PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatatkan penyusutan utang menjadi Rp25,4 triliun pada 2024 dari sebelumnya RP31,3 triliun di 2023.
Utang Adhi Karya (ADHI) Susut Jadi Rp25,4 Triliun di 2024 (Foto: MNC Media)
IDXChannel - PT Adhi Karya (Persero) Tbk (ADHI) mencatatkan penyusutan utang menjadi Rp25,4 triliun pada 2024 dari sebelumnya RP31,3 triliun di 2023.
Dari jumlah tersebut, sebesar Rp9 triliun merupakan utang bank, sebesar Rp10 triliun utang usaha dan sisanya merupakan kewajiban lainnya seperti uang muka kontrak dan sejumlah liabilitas tambahan.
“Menurun dari Rp31,3 triliun pada saat 2023. Ini menandakan mudah-mudahan asetnya lebih fit dan utangnya lebih kecil,” kata Direktur Utama ADHI, Entus Asnawi Mukhson dalam Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Komisi VI DPR pada Rabu (5/3/2025).
Dari sisi ekuitas, ADHI mencatatkan kenaikan menjadi sebesar Rp9,7 triliun dari sebelumnya sebesar Rp5,7 triliun pada 2021. Entus pun optimistis arus kas perseroan akan terus positif dari tahun ke tahun, di mana pada 2025 tercatat sebesar Rp1,4 triliun.
“Saya kira sejauh ini perkembangannya masih bisa tetap tumbuh. Memang dengan situasi terakhir ini beberapa hal harus kita antisipasi terkait dengan perubahan kebijakan misalnya, tapi mudah-mudahan kita masih bisa memberikan kontribusi positif dengan situasi seperti ini,” ujar dia.
Dalam kesempatan ini, ADHI mengaku membutuhkan suntikan dana dari pemerintah atau Penyertaan Modal Negara (PMN) guna memperkuat ekuitas perseroan. Dana tersebut diperlukan untuk memenuhi setoran ekuitas pada Badan Usaha Jalan Tol (BUJT) untuk proyek Tol Jogja-Solo dan Tol Jogja-Bawen.
Saat ini perseroan masih memiliki tagihan proyek LRT Jabodebek sebesar Rp2,1 triliun. Jumlah itu cukup signifikan dalam menjaga kelangsungan dan optimalisasi keuangan perusahaan modal kerja ADHI ke depan.
“Situasi di pasar ini memang kepercayaan publik kepada BUMN karya memang sedang rendah-rendahnya. Sehingga kami untuk minta restructure obligasi saja demikian sulitnya,” tutur Entus.
Entus menjelaskan, tahun lalu ADHI memiliki obligasi jatuh tempo senilai hampir Rp1 triliun, namun hanya mampu menerbitkan kembali sebesar Rp102 miliar. Dari jumlah tersebut, hanya sekitar 10 persen berasal dari Taspen, bukan dari publik.
Pendanaan dari bank, lanjutnya, sangat menantang dan ketat bagi sektor konstruksi. Satu-satunya cara untuk membayar utang kepada masyarakat yang mencapai Rp10,47 triliun adalah melalui pencairan termin proyek atau restrukturisasi utang dengan perbankan dan obligasi.
Meski demikian, total utang obligasi dan perbankan ADHI telah turun signifikan, dari Rp11 triliun menjadi Rp9 triliun secara konsolidasi.
“Bukan kami mau turun dan tidak mau membayar ke mitra kerja. Tapi karena tidak bisa menerbitkan tambahan utang. Itu yang sulit. Sementara juga untuk pembayaran-pembayaran piutang juga masih ketat,” kata Entus.
(DESI ANGRIANI)