Harga minyak mentah dunia ditutup turun lebih dari satu persen pada Jumat (18/10/2024), mencatatkan kinerja negatif selama pekan lalu.
Harga Minyak Dunia Siap Rebound usai Tumbang Pekan Lalu? (Foto: Freepik)
IDXChannel - Harga minyak mentah dunia ditutup turun lebih dari satu persen pada Jumat (18/10/2024), mencatatkan kinerja negatif selama pekan lalu.
Hal tersebut setelah pertumbuhan ekonomi China di kuartal III-2024 gagal mencapai target, yang menyebabkan permintaan dari negara importir terbesar dunia tetap rendah.
Menurut data pasar, kontrak berjangka (futures) minyak jenis Brent melemah 1,73 persen ke level USD73,17 per barel pada Jumat. Dalam sepekan Brent jatuh 7,68 persen.
Setali tiga uang, minyak WTI terkoreksi 1,89 persen menjadi USD69,40 per barel pada Jumat.
Harga minyak WTI turun tajam 8,62 persen dalam sepekan.
Secara teknikal, Brent saat ini berada di area support 73-72. Apabila bertahan di atas level tersebut, Brent berpotensi rebound atau memantul dengan area resistance terdekat di 75.
Sementara, apabila gagal bertahan di 73-72, Brent berpeluang menguji support selanjutnya di 70,5-69,5.
Kemudian, WTI juga berada di kisaran support 69-67,5, dengan resistance terdekat di 71-72.
Sebelumnya, China melaporkan ekonominya tumbuh 4,6 persen pada kuartal III-2024, di bawah target 5 persen untuk kuartal kedua berturut-turut, di tengah krisis utang sektor properti dan lemahnya konsumsi masyarakat.
“Ekonomi terbesar kedua di dunia ini bertanggung jawab atas 70 persen pertumbuhan permintaan tahun lalu. Namun, pangsa ini turun drastis menjadi 20 persen di 2024,” kata PVM Oil Associates, dikutip MT Newswires, Jumat (18/10/2024).
Penurunan ini terjadi meskipun Badan Informasi Energi (EIA) AS pada Kamis melaporkan bahwa persediaan minyak mentah AS turun sebesar 2,2 juta barel minggu lalu.
Angka penurunan tersebut lebih tinggi dari perkiraan konsensus yang memperkirakan kenaikan 1,8 juta barel menurut jajak pendapat Reuters.
"Ini menunjukkan bahwa efisiensi operasional terus meningkat," kata kepala ekonom di Matador Economics Tim Snyder.
"Pasar sedang mengalami normalisasi," ujarnya.
Produksi minyak di North Dakota, negara bagian penghasil minyak terbesar ketiga di AS, turun sekitar 500.000 barel sepanjang Oktober, setelah kebakaran hutan melintasi wilayah penghasil minyak utama bulan ini.
Pelemahan permintaan dari China dan dimulainya rencana OPEC+ pada Desember untuk memulihkan pemangkasan produksi sebesar 2,2 juta barel per hari dengan tambahan pasokan bulanan sebesar 180.000 barel per hari selama satu tahun juga menahan harga.
Produksi kilang minyak China turun untuk bulan keenam berturut-turut, dipengaruhi oleh lemahnya permintaan bahan bakar serta meningkatnya adopsi kendaraan listrik (EV).
"Minyak mentah tetap dalam kisaran karena kekhawatiran permintaan, terutama di China, negara yang berada di garis depan elektrifikasi, dan prospek peningkatan pasokan OPEC+ mengimbangi potensi ancaman terhadap pasokan dari Timur Tengah," kata Saxo Bank, dikutip MT Newswires, Kamis (17/10).
Sementara itu, produksi minyak mentah AS mencetak rekor baru pekan lalu, meskipun penurunan stok minyak mentah AS dan penjualan ritel yang lebih kuat dari perkiraan di September memberikan sedikit dukungan terhadap harga.
Di sisi lain, para investor terus memantau perkembangan potensi konflik antara Israel dan Iran, yang berpotensi mempengaruhi pasokan minyak global, sementara upaya diplomatik menunjukkan kemungkinan meredanya ketegangan. (Aldo Fernando)