Jakarta -
Istilah jaring pengaman kerap digunakan di tengah situasi ekonomi yang cukup sulit bagi banyak orang, terutama masyarakat kelas menengah. Nuryati pun merasakan dampaknya sebagai pedagang sayur di Pasar Tradisional Pasar Minggu, Jakarta Selatan.
Beruntung Nuryati tak bergantung pada satu jenis usaha saja. Fendi, suaminya, membuka toko plastik di dalam pasar yang sama, hanya berbeda lokasi. Nuryati dan Fendi juga sama-sama menjadi agen BRILink sejak 2016.
Ditemui detikcom di sela-sela kesibukannya melayani pesanan pelanggan pada Sabtu (22/3) lalu, Nuryati mengaku menjadi agen BRILink sangat membantu perekonomiannya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau nggak begitu, fokus di dagangan doang, nggak ada lebihnya. Kalau macam-macam begini kan bisa dapat dari sana, dari sini. Apalagi sekarang ekonomi susah, peluangnya sangat kecil, kalau buka usaha pembelinya kurang," beber Nuryati sambil mengupas kulit bawang merah.
Bersama suaminya, Nuryati jadi satu-satunya agen BRILink yang buka di Pasar Tradisional Pasar Minggu tersebut. Lokasi pasar sebenarnya tidak begitu jauh dari Kantor Cabang BRI Pasar Minggu, hanya berjarak 200 meter. Namun, kesibukan pedagang pasar membuat mereka jarang bisa meninggalkan tempat. Jadilah keberadaan Nuryati di dalam kawasan pasar sangat membantu pedagang mengakses layanan perbankan.
"Kalau lagi ramai, bisa sampai 180 transaksi sehari. Itu sebelum kebakaran," kata Nuryati.
Kebakaran yang ia maksud terjadi pada 2021. Saat itu, gedung tempat Nuryati dan suami membuka usaha ludes dilalap api bersama puluhan lapak lain. Setelah itu, Nuryati pindah ke lokasi di bawah jembatan dalam kompleks pasar.
"Setelah kebakaran paling 130 transaksi sehari. Sempat langsung turun (setelah kebakaran), tapi alhamdulillah cepat naiknya. Sekarang agak stabil," lanjutnya.
Nuryati mengakui jumlah nasabah yang memanfaatkan kios BRILink-nya tidak sebanyak dulu. Orang-orang semakin terbiasa menggunakan aplikasi m-banking sendiri. Namun, Nuryati tetap bersyukur masih punya beberapa usaha sebagai 'jaring pengaman'-nya, termasuk menjadi agen BRILink.
"Ada aplikasi lain, terus BRILink di mana-mana juga ada, jadi kita agak menurun. Tapi kita tetap bersyukur masih ada yang pakai," ungkapnya.
Tak Sengaja Jadi Agen karena 'Keliru' Mesin
Pada 2016, sebenarnya Nuryati belum ada niat menjadi agen BRILink. Dia hanya mengajukan pemakaian mesin EDC ke BRI terdekat untuk mempermudah usahanya. Jadi, pelanggan yang datang ke kiosnya bisa membayar dengan cara gesek kartu.
"Awalnya pengin minta mesin EDC biasa, ternyata dikasihnya EDC BRILink. Tapi alhamdulillah juga kan," katanya.
Dibandingkan mesin EDC biasa yang cuma bisa menerima pembayaran, Nuryati mengaku lebih nyaman memakai mesin EDC BRILink karena transaksinya lebih beragam. Saat ini, dia memiliki dua mesin EDC di kiosnya. Satu mesin lama, satu lagi versi terbaru yakni Android.
"Ada QRIS sejak awal jadi agen BRILink, cuma waktu itu zamannya belum booming banget. Kalau sekarang, di setiap pedagang pasar ini pun ada," lanjutnya.
Nuryati mengakui, ketika mula-mula menjadi agen BRILink, dia beberapa kali mengalami masalah karena belum terbiasa memakai mesin EDC. Paling banyak soal salah transfer. Pernah juga dia gagal mengirim atau menerima transferan karena jaringan error.
"Waktu baru-baru jadi agen BRILink banyak seperti itu karena belum ada pengalaman. Dari situ kita belajar tiap kirim uang harus lebih teliti lagi," ujarnya.
Dulu, setiap ada masalah, Nuryati bolak-balik datang ke kantor cabang sekalian menyetorkan uang masuk sebagai agen BRILink. Beruntung sekarang sudah ada call center dan asisten virtual Sabrina.
Garda Terdepan Layanan Perbankan
Sebagaimana agen BRILink pada umumnya, transaksi terbanyak yang dilayani Nuryati adalah transfer atau tarik tunai. Itu termasuk transfer untuk pembayaran cicilan KUR. Sebagai agen BRILink, kini Nuryati ketambahan satu peran lagi. Yakni memperkenalkan KUR BRI kepada para nasabah.
"Dari kitanya omongin ke nasabah, kalau mau mengajukan pinjaman bisa lho (ke BRI). Bayar cicilan juga lewat sini," katanya.
Nuryati sendiri juga merupakan peminjam KUR Kecil BRI yang plafon maksimalnya Rp 500 juta. Pertama kali dia meminjam, sebulan kemudian Covid-19 mewabah dan jadi pandemi. Beberapa bulan kemudian juga terjadi kebakaran di pasar.
"Untung waktu itu dapat keringanan berapa bulan gitu," ceritanya.
Nuryati belum memiliki asuransi tempat usaha pada saat itu, sehingga dia tidak dapat mengklaim dana untuk bantuan atas kebakaran tempat usahanya. Setelahnya, dia baru menyadari ternyata cukup penting bagi pemilik usaha untuk mengasuransikan tempat usaha mereka. Asuransi itu diperkenalkan juga ke nasabahnya yang kebanyakan pedagang.
"Sebenarnya agen BRILink ini lengkap. Ada asuransi kecelakaan, asuransi rumah, asuransi tempat usaha, sebetulnya fasilitasnya ada semua. Bukan agen juga bisa mengajukan, tapi agen pasti yang diutamakan," tuturnya.
Nuryati, serta total 373 agen BRILink lainnya di Kecamatan Pasar Minggu, berperan besar untuk mengenalkan berbagai layanan BRI. Kepala Cabang BRI KC Pasar Minggu M Syarief Budiman mengatakan saat ini bisnis keagenan terus berkembang dengan tujuan agar layanan perbankan benar-benar inklusif.
"Dulu memang lebih ke transaksi atau payment. Kalau sekarang, mereka bisa mereferalkan pinjaman BRI dan produk-produk lainnya terkait asuransi mikro, asuransi kesehatan, asuransi kebakaran yang selama ini mungkin tidak sampai informasinya ke masyarakat," paparnya.
Syarief mengungkapkan, untuk di wilayah Pasar Minggu saja, total transaksi agen BRILink dalam sebulan bisa mencapai 174 ribu transaksi. Hal ini menunjukkan kontribusi besar agen BRILink dalam aktivitas perbankan masyarakat.
"Dana yang terkumpul perputarannya bisa sampai Rp 116 miliar, per Februari 2025. Tapi menurut kami ini masih sangat bisa dikembangkan. Banyak pusat bisnis seperti pasar," lanjutnya.
Syarief menekankan sejak awal agen BRILink selalu diberikan pendampingan, termasuk untuk menghadapi risiko-risiko yang muncul di lapangan seperti social engineering atau penipuan. Ia memastikan setiap agen BRILink juga dilengkapi perangkat yang mumpuni.
"Dalam perjalanannya kita selalu melakukan pendampingan, sharing session, karena mereka ada paguyuban. Layanan keagenan juga sekarang harus seperti layanan perbankan, jadi harus ramah," tutupnya.
(des/hns)