan serta orang pribadi.

Soal efisiensi bisnis di Indonesia juga perlu diperbaiki, yang perlu mendapat perhatian adalah soal ketersediaan tenaga kerja asing, akses ke layanan finansial, serta tingkat produktivitas keseluruhan dan tenaga kerja.

(hal/kil)

Read Entire Article
IDX | INEWS | SINDO | Okezone |