Jakarta -
Wakil Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Yuliot Tanjung optimistis target Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) dari Sumber Daya Alam (SDA) minyak dan gas (Migas) yang telah ditetapkan dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025 sebesar Rp 120,99 triliun dapat tercapai.
Meskipun pada periode Januari-Juni 2025 PNBP dari sektor SDA Migas baru mencapai Rp 39,83 triliun atau baru sebesar 32,92% dari target, ia yakin target bisa tercapai karena PNBP dari sektor SDA Migas selalu melebihi dari target yang ditetapkan.
"Jadi kalau pengalaman kita tahun 2024 yang lalu itu justru PNBP dari ESDM 118%," kata Yuliot di Kementerian ESDM, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Yuliot menjelaskan strategi yang akan dilakukan Kementerian ESDM untuk mencapai target tersebut dengan terus memaksimalkan potensi sumur minyak untuk dieksplorasi. Hal ini diyakini akan meningkatkan lifting migas dalam negeri yang ujungnya potensi penerimaan negara akan meningkat.
"Kalau ini liftingnya dinaikin berarti kan potensi peningkatan negara akan terjadi peningkatan," katanya.
Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Direktur Jenderal Minyak dan Gas (Migas) Kementerian ESDM Tri Winarno pun menjelaskan penyebab capaian setoran PNBP masih 32% lantaran rata-rata harga minyak dunia masih berada di bawah asumsi ICP pada APBN 2025.
"Terkait hal ini mungkin disebabkan dengan asumsi harga ICP pada tahun 2025, yaitu US$ 82 per barel, sedangkan pada realisasinya rata-rata minyak ICP sampai dengan bulan Mei 2025 adalah sebesar US$ 70 per barel," terang Winarno dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) bersama Komisi XII DPR di Jakarta, Senin (30/6/2025).
Selain imbas asumsi harga ICP yang tidak stabil, Winarno menyebut lambatnya PNBP SDA terjadi akibat lifting migas yang belum mencapai target APBN 2025 sebesar 605 ribu BOPD. ICP pada 2026 diperkirakan berada di kisaran US$ 60-80 per barel.
Menurut Winarno, perkembangan harga minyak mentah dunia saat ini mengalami tren penurunan dibanding asumsi APBN 2025. Hingga Mei 2025 rata-rata ICP tercatat sebesar US$ 70,05 per barel atau lebih rendah dari asumsi APBN US$ 82 per barel.
"Untuk tahun 2026 diproyeksikan harga minyak mentah Indonesia, ini berdasarkan rapat awal adalah sebesar US$ 60-80 per barel," jelasnya.
Tren pelemahan ini terjadi imbas ketegangan geopolitik di Timur Tengah. Di sisi lain, kenaikan tarif dagang Amerika Serikat (AS) juga menyumbang sentimen pergerakan harga komoditas migas dunia.
Ia memaparkan, berdasarkan data US Energy Information Administration (EIA) dan hasil pooling Reuters, harga minyak mentah Brent diperkirakan menyentuh angka US$ 64,6 per barel, sedangkan West Texas Intermediate (WTI) sebesr US$ 60,80 per barel.
Ia merinci, Departemen Energi AS juga memprediksi harga minyak WTI berada di level US$ 62,33 dan Brent US$ 65,97 per barel. Sedangkan berdasarkan kajian Reuters, harga minyak WTI sebssr US$ 64,12 dan Brent US$ 67,71 per barel.
"Untuk tahun 2026 diproyeksikan harga minyak mentah Indonesia, ini berdasarkan rapat awal dengan Kementerian Keuangan, adalah sebesar US$ 60-80 per barrel yang didasarkan pada publikasi US-IAE dan polling Reuters," imbuhnya.
(ara/ara)