Tingginya pencari kerja saat ini, membuat masyarakat bertanya mengenai janji Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka soal 19 juta lapangan kerja. Janji itu dilontarkan saat Gibran masih berstatus sebagai Calon Wakil Presiden saat Debat Pilpres keempat di JCC Senayan, Jakarta Pusat, Minggu (21/1/2024). Foto: Andhika Prasetia/detikcom
"Jika agenda hilirisasi, pemerataan pembangunan, transisi energi hijau, ekonomi kreatif, UMKM bisa kita kawal insyaallah akan terbuka 19 juta lapangan kerja untuk generasi muda dan kaum perempuan," ujar Gibran, dikutip lagi Jumat (6/6/2025). Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Pada awal tahun, jumlah pemutusan hubungan kerja (PHK) 26.455 orang hingga Mei 2025. Direktur Jenderal Pembinaan Hubungan Industrial dan Jaminan Sosial Ketenagakerjaan, Indah Anggoro Putri, mengatakan angka ini disumbang terbanyak dari wilayah Jawa Tengah, DKI Jakarta, dan Riau. Foto: Dok. Sritex
Sementara angka pengangguran, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat naik menjadi 7,28 juta orang per Februari 2025. Jumlah tersebut bertambah 83,45 ribu orang dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya. Foto: Andhika Prasetia/detikcom
Meski begitu, BPS mencatat bertambahnya jumlah pengangguran diikuti oleh adanya tambahan angkatan kerja sebanyak 3,67 juta orang menjadi 153,05 juta orang. Dari jumlah itu, tercatat yang sudah bekerja hanya 145,77 juta orang atau bertambah 3,59 juta orang dibandingkan periode yang sama tahun lalu. Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Direktur Ekonomi Digital Center of Economic and Law Studies (Celios) Nailul Huda mengatakan menurunnya angka tenaga kerja ini salah satunya disebabkan oleh investasi sebagai salah satu penggerak pertumbuhan ekonomi tidak mampu menghadirkan tenaga kerja yang signifikan. Hal ini menyebabkan pertumbuhan ekonomi juga yang tidak berdampak langsung pada peningkatan tenaga kerja. Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Mengacu pada kalkulasi tersebut, menurut Nailul, untuk mencipta lapangan kerja 19 juta lowongan itu sulit tercapai. Dengan perhitungan 1 persen pertumbuhan hanya menyerap 120 ribu tenaga kerja, per tahun hanya bisa menyerap 600 ribu tenaga kerja. Foto: Rifkianto Nugroho/detikcom
Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan ada sejumlah faktor yang menyebabkan tingginya angka PHK tahun ini, utamanya pada industri manufaktur. Esther mengatakan industri manufaktur banyak membutuhkan bahan baku impor. Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Namun, saat adanya masalah global dan menguatnya Dolar Amerika Serikat, maka terjadi kenaikan biaya produksi. Ketika biaya produksi naik, maka harga barang akan meningkat juga. Saat harga barang semakin mahal, maka permintaan pasar akan menurun. Efek panjangnya, beban biaya perusahaan akan meningkat, sehingga efisiensi akan menjadi jalan yang dipilih untuk mempertahankan perusahaan. Efisiensi inilah, di mana tenaga kerja yang biasanya akan terdampak lebih awal. Foto: Grandyos Zafna/detikcom
Untuk mencipta lapangan kerja baru menurutnya pemerintah harus banyak mengalokasikan anggaran untuk pendidikan dan investasi. Namun, menurutnya pemerintah tidak memprioritaskan dua segmentasi itu. Hal ini dibuktikan dengan anggaran pendidikan yang menurun. Foto: Grandyos Zafna/detikcom